SISTEM
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA
DAULAH
BANI UMAYAH I
- PENDAHULUAN
Artinya:
18.
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang
berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada
Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”.
19.
“Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih
orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”.
20.
“Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), Maka
Katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian
pula) orang-orang yang mengikutiku". dan Katakanlah kepada
orang-orang yang Telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang
ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam". jika mereka masuk
islam, Sesungguhnya mereka Telah mendapat petunjuk, dan jika mereka
berpaling, Maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat
Allah). dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya”.
[18]
ayat Ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.
[19]
maksudnya ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.
[20]
Ummi artinya ialah orang yang tidak tahu tulis baca. menurut
sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan ummi ialah orang musyrik
Arab yang tidak tahu tulis baca. menurut sebagian yang lain ialah
orang-orang yang tidak diberi Al Kitab.
Pendidikan dalam pengertian yang
lebih luas dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran kepada
peserta didik dalam upaya mencerdaskan dan mendewasakan peserta didik
tersebut. Islam memandang peserta didik sebagai makhluk Allah dengan
segala potensinya yang sempurna sebagai khalifah fil ardh, dan
terbaik di antara makhluk lainnya. Kelebihan makhluk tersebut bukan
hanya sekedar berbeda susunan fisik, tetapi lebih jauh dari itu,
manusia tersebut memiliki kelebihan pada asfek psikisnya. Kedua aspek
manusia tersebut memiliki potensinya masing-masing yang sangat
mendukung bagi proses aktualisasi diri pada posisinya sebagi makhluk
yang mulia. Dengan potensi fisik dan psikis tersebut menjadikan
manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang terbaik.
Oleh karena itu, peserta didik dalam
kapasitasnya sebagai manusia yang merupakan makhluk individual dan
sosial, ia harus terus berkembang dan memiliki pengalaman-pengalaman
transcendental yang menjadikan harus terus menyempurnakan diri
sejalan dengan totalitas potensi yang dimilikinya dengan tetap
bersandar pada nilai-nilai agama.
- PEMBAHASAN
- SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA UMAYYAH
Pada masa ini telah memasuki babak
baru, dimana kesetabilan politik telah dirasakan oleh negeri-negeri
islam. Oleh karena itu, tidak heran jika perhatian orang-orang islam
sudah mengarah pada masa kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
peradaban-peradaban baru. Dalam waktu yang sama mereka memberi
perhatian besar pada ilmu bahsa, sastra, dan agama untuk
memeliharanya dari pikiran-pikiran luar.
Jadi, pada masa
umayyah, dari segi pemikiran pendidikan adalah kelanjutan pemikiran
pendidikan pada masa nabi dan masa khulafaurrasyidin. Pemikiran dari
luar sangat terbatas.
Pemikiran
pendidikan islam pada masa umayyah tampak dalam bentuk
nasehat-nasehat khalifah kepada pendidik anak-anaknya, yang memenuhi
buku sastra, yang menunjukan bagaimana teguhnya mereka berpegang pada
tradisi Arab dan Islam. Salah satu nasehat tersebut adalah nasehat
Abdul Malik bin Marwan kepada pendidik anknya, “ hendaklah pendidik
mendidik akal, hati, dan jasmani anak-anak.
Pemikiran
pendidikan islam pada masa Umayah ini juga tersebar pada beberapa
tulisan para ahli nahwu, sastra, hadis, dan tafsir. Pada masa ini
para ahli tersebut mulai mencatat (modifikasi) ilmu-ilmu bahasa,
sastra dan agama untuk menjaganya agar tidak diselundupkan
pikiran-pikiran lain dan perubahan yang merusak,yang tanda-tandanya
sudah banyak terlihat pada waktu itu karena musuh islam selalu
berusaha menghancurkan islam dari dalam setelah mereka gagal
menghancurkannya dengan kekuatan tentara. Dengan
upaya tersebut mereka berusaha memecahkan pengikut-pengikut islam
dari segi ideologi.1
Memasuki masa
kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayah,
pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi
monarchiheridetis
(kerajaan turun menurun). Kekhalifahan
Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak
dengan pemilihan atau suara terbanyak.
- TEMPAT DAN LEMBAGA PENDIDIKAN
Dalam periode Daulah bani Umayyah
terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan kurikulumnya
yaitu: pendidikan khusus dan pendidikan umum. Pendidikan khusus
adalah pendidikan diselenggarakan dan diperuntukan bagi anak-anak
khafilah dan anak-anak para pembesarnya. Kurikulumnya diarahkan untuk
memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang
ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintahannya.
Tetapi orang tua murid pun turut pula menentukan.
Adapun rencana
pelajaran bagi sekolah ini adalah menulis dan membaca Al-Quran dan
Hadits, Bahasa Arab dan syair-syair yang baik, sejarah bangsa arab
dan peperangan, adab kesopanan dalam perilaku pergaulan,
pelajaran-pelajaran keterampilan menggunakan senjata, menunggang kuda
dan kepemimpinan berperang.
Pendidikan lainya
adalah pendidikan yang diperuntukan bagi rakyat biasa pendidikan ini
merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak
pada zaman Nabi masih hidup, ia merupakan sarana pendidikan yang
sangat penting bagi kehidupan agama. Dengan
demikian, maka tidaklah mengherankan bila usaha kegiatan pendidikan
dan pengembangan ilmu memperoleh kesempatan yang baik. Para ulama
bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya pendidikan dan
merekalah yang memikul tugas menggajar dan memberikan bimbingan serta
pimpinan kepada rakyat.
Bila kita
bandingkan tujuan dari kedua pendidikan tersebut akan diperoleh
kesimpulan bahwa yang pertama, bertujuan untuk memperoleh kekuasaan
dan kekuataan politis sedangkan yang kedua, bertujuan untuk
memperoleh ilmu pengetahuan dan hakikat kebenaran yang ditunjang oleh
keyakinan agama.
Adanya perbedaan
tujuan dan pendidikan menunjukan adanya perbedaan pandangan hihup.
Pertama,
menghasilkan pimpinan formal yang didukung oleh jabatan kenegaraan
dengan wibawa kekuasaan. Kedua, menghasilkan pimpinan informasi yang
didukung oleh karisma dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, diantara
para khalifah bani umayyah pun terdapat pula orang yang alim seperti
khalifah Umar Ibnu Abdul Azis.2
- METODE PEMBELAJARAN
Dalam pembelajaran Al-Quran, metode
pembelajaran yang digunakan metode hapalan, gimana anak-anak
menghapal surat-surat singkat dan mereka pun membaca bersama-sama,
hal ini diulang berkali-kali sampai mereka hapal diluar kepala. Dalam
metode ini soal dari arti surat-surat yang mereka hapal tidak
dipentingkan, murid-murid mengapal ayat-ayat tersebut tanpa mengerti
maksudnya hanya untuk sekedar mengambil berkah Al-Quran dan
menanamkan jiwa keagamaan jiwa yang sholeh dan bertaqwa didalam di
anak-anak yang masih muda itu dan dengan keyakinan bahwa periode
anak-anak adalah waktu yang sebaik-baiknya buat penghapalan secara
otomatis dan mempererat ingatan.
Metode menghapal digunakan untuk
pengajaran syair dan sajak bagi anak-anak. Sedangkan untuk
pembelajaran membaca dan menulis diajarakan metode praktek langsung.
Khusus untuk menulis diajarakan menulis indah. Kaum muslimin sangat
memperhatikan sekali soal menulis indah dan digolongkan dengan seni
lukis.
Bedasarkan
pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri pendidikan
islam pada zaman Bani Umayyah adalah bersifat Arab dan islam tulen,
berusaha menangguhkan dasar-dasar agama islam yang baru muncul itu,
mempreriotaskan pada penterjemahan kedalam bahasa arab, menunjukan
perhatian pada bahan tertulis sebagai media komunikasi, menggunakan
surau dan masjid.3
Dalam bidang ilmu
pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama
saja, tetapi ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, ilmu
pasti, filsafat, astronomi, geografi, sejarah, bahasa dan sebagainya.
Kota yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan antara lain,
Damaskus, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, Cordova, Granada dan
lain-lain, dengan masjid sebagai pusat pengajarannya, selain madrasah
atau lembaga pendidikan yang ada.
Dinasti Umayyah
juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, Muawiyah bin
Abi Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tentu yang
menyediakan kuda lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
Menertibkan
angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Spesialisasi jabatan
Qadhi atau hakim yang berkembang menjadi profesi tersendiri. Abdul
Malik bin Marwan mengubah mata uang Byzantium dan Persia dengan
mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M yang memakai kata-kata dan
tulisan Arab, kemudian melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam. Pada masa Al-Walid bin Abdul Malik
(705-715 M) banyak membangun panti-panti untuk orang cacat, jalan
raya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid
yang megah.4
- PENUTUP
Pada masa ini telah memasuki babak
baru, dimana kesetabilan politik telah dirasakan oleh negri-negri
islam. Oleh karena itu, tidak heran jika perhatian orang-orang islam
sudah mengarah pada masa kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
peradaban-peradaban baru. Dalam waktu yang sama mereka memberi
perhatian besar pada ilmu bahsa, sastra, dan agama untuk
memeliharanya dari pikiran-pikiran luar.
Dalam periode Daulah bani Umayyah
terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan kurikulumnya
yaitu: pendidikan khusus dan pendidikan umum. Pendidikan khusus
adalah pendidikan diselenggarakan dan diperuntukan bagi anak-anak
khafilah dan anak-anak para pembesarnya. Kurikulumnya diarahkan untuk
memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang
ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintahannya.
Tetapi orang tua murid pun turut pula menentukan.
- DAFTAR BACAAN
Susanto, 2009. Pemikiran
Pendidikan Islam.
Jakarta: Amzah.
Soekarno dan Supardi Ahmad, 2001.
Sejarah dan Filsafat
Pendidikan Islam.
Bandung: Angkasa.
Taqiyuddin, 2008. Sejarah
Pendidikan.
Bandung: Mulia Press.
Yatim Badri, 2003. Sejarah
Peradaban Islam.
Jakarta: Raja Grapindo Persada.
1
Susanto, 2009. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah h.
27-28
2
Soekarno dan Supardi Ahmad, 2001. Sejarah dan Filsafat Pendidikan
Islam. Bandung: Angkasa h. 78-80
3
Taqiyuddin, 2008. Sejarah Pendidikan. Bandung: Mulia Press h.
81-82
Tidak ada komentar:
Posting Komentar