SISTEM
PENDIDIKAN PADA MASA DAULAH BANI ABBASIYAH II
- PENDAHULUAN
Berkembangnya pendidikan Islam erat kaitannya
dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam telah
berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan
perkembangan sosial budaya umat Islam. Melalui sejarah Islam pula,
umat Islam bisa meniru pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak
periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama’ setelahnya. Para ahli
sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas,
sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya
sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal,
diantaranya adalah masjid.
Sejarah pendidikan Islam erat kaitannya dengan
sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam sejatinya telah
berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan
perkembangan sosial budaya umat Islam itu sendiri. Melalui sejarah
Islam pula, umat Islam bisa meneladani model-model pendidikan Islam
di masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan
ulama-ulama sesudahnya. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum
muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal,
dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga
pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid.
Pada masa Nabi, masjid bukan
hanya sebagai sarana ibadah, tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu
pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang dewasa, disamping sebagai
tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat menerima
duta-duta asing. Bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti
Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi
dengan berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar,
ruang perpustakaan dan buku-buku dari berbagai macam disiplin
keilmuan yang berkembang pada saat itu. Sebelum al-Azhar didirikan di
Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid yang dipakai sebagai tempat
belajar, tentunya dengan kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan,
terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat
muslim sudah bisa membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan
kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat
dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas dan mudah
dipahami tentang beberapa masalah.Pendidikan di tingkat dasar ini
diselenggarakan di masjid, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib.
Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan yang
lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada
tingkat pendidikan dasar.Selanjutnya pada tingkat universitas sudah
diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa.
- PEMBAHASAN
- SEJARAH BERDIRINYA DAULAH ABBASIYAH
Kekuasaan
dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan,
melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, dinamakan khilafah
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah
didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah
Ibn Al-Abbas.Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang dari tahun 132 H ( 750 M) s.d 656 H (1258 M).1
Selama
dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, social, dan budaya. Berdasarkan
perubahan pola pamerintahan
dan
politik itu, parasejarawan membagi masa kekuasaan Daulah Abbasiyah
dalam lima periode,2
yaitu :
- Periode I (132 H/750 M – 232 H/ 847 M) masa pengaruh Persia Pertama
- Periode II (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M) Masa pengaruh Turki Pertama
- Periode III (334 H/945 M – 447 H/ 1055 M) masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh persi kedua.
- Periode IV (447 H/ 1055 M – 590 H/ 1194 M) masa bani saljuk, pengaruh Turki kedua.
- Periode V (590 H/1104 M – 656 M/ 1250 M) masa kebebasan dari pengaruh dinasti lain.
Daulah
Abbasiyah mencapai puncak keemasan dan kejayaannya pada periode I,
para kholifah pada masa periode I dikenal sebagai tokoh yang kuat,
pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus.Kemakmuran masyarakat
pada saat ini mencapai tingkat yang tinggi.Popularitas Daulah
Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid (786
M-809 M) dan putranya Al-Makmun (813 M-833 M). Kekayaan yang dimiliki
khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun digunakan untuk
kepentingan social seperti: lembaga pendidikan, kesehatan, rumah
sakit, pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan
berada pada zaman keemasan. Al-makmun
khalifah yang cinta kepada ilmu dan banyak mendirikan sekolah.3
Menurut
Ahmad Syam, sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Nizar dalam bukunya
yang berjudul “Sejarah
Pendidikan Islam”
bahwa faktor-faktor pendorong berdirinya Daulah Abbasiyah dan
penyebab suksesnya, adalah sebagai berikut: 4
- Banyak terjadi perselisihan antara bani Umayyah pada decade terakhir pemerintahannya, di antara penyebabnya yaitu memperebutkan kursi kekahalifahan dan harta.
- Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah, seperti khalifah Yazid bin Al-Walid lebih kurang memerintah sekitar 6 bulan.
- Putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang dikerjakan oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidillah sebagai putra mahkota.
- Bergabungnya sebagian afrad keluarga Umawi kepada madzhab-madzhab agama yang tidak benar menurut syari’ah, seperti Al-Qadariyah.
- Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah.
- Kesombongan pembesar-pembesar bani Umawiyah pada akhir pemerintahannya.
- Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab)
Selama dinasti ini berkuasa,
pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, social dan budaya.
Pada
periode ini, segala potensi yang terkandung dalam kebudayaan yang
didasari nilai-nilai Islam mulai bergerak secara perlahan namun
strategis.
Selain terjadi kemajuan pada bidang sosio-ekonomik, terjadi pada
kemajuan pada bidang intelektual. Kemajuan intelektual tersebut
ditunjang oleh kemajuan pendidikan baik institusi, insfrastruktur
maupun kemajuan sains dan obyek-obyek studinya.5
Walaupun demikian, dalam
periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu
stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar.
Gerakan-gerakan itu seperti gerakan-gerakan sisa-sisa Bani Umayyah
dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara,
gerakan zindik di Persia, gerakan Syi’ah dan konflik antarbangsa
serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
- LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN PADA MASA DAULAH ABBASIYAH
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang
kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam
sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
bersifat non fomal.Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan
bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga
pendidikan non formal yang semakin luas. Diantara lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang becorak non formal tersebut adalah :6
- KUTTAB SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN DASAR
Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar kataba
yang berarti menulis atau tempat menulis.
Jadi kataba
adalah tempat belajar menulis. Sebelum datangnya Islam Kuttab telah
ada di negeri arab, walaupun belum banyak dikenal. Diantara penduduk
makkah yang mula-mula belajar menulis huruf arab di kuttab ialah
Sufyan ibnu Umayyah ibnu Abdu Syams dan Abu Qais Ibnu Abdi manaf
ibnu Zuhroh ibnu Kilab.7
- PENDIDIKAN RENDAH DI ISTANA
Corak pendidikan anak-anak di
istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab-kuttab, pada
umumnya di istana para orang tua siswa (para pembesar istana) yang
membuat rencana pembelajaran selaras dengan anaknya dan tujuan yang
ingin dicapai orang tuanya. Rencana
pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis besarnya sama dengan
pelajaran pada kuttab-kuttab hanya sedikit ditambah dan dikurangi
sesuai dengan kehendak orang tua mereka.
Guru yang mengajar di Istana
disebut Muaddib.Kata
muaddib
berasal dari kata adab yang berarti budi pekerti atau
meriwayatkan.guru pendidikan di istana disebut
muaddib
karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan
pengetahuan-pengetahuan orang-orang terdahulu kepada anak-anak
pejabat.8
- RUMAH-RUMAH PARA ULAMA’ (AHLI ILMU PENGETAHUAN)
Walaupun sebenarnya, rumah
bukanlah merupakan tempat yang baik untuk tempat memberikan pelajaran
namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama’ dan ahli
ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Hal ini disebabkan karena ulama’ dan ahli yang
bersangkutan yang tidak mungkin memberikan pelajaran di masjid,
sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu
pengetahuan daripadanya.
Diantara rumah ulama’
terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina,
Al-Gazali, Ali ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’kub Ibni Killis, Wazir
khalifah Al-Aziz billah Al-fatimy, dan lain-lainnya.
- RUMAH SAKIT
Pada zaman jayanya perkembangan
kebudayaan Islam, dalam rangka menyebarkan kesejahteraan dikalangan
umat Islam, maka banyak didirikan rumah sakit oleh kholifah dan
pembesar-pembesar Negara.Rumah-rumah sakit tersebut bukan hanya
berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit,
tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan
dan pengobatan.
- PERPUSTAKAAN
Para ulama’ dan sarjana dari
berbagai macam keahlian, pada umumnya menulis buku dalam bidangnya
masing-masing dan selanjutnya untuk diajarkan atau disampaikan kepada
para penuntut ilmu. Bahkan para
ulama’ dan sarjana tersebut memberikan kesempatan kepada para
penuntut ilmu untuk belajar diperpustakaan pribadi mereka.
Baitul hikmah
di Baghdad yang didirikan khalifah Al-Rasyid adalah merupakan salah
satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi
ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa arab, bermacam-macam ilmu
pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu.9
Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah
universitas karena disamping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga
dapat membaca, menulis dan berdiskusi.10
- MASJID
Semenjak berdirinya dizaman
nabi Muhammad SAW masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi
berbagai masalah kehidupan kaum muslimin.Ia, menjadi tempat
bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan
penerangan agama dan informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan
pendidikan.
Pada masa Bani Abbas dan masa
perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para
pengusaha pada umumnya di perlengkapi dengan berbagai macam sarana
dan fasilitas untuk pendidikan.11
- KEMAJUAN PENDIDIKAN ISLAMPADA MASA DAULAH ABBASIYAH
Pada masa
dinasti Abbasiyah banyak
kemajuan- kemajuan dalam bidang pendidikan diantaranya yaitu:
- KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA MASA DAULAH ABBASIYAH
Di bidang ilmu pengetahuan,
pada masa daulah Abbasiyah mulai melahirkan beberapa cabang keilmuan
seperti Tafsir, Hadits, dan Fiqh, yang dimulai sejak tahun 143 H.
Diantara ulama
tersebut yang terkenal adalah Ibnu Juraij (w.150 H) yang menulis
kumpulan hadisnya dimekah, Malik Ibn Anas (w.171 H) dengan karyanya
al muwatta`
di madinah, Al
Awza`I di
wirlayah syam, Ibn Abi Urubah dan Hammad Ibn salamah di Basrah,
Ma`mar di Yaman, Sufyan Al Tsauri di kufah, Muhamad Ibn Ishaq (w.175
H) yang menulis buku sejarah (Al
Maghazi) Al
Layts Ibn Sa`ad (w.175 H) serta Abu Hanifah.
Ada juga ilmu yang berhubungan
dengan ilmu naqli, yaitu ilmu yang bersumber dari Al-Qur'n dan
Hadits, diantaranya:
- ILMU TAFSIR
Dalam
ilmu tafsir itu terbagi menjadi dua, yang pertama, tafsir bi al
ma`tsur, yaitu penafsiran Al Quran berdasarkan sanad meliputi al
Qur’an dengan al Qur’an, al Qur’an dengan aL Hadits. Yang
kedua, tafsir
bi ar ra`yi,
yaitu penafsiran Al Qur’an dengan mempergunakan akal dengan
memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya.
Salah tokoh ilmu
tafsir bi al
ma`tsur
dipelopori oleh As Subdi (w.127 H), Muqatil bin Sulaiman (w.150 H),
dan Muhamad Ishaq. Sedangkan tafsir bi ar ra`yi banyak dipelopori
oleh golongan Mu`tazilah.Mereka yang terkenal antara lain Abu Bakar
al Asham (w.240 H), Abu Muslim al Asfahani (w.522 H) dan Ibnu Jarwi
al Asadi (w.387 H).
- ILMU HADITS
Hadis
adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Karena
kedudukannya itu, maka setiap muslim harus selalu berusaha untuk
menjaga dan melestarikannya. Pada masa Abbasiyah, kegiatan
pengkodifikasian/ pembukuan Hadits dilakukan dengan giat sebagai
kelanjutan dari usaha para ulama sebelumnya.Sejarah penulisan
hadis-hadis Nabi mencetak tokoh-tokoh ilmu hadits seperti Ibn Juraij,
Malik ibn Anas, juga Rabi` ibn Sabib (w.160 H) dan ibn Al Mubarak
(w.181 H).
Selanjutnya
pada awal-awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru penulisan
hadits Nabi dalam bentuk musnad. Di antara tokoh yang menulis musnad,
antara lain Ahmad ibn Hanbal, Ubaydullah ibn Musa al `Absy al Kufi,
Musaddad ibn Musarhad al Basri, Asad ibn Musa al Amawi dan Nu’aim
ibn Hammad al Khuza’I, perkembangan penulisan hadits berikutnya,
masih pada era Abbasiyah, yaitu mulai pada pertengahan abad ketiga,
muncul tren baru yang bisa dikatakan sebagai generasi terbaik sejarah
penulisan Hadits, yaitu munculnya kecenderungan penulisan Hadits yang
di dahului oleh tahapan penelitian dan pemisahan hadits-hadits sahih
dari yang dha’if sebagaimana dilakukan oleh al Bukhari (w.256 H),
Muslim (w.261 H), Ibn Majah (w.273 H), Abu Dawud (w.275 H), Al
Tirmidzi (w.279 H), serta Al Nasa’I (w.303 H), yang karya-karya
haditsnya dikenal dengan sebutan Kutubu
Al- Sittah.
- ILMU FIQH
Ilmu Fiqh pada zaman ini juga
mencatat sejarah penting, dimana para tokoh yang disebut sebagai
empat imam mazhab fiqh hidup pada era tersebut, yaitu Abu Hanifah
(w.150 H), Malik ibn Anas (w.179 H), Al Shafi’I (w.204 H), dan
Ahmad ibn Hanbal (w.241 H).dari sini memunculkan dua aliran yang
berbeda dalam metode pengambilan hukum, yaitu ahli Hadits dan ahli
ra`yi. Ahli hadits dalam pengambilan hukum, metode yang dipakai
adalah mengutamakan hadits-hadits nabi sebagai rujukan dalam istinbat
al ahkam.Pemuka aliran ini adalah Imam Malik dengan pengikutnya,
pengikut imam Syafi’I, pengikut Sufyan, dan pengikut Imam
Hanbali.Sedangkan ahli ra’yi adalah aliran yang memepergunakan akal
dan fikiran dalam menggali hukum.Pemuka aliran ini adalah Abu Hanifah
dan teman-temannya fuqaha dari Iraq.
- ILMU TASAWUF
Ilmu tasawuf yaitu ilmu
syariat. Inti ajarannya ialah tekun beribadah dengan menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan atau menjauhkan diri dari
kesenangan dan perhiasan dunia. Dalam sejarahnya sebelum muncul
aliran Tasawuf, terlebih dulu muncul aliran Zuhud. Aliran ini muncul
pada akhir abad I dan permulaan abad II H, sebagai reaksi terhadap
hidup mewah khalifah dan keluarga serta pembesar-pembesar Negara
sebagai akibat kejayaan yang diperoleh setelah Islam meluas ke Syria,
mesir, Mesopotamia, dan Persia. Aliran zuhud mulai nyata kelihatan di
kufah. Sedangkan dibasrah sebagai kota yang tenggelam atas kemewahan,
aliran zuhud mengambil corak yang lebih ekstrim. Zahid yang terkenal
disini adalah Hasan al Bisri dan Rabi’ah al Adawiyah.
Bersamaan dengan lahirnya ilmu
tasawuf muncul pula ahli-ahli dan ulama-ulamanya, antara lain adalah
al Qusyairy (w.465 H), kitab beliau yang terkenal adalah ar
risalatul Qusy Airiyah;
Syahabuddari, yaitu abu Hafas Umar ibn Muhammad Syahabuddari
Sahrowardy (w.632 H), kitab karangannya adalah Awwariffu Ma’arif;
Imam Ghazali (w.502 H), kitab karangannya antara lain : al
Basith, Maqasidul, Falsafah, al Manqizu Minad Dhalal, Ihya Ulumuddin,
Bidayatul Hidayah, Jawahirul Qur’an, dan
lain sebagainya.
- ILMU BAHASA
Pada masa bani Abbasiyah, ilmu
bahasa tumbuh dan berkembang dengan suburnya, karena bahasa Arab
semakin dewasa dan menjadi bahasa internasional. Ilmu bahasa
memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh, yang mencakup ilmu nahwu,
sharaf, ma’ani, bayan, bad’arudh, qamus, dan insya’.
Di antara ulama yang termasyhur adalah : 1) Sibawaih (w.153 H), 2)
Muaz al Harro
(w.187 H), mula-mula membuat tashrif, 3) Al
Kasai (w.190 H), pengarang kitab tata bahasa,
4) Abu Usman al
Maziny (w.249 H), karangannya banyak tentang nahwu.
- METODE PENDIDIKAN PADA MASA DAULAH ABBASIYAH
Dalam proses belajar mengajar, metode
pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek
pendidikan/pengajaran yang sangat penting guna mentransfer
pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada para muridnya.
Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan
pengetahuan oleh murid hingga murid dapat
menyerap dan memahami dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah
metode pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan.
- Metode Lisan
- Metode Menghafal
- Metode Tulisan
- MATERI PENDIDIKAN PADA MASA DAULAH ABBASIYAH
Materi pendidikan dasar pada
masa daulat Abbasiyah terlihat ada unsur demokrasinya, disamping
materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) bagi setiap murid juga
ada materi yang bersifat pillihan (ikhtiari).Hal ini tampaknya sangat
berbeda dengan materi pendidikan dasar pada masa sekarang.Di saat
sekarang ini materi pendidikan tingkat dasar dan menengah semuanya
adalah materi wajib, tidak ada materi pilihan. Materi pilihan baru
ada pada tingkat perguruan tinggi.
Menurut Mahmud Yunus dalam
bukunya “Sejarah
Pendidikan Islam”,
yang dikutip oleh Suwito menjelaskan tentang materi pelajaran yang
bersifat wajib (ijbari)
sebagai
berikut :
- Al-Qur’an
- Shalat
- Do’a
- Sedikit ilmu nahwu dan bahasa arab (maksudnya yang dipelajari baru pokok-pokok dari ilmu nahwu dan bahasa arab belum secara tuntas dan detail).
- Membaca dan menulis
Sedangkan materi pelajaran ikhtiari
(pilihan) ialah ;
- Berhitung
- Semua ilmu nahwu dan bahasa arab (maksudnya nahwu yang berhubungan dengan ilmu nahwu dipelajari secara tuntans dan detail);
- Syair-syair
- Riwayat/ Tarikh Arab.12
- PENUTUP/KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan tentang “Pendidikan Islam
Masa Daulah
Abbasiyah”
, maka dapat disimpulkan:
- Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah.Puncak keemasan dan kejayaannya terjadi pada periode I terutama pada masa Khalifah Harun al Rasyid(786M-809M) dan putranya al-Makmum (813M-833M) yang sangat fokus pada perkembangan ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan.
- Lembaga-lembaga pendidikan baik yang sudah ada sebelumnya kemudian dilanjutkan pada masa Abbasiyah diantaranya : a). Kuttab b). pendidikan rendah istana c). Rumah-rumah para ulama’ d). rumah sakit e). perpustakaan dan f). masjid.
- Kemajuan pendidikan Islam dapat dilihat dari metode-metode dan materi yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Metode pendidikan yang digunakan ada tiga macam : 1) metode lisan, dengan system imla, ceramah, qira’ah dan diskusi. 2). Metode menghafal, dimana murid-murid diharuskan membaca berulang-ulang pelajarannya sampai melekat dibenak mereka. 3). Metode tulisan, yaitu pengkopian karya-karya ulama. Materi pelajaran yang digunakan ada yang bersifat wajib (ijbari) dan bersifat pilihan (ikhtiari). Materi yang bersifat wajib ialah : Al-Qur’an, shalat, do’a, sedikit ilmu nahwu dan bahasa arab dan membaca dan menulis. Sedangkat materi yang bersifat pilihan ialah : berhitung, semua ilmu nahwu dan bahasa arab secara keseluruhan, sya’ir-sya’ir dan riwayat/ tarikh Arab.
- Pada masa Abbasiyah muncul ilmuwan-ilmuwan muslim yang turut memperluas dan mengembangkan metodologi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sehingga tumbuhlah sarjana-sarjana yang ahli sesuai bidang keilmuan yang dimiliki, diantaranya : Alfarabi, Ibnu Sina, Al-farghani, Abu Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’ie Bukhari dan Muslim, Rabi’ah Al- Adawiyah dan Ahmad bin Hambal, dan banyak lagi yang lainnya.
- DAFTAR PUSTAKA
Yatim,
Badri.
2010.
Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Rajawali Pers
Suwito,
2005. Sejarah
Sosial Pendidikan Islam.
Jakarta: Prenada Media
Muchtarom,
Zuhairi.
1995. Sejarah
pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara.
Halim,
Abdul Soebahar.
2002. Wawasan
Baru Pendidikan Islam.
Jakarta: Kalam Mulia
Syam,
Ahmad. 1986. Daulah Al-Islamiyah
fi Al-‘Asry Al-Aabasy Al-Awal,
(Maktabah
Al Jalu Al Misriyah).
Jakarta: Bulan Bintang
2
Bojeno Gajane Stryzesweska. 2009. “Tarikh
Al Daulat al Islamiyah”. Jakarta:
Beirut al maktub al tijari. Hlm. 360
4
Ahmad Syam, 1986.
“Daulah
Al-Islamiyah fi Al-‘Asry Al-Aabasy Al-Awal,(
Maktabah Al Jalu Al Misriyah)”.
Jakarta: Bulan Bintang. Hlm. 206
7
Op. Cit. Suwito. Hlm. 12-13
8
Op. Cit. Zuhairi Muchtarom. Hlm. 92
9
Op.Cit. Zuhaiti Muchtarom. Hlm. 98
10
Op.Cit. Badri Yatim. Hlm.55
11
Op.Cit. Zuhairi Muchtarom. Hlm. 98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar