PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA RASULULLAH DI MAKKAH
- PENDAHULUAN
“Agama dapat menjadi petunjuk
yang berhasil untuk pencarian ilmu
pengetahuan. Dan
agama Islam dapat mencapai sukses dalam hal ini. Tidak ada
pertentangan antara ilmu genetika dan agama. Kenyataan di dalam
al-Quran yang ditunjuk kan oleh ilmu pengetahuan menjadi valid.
AI-Quran yang berasal dari Allah mendukung ilmu pengetahuan”.
Prof. Dr. Joe Leigh Simpson
Ketua Jurusan Ilmu Kebidanan
dan Ginekologi dan
Prof. Molecular dan Genetika
Manusia,
Baylor College Medicine,
Houston,
Amerika Serikat.
Telah dibuktikan oleh para ilmuan, bahwa islam adalah agama yang
banyak membuka ilmu pengetahuan. Dengan dari sumber Al-Qur’an yang
maha kaya akan rahasia ilmu yang tersimpan di dalamnya, dan Nabi
Muhammad adalah sebagai buku ilmu pengetahuan, tempat penyimpanan
dari segala kerahasian ilmu. Prof. Marshal Johnson, guru besar ilmu
anatomi dan perkembangan biologi, Universitas Thomas, Jefferson,
Philadelphia, Amerika Serikat berpendapat: “Nabi Muhammad SAW
adalah sebagai buku ilmu pengetahuan dari Allah”. Hal ini
dibuktikan dengan perkembangan sains yang terus berkembang dari zaman
ke zaman, terlebih setelah masa pasca dakwah Rasulullah perkembangan
ilmu politik, ekonomi, sosial, sains, filsafat, tafsir, bahkan
pendidikan, dan masih banyak lagi tidak dapat penyusun tulis di
makalah ini.
Pendidikan Islam tumbuh dan berkembang sejalan dengan adanya dakwah
Islam yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Berkaitan dengan itu
pula pendidikan Islam memiliki corak dan karakteristik yang berbeda
sejalan dengan upaya pembaharuan yang dilakukan secara terus menerus
pasca generasi Nabi, sehingga dalam perjalanan selanjutnya pendidikan
Islam terus mengalami perubahan baik dari segi kurikulum (mata
pelajaran), maupun dari segi lembaga pendidikan Islam yang dimaksud.
Hal ini berarti bahwa sesungguhnya adanya upaya perubahan, walaupun
sedikit benar-benar telah nampak dan terjadi secara alamiah (nature)
dalam pendidikan Islam.
Sedikitnya ada 5 fase yang dapat menjadi acuan dalam memahami dan
menjelaskan periodesasi pendidikan Islam. Pertama, masa pembinaan
pendidikan Islam, kondisi pendidikan Islam yang terjadi pada masa
awal kenabian Muhammad; kedua, masa pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam, yaitu kondisi pendidikan Islam yang terjadi pada
masa Nabi Muhammad dan masa Khulifaurrasyidin; ketiga, masa kejayaan
pendidikan Islam, satu kondisi pendidikan Islam yang banyak
menggunakan dua pola pemikiran berbeda. Dari pola pemikiran yang
bersifat tradisional yang lebih banyak didasarkan pada pemahaman
konstektual wahyu secara empiris. Masa ini terjadi pada pemerintahan
Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah; keempat, masa kemunduran pendidikan
Islam, satu masa dimana kondisi ummat islam saat itu lebih banyak
bertumpu pada cara berpikir rasional yang telah diambil oleh Barat,
dan yang kelima, masa pembaharuan atau modernisasi pendidikan Islam.
Sebuah totalitas kesadaran kolektif ummat Islam terhadap segala
kekurangan dan problematika yang dihadapi pendidikan Islam untuk
kemudian dapat diperbaiki dan perbaharui sepadan dengan kemajuan atau
minimalnya dapat mengikuti perkembangan yang dilakukan Barat saat
itu.1
Masa Abbasiyah merupakan masa ke terbukaan
terhadap kebudayaan dan peradaban asing seluas-luasnya. Dikarenakan
keterbukaan terhadap pemikiran asing demikian besar maka ia tidak
dapat membawa keterbukaan terhadap diri sendiri, yaitu peninggalan
Arab Islam. Tidak mengherankan jika pada masa ini muncul empat Imam
terkenal dalam ilmu fiqih, yaitu Imam Abu Hanifah (80-150 H), Imam
Malik (95-179 H), Imam Asy-Sya’fi (150-204 H), dan Imam Hanbali
(164-241 H). sampai sekarang dunia Islam masih mengikuti empat Imam
madzhab tersebut. Selain itu, pada masa ini muncul pula pengumpul
hadi sahih yang masyhur, yaitu Imam Al-Bukhori (194-256 H). Dalam
sejarah Islam dicatat bahwa masa Abbasiyah di sebut dengan “periode
keemasan” karena pada masa ini ilmu-ilmu akal sudah mulai masuk dan
bermunculan, pembinaan sekolah-sekolah, dan timbulnya pemikiran
pendidikan yang Istimewa.2
- PEMBAHASAN
Permulaan periode kekuasaan
Daulat Abbasiyah di tandai oleh kegiatan penerjemahan ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani, Persia, dan bahasa India, dibawah
komando kepemimpinan Harun ar-Rasyid dan al- Ma’munsebagai akibat
dari kegiatan penerjemahan ini dari para sarjana muslimm sebagian
besar di pengaruhi oleh ilmu pengetahuan asing, khususnya ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani. Karya-karya
Plato dan Aristotelesdi nilai sangat penting sebagaimana Hanya al-
Qur’an. Dalam kaitan inni para sarjana Muslim mulai penafsirkan
ajaran islam dalam kerangka pemikiran Aristoteles dan mencoba
mengharmoniskan antara ajaran islam dengan filsafat Yunani. Hal ini
selanjutnya banyak menimbulkan doktrin pemikiran filsafat yang saling
bertentangan sebagaimana di perlihatkan oleh Mu’tazilah. Penguasa
Abbasiyah, khususnya al-Ma’mun memberlakukan doktrin tersebut dan
mencoba memaksakan pemikiran tersebut kepada kaum muslimin dengan
cara yang kasar dan keras. Situasi ini selanjutnya menimbulkan
organisasi oposisi yang di dukung oeh para sarjana muslim ortodok dan
para teolog lainya. Empat teolog muslim yang besar, yaitu Imam Abu
Hanifah (d. 767 A.D), Imam Malik (d. 795 A.D), Imam Syafi’I (825
A.D.) DAN Imam Ahmad bin Hambal (d.855A.D.) Hidup pada peride ini,
tetapi ia tidak bergeser dari ajaran Khulafaur Rasyidin dalam segi
materi keagamaan.
Pendidikan pada periode ini masih sama dengan
pendidikan yang di laksanakan pada peride awal, yaitu dengan
menetapkan al-Qur’ansebagai dasar pendidikan. Para siswa,
(laki-laki)belajar membaca, menulis tata bahasa(grammar), philology,
moral dan praktek ibadah(sholat). Pelajaran membaca al-Qur’an dan
praktek ritual di wajibkan, sementara istirahat juga di lakukan
secara suka rela atau sekehendak siswa. Dalam hal ini menarik sekali
untuk di catat pengetahuan Harun al- Rasyid kepada guru al- Ma’mun:
“Ajarkanlah al-Qur’an, sejarah, membaca sya’ir, dan al-sunnah,
serta berikanlah keterampilan bercakap-cakap kepadanya. Janganlah ia
membuat tidak bahagia, karena yang demikian itu dapat membunuh
kecerdasan dan potensi yang di milikinya, tetapi juga jangan terlalu
lemah menghadapi mereka.” Catatan ini memperhatikan bahwa
pendidikan yang di berikan pendidikan kepada para putera mahkota
keadaanya berbeda dengan pendidikan yang umumnyadi berikan kepada
masyarakat. Pendidikandasar ini di ikuti dengan pendidikan tingkat
lanjutan, yaitu di samping pelajaran al- Qur’an, hadits, juga
pelajaran bahasa Arab, literature, filsafat dan lain-lain. Pengajaran
tersebut di lakukan oleh para sarjana berpendidikan di masjid masjid.
Imam Syafi’I bertugas mengajar tafsir al-Qur’an, hadis, filsafat,
retorika, grammar dan syair. Sementara al- Tabary mengajar syair di
masjid Amar. Sementara itu al- Jubai yang di kenal sebagai Mu’tazili
(abad kesembilan) bertugas sebagai dosen filsafat di Masjid Bashra.
Sebagai tambahan perlu di kemukakan bahwa di samping masjid terdapat
pula tempat lainya untuk kegiatan pengajaran dan penelitian seperti
Baital-Hikmah, Dar al-Ilm dan perpustakaan. Baita al- Hikmah di
bangun oleh al- Ma’mun (833 A.D).yang di lengkapi dengan
perpustakaan, pusat kegiatan penerjemahan, ruang penelitian dan
asrama bagi para pelajar. Sementara itu Khizanat al- Hima telah pula
didirikan oleh yahya dan Dar al Ilm oleh ja’far bin Muhammad di
Mausil. Pada periode ini
juga madrasah-madrasah sudah dapat di jumpai tempat belajar yang
meliputi Agama dan filsafat sebagaimana Madrasah yang di bangun oleh
al Baihaqi di Nisyafur.3
- PENDIDIK
- IMAM HANIFAH
Imam Abu Hanifah lahir di Kufah, Irak, tahun 80 H dan wafat di
Baghdad pada tahun 150 H. Nama lengkapnya adalah Nu’ma Ibn Tsabit
Ibn Zautha. Ayahnya adalah seorang keturunan bangsa Persia yang lahir
di Kabul, Afganistan dan seorang saudagar besar, pedagang bahan
pakaian. Maka sejak muda, beliau terdidik dalam urusan berdagang dan
berniaga. Sebab itu sekalipun beliau telah menjadi pecinta ilmu dan
seorang alim terkemuka, namun tetap berdagang ke kota-kota ini. Dan
oleh karenanya beliau ternasuk alim baesar yang berharta dan terkenal
dengan kedermawanannya.
Sebagai seorang pedagang, imam Abu Hanifah mempunyai sifat seperti;
kaya hati, kuat dalam memegang amanah, murah hati, amat kuat dalam
menjalankan agama. Karena sifat-sifat itulah Imam Hanifah menjadi
pedagang yang tampil beda antara pedagang-pedagang yang lain. Beliau
tudak mengambil untung yang berlebihan apabila pembelinya adalah
orang yang baik atau lemah ekonominya. Keuntungan berdagang beliau
tidak hanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beliau
pernah mengumpulkan keuntungan dagangnya selama satu tahun kemudian
diberikan kepada ulama dan ahli hadist untuk kebutuhan mereka.
Sebelum menggeluti fiqih, Imam Hanafi terlebih dahulu memperdalam
ilmu Kalam (teologi). Dalam hal ini beliau dikenal sebagai orang yang
berpandangan luas serta rajin bertukar fikir dalam masalah-masalah
ketuhanan. Imam Hanafi mulai menggeluti fiqih denga ulama-ulama
terkenal, kebanyakan guru-guru beliau ketika itu adalah para ulama
tabi’in, diantara mereka: Imam Athaa Abin Rabah (114 H), Imam Nafi
Maula Ibnu Umar (117 H) dan lain-lain. Adapun guru beliau yang
termashur adalah Muhammad Ibnu Sulaiman (120 H). imam Hanafi berguru
padanya dalam tempo 18 tahun.
Pada masa hidupnya, beliau melalui dua masa dinasti, 52 tahun hidup
dalam Dinasti Umayyah dan 18 tahun hidup di masa Dinasti Abbasiyah.
Dalam perjalanan hidupnya, Imam Hanafi sempat menyaksikan
tragedi-tragedi besar di Kufah. Kota Kufah memberikan makna bagi
kehidupannya sehingga menjadi seorang ulama dan Imam Al-‘Azam,
tetapi disisi lain beliau merasakan kota Kufah sebagai teror yang
diwarnai dengan pertentangan politik yang sempat membawanya kedalam
ke penjara karena menolak berpartisipasi dalam pemerintahan Bani
Umayyah.4
- IMAM SYAFI’I
Nama asli Imam Syafi’I adalah Muhammad Abu Abdillah bin Idrist bin
Abbas bin Usman bin Syafi’i. ia masih satu keturunan dengan Nabi
Muhammad SAW dari moyangnya Abdimanaf, sementara ibunya bernama
Fatimah berketurunan dari Ali bin Abi Thalib. Syafi’I dilahirkan
pada bulan Rajab tahun 150 H di Khujjah daerah Palestina. Ia
dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal pada saat ia
dalam kandungan ibunya. Namun dalam keterangan yang lain, ayahnya
meninggal di Gaza dua tahun setelah Syafi’I dilahirkan.
Pada usia dua tahun, Syafi’I dibawa pulang ibunya ke tanah airnya
di Makkah, kembali ke rumah ayahnya yang dekat dengan Masjidil Haram.
Kehidupannya sederhana, bahkan penderitaan dan kesusahan hidup ia
alami di masa kecil semakin memacu dirinya untuk giat menuntut ilmu.
Semangat belajarnya yang luar biasa ini membuahkan hasil yang
spektakuler di luar nalar manusia pada umumnya, karena pada usia
sembilan tahun ia sudah hafal Al-Qur’an 30 Juz di luar kepala dan
lancar.
Kemudian Syafi’I pergi ke dusun Bani Huzail di Makkah untuk belajar
bahasa Arab, karena disana terdapat pengajar-pengajar bahasa Arab
yang fasih dan asli. Ia belajar satra Arab sampai mahir dan banyak
menghafal syai’ir-sya’ir dari Imrul Al-Qais, Zuhai dan Jarir
selama kurang lebih sepuluh tahun. Sampai akhirnya ia terdorong untuk
memahami kandungan Al-Qur’an.
Selanjutnya beliau belajar fiqih kepada Muslim ibn Khalid al-Zanjiy
orang mufti Makkah dan belajar pada Sufyan Ibn ‘Uyainnah di Makkah.
Kemudiaan ia pergi ke Madinah dan menjadi murid Imam Malik hingga
gurunya mennggal dunia. Setelah itu ia merantau ke Yaman. Di Yaman ia
pernah mendapat tiduhan dari Khalifah Abbasiyah (penguasa waktu itu),
bahwa ia telah membai’at ‘Alawiy atau dituduh sebagai Syi’iy.
Karena tuduhan itu dihadapkan kepada Harun Ar-Rasyid. Tetapi khalifah
membebaskannya dari tuduhan tersebut. Peristiwa ini terjadi pada
tahun 184 H. imam Syafi’I wafat pada malam Jum’at tanggal 28
Rajab 204 H, dalam usia 54 tahun akibat penyakit yang dideritanya dan
pendarahan terus menerus pada anusnya. 5
- AL-GHAZALI
Nama lengkapnya ialah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad, mendapat
gelar Imam besar Abu Hamid Al-Ghazali Hujjatul Islam yang dilahirkan
pada tahun 450 H/1058 M, di suatu kampung yang bernama Ghazalah,
thusia, suatu kota dinKhurasan, Persia. Ia keturunan Persia dan
mempunyai hubungan keluarga dengan raja-raja Saljuk yang
memerintahkan daerah Khurasan, Jibal, Irak, Jazirah, Persia dan
Ahwaz. Ayahnya seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha sendiri,
bertenun kain bulu dan ia sering kali mengunjungi rumah alim ulama,
menuntut ilmu dan berbuat jasa kepada mereka. Ia (ayah Ghazali)
sering berdoa kepada Allah agar diberikan anak yang pandai dan
berilmu. Akan tetapi belum sempat menyaksikan (menikmati) jawaban
Allah atas doanya, ia meninggal dunia pada saat putra idamannya masih
usia anak-anak.6
- IBNU KHALDUN
Abdur
Rahman Ibn Khaldun di lhirkan di Tunis pada tanggal 27 Mei tahun
1332. Ia adalah keturunan Banu Khaldun dari Spanyol yang kemudian
pindah ke Tunis. Ibn Khaldun memulai pendidikanya dengan belajar
al-Qur’an. Ia termasuk orang yang beruntung dalam memperoleh
pendidikan dasar yang di kakukan guru terkenal di Tunis. Ia
menunjukan perhatianya pada masalah hukum, adat istiadat, bahasa,
tata bahasa dn syair. Ia kemudian mempelajari logika, filsafat,
teologi dan ilmu pengetahuan Islam lainya. Setelah mencapai usia 21
tahun ia bekerja sebagai pegawai pada kerajaan Tunisnamun ia
meninggalkan pekerjaan tersebut. Pada tahun 1354 ia di undang ke Fez
untuk menjadi tenaga sekretaris pada Abu Enam, tetapi setelah
beberapa tahun ia meninggalkan pekerjaan tersebut. Pada tahun 1362 ia
pergi keistana Sultan Granada dan tinggaldisana selama dua tahun, dan
kemudian pergi ke Afrika. Pada kesempatan tersebut ia mendapatkan
kedudukan yang tinggi, dan kemudian pergi ke Qalat bin sama dan
tinggal di sana hingga tahun 1378. Pada saat berada di tempat yang
tersebut terakhir ini, Ibn Khaldun mulai menulis sejarah dunia
yangamat terkenal yang di beri judul Kitab al-I’bar wa Diwan
al-Khabar. Pada tahun 1382 ia pergi menuju Mekkah, tetapi berhenti di
Kairo, ia diangkat sebagai guru pada Universitas Az-Azhar.7
- PESERTA DIDIK
Peserta didik dari setiap masa ke masa adalah
milik umum. Umum, kepada siap saja yang ingin menimba ilmu kepada
mereka, tidak ada batasan apapun atau syarat apun yang harus dimiliki
oleh calon peserta didik. Kecuali, peserta didik harus mampu
menjalankan atau memenuhi peraturan yang ada pada lembaga tersebut,
formal maupun non formal.
Pada masa Abbasiyah ini, seluruh lembaga
pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkat, yaitu:
pendidikan dasar (rendah), pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
- MATERI PENDIDIKAN
Salah satu keistimewaaan Al-Ghazali adalah penelitian, pembahasan san
pemikirannya yang sangat luas dan mendalam, sehingga beliau memandang
suatu masalah dari berbagai aspek san sudut pandangan. Berikut uraian
pemikiran Al-Ghazali terhadap pendidikan.
- ASPEK PENDIDIKAN KEIMANAN
- Al-Ghazali mengatakan
- “Dan yang iman adalah mengucaokan dengan lidah, mengkui benarnya dengan hati dan mengamlakannya dengan anggota”
- Jelasnya bahwa, pengertian iman disini meliputi tiga aspek: pertama, ucapan lidah atau mulut, karena lidah adalah penerjemahan hati, akan tetapi bayi yang baru lahir telah mengakui adanya Allah dengan pengakuan jiwa, bukan oengakuan dengan lidah. Kedua, pembenaran hati dengan cara I’tiqad dan taqlid bagi orang awam atau manusia pada umumnya, sedangkan secara kasyaf (membuka hijab hati) bagi seorang khawas.
- ASPEK PENDIDIKAN AKHLAK
- Suatu bidang ilmu pengetahuan yang paling banyak mendapat perhatian, pengkajian dan penelitian oleh Al-Ghazali adalah lapangan ilmu akhlak karena banyak berkaitan dengan perilaku manusia, sehingga hampir setiap kitab-kitabnya yang meliputi berbagai bidang selalu ada hubungannya dengan pelajaran akhlak dan pembentukan budi pekerti manusia.
- Al-Ghazali memeng begitu besar memperhatikan sekaligus usahanya yang tak pernah berhenti untuk mengarahkan kehidupan manusia menjadi berakhlak, bermoral. Dia pun sebagai penggebrak kebiadaban. Hampir seluruh hidupnya ia curahkan untuk berkampanye yang bertema “ Gerakan Akhlak Moral”
- Al-Ghazali memberikan definisi akhlak “ Al-Khuluk (jamaknya Al-Akhlaq) ia ibarat (sifata atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan wajar dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan”
- ASPEK PENDIDIKAN AKLIYAH
- Al-Ghazali menjelaskan:
- “Akal adalah sebagai sumber ilmu pengethuan tempat terbit dan sendi-sendinya. Dalam ilmu pengetahuan itu berlaku dari akal, sebagaimana berlakunya buah-buahan dari pohon, sinar dari matahari dan penglihatan dari mata”
- Bahwa akal adalah sumber ilmu pengeahuan, teknologi untuk menemukan dan menciptakan alat-alat yang berguna baginya untuk menghadapi problema-problema kehidupan manusia. Manusia memerlukan alat dan sarana untuk makan, berpakaian, erumahan, kesenagan jasmani dan rohani dan sebaiknya. Nadhariah segala karya manusia inilah yang disebut kebudayaan.
- ASPEK PENDIDIKAN SOSIAL
Secara sosiologis, manusia adalah mahluk hidup sosial, Zoon
Politicon-homo sosios; ia tidaklah dapat hidup seorang diri dan
terpisah dari manusia yang lain. Manusia senantiasa hidup dalam
kelompok-kelompok yang saling menguuntungkan, baik kelompok kecil
seperti keluarga maupun kelompok besar atau masyarakat.
- ASPEK PENDIDIKAN JASMANIYAH
- Al-Ghazali menempatkan aspek jasmaniyah manusia pada tingkat yang ketiga dari tingkat-tingkat kebahagiaan manusia, ia berpendapat:
- “Keutamaan-keutamaan jasmaniyah terdiri dari empat macam: kesehatan jasmaniyah, kekuatan jasmani, keindahan jasmani dan panjang umur”8
Dan masih banyak lagi materi ajar yang disampaikan
pada murid-muridnya, diantaranya: membaca dan menghapal Al-Qur’an,
pokok-pokok agama islam, menulis, tarikh, membaca dan menghapal
sya’ir, berhitung, dasar-dasar nahwu dan sharaf, bahasa Arab dan
sastranya, fiqh, tafsir, hadist, ilmu-ilmu eksakta, mantik, falaq,
ilmu-ilmu kealaman, kedokteran, musik, filsafat ilmu hewan dan masih
banyak lagi.9
- METODE PEMBELAJARAN
Menurut Ibn Khaldun berpendapat
bahwa kemampuan berfikir adalah naluri khusus yang dimiliki manusia
yang di berikan Tuhan khusus kepadanya dan tidak kepada makhlu
lainya. Akal adalah factor penggerak
dan pendorong yang terdapat dalam jiwa. Kemampuan akal ini memiliki
tiga tipe sebagai berikut:
- Intellegensi kecerdasan yang memungkinkan manusia memahami segala sesuatu sebagaimana ia jumpai dalam kehidupan masyarakat manusia.
- Intellegensi ekperimen yang memungkinkan manusia untuk menerima pandangan dan mengajarnya tentang berbagai aturan dan perbuatan.
- Intellegensi meramalkan yang memberikan pandangan tentang ide-ide umum mengenai sesuatu yang ada sesuai dengan jenis, tingkatan penyebab yang bersifat pokok dan sekunder.
- Tipe-tipe pemikiran ini dapat di jumpai dalam penduduk masyarakat. Itulah sebagai hasil dari fungsi masyarakat tertentu dan manifestasi yang unik bagi kehidupan masyarakat seperti waktu luang untuk merenung (berkontemplasi)..10
Jika menurut Imam Abu Hanifah ialah menggunakan kecerdasan berfikir.
Seorang mujtahid maupun seorang pendidik, Abu Hanifah mempunyai
metode yang baik dalam menerapkan pelajarannya kepada murid-muridnya.
Sistem yang dipakai Abu Hanifah dalam memberi pelajarannya kepada
para muridnya, bukan dengan cara menyuapin atau memompakan ilmu
kepada mereka, karena cara itu dianggap mematikan daya ingat
seseorang. Beliau mengembangkan metode bimbingan yakni menuntun atau
membimbing murid supaya berkembang sebagaimana wajarnya. Abu Hanifah
selalu menekankan kepada murid-muridnya untuk berfikir kritis. Beliau
tidak ingin muridnya menerima begitu saja yang disampaikannya,
melainkan mereka boleh mengemukakan tanggapan, pendapat dan kritik.
Seringkali beliau ditemukan berdiskusi dan berdebat dengan muridnya
tentang suatu masalah. Beliau memberikan kebebasan berfikir dan
mengemukakan pendapat kepada murid-muridnya.
Dalam dunia pendidikan, berfikir rasional dan kritis adalah
perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan
masalah. Pada umumnya murid yang berfikir rasional alan menggunakan
prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan
“Bagaimana” dan “ Mengapa”. Dalam berfikir rasional murid
akan dituntut menggunakan logika atau akal sehat untuk menentukan
sebab akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan dan bahkan
juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan.
Dalam hal berfikir kritis, murid dituntut menggunakan strategia
tertentu yang tepat untuk menguji keandalan pemecahan permasalahan
dan mengatasi kesalahan ataupun kekurangan.
Seyognyalah, bahwa objek pikiran atau permasalahan tiu ada dalam
lingkungan minat dan kemampuan anak. Setiap pemecahan permasalahan
memerlukan tahap berfikir paling sukar. Untuk mengetahui jenis
latihan dan macam tugas yang dapat mendorong melakukan kerja fikir
sampai taraf tertentu, pengajra perlu mengetahui macam taraf berfikir
yang ada. Taraf-taraf berfikir merupakan hasil penemuan dan
penelitian yang dilakukakan oleh para psikolog dalam masalah belajar.
Dibawah ini adalah lima kegiatan dalam tahap berfikir:
Imam Abu Hanifah (80 H-150 H) Pengaruh Berfikir Dalam
Pendidikan11
-
TarafNama Taraf BerfikirMacam kerja fikir yang diajarkan5EvaluasiBerfikir kreatif atau berfikir untuk memecahkan masalah4Analisa dan sintesaBerfikir menguraikan dan menggabungkan3AlikasiBerfikir menerapkan2KomprehensifBerfikir dalam konsep dan belajat pengertian1PengetahuanBelajar reseptif atau menerima
- LEMBAGA PENDIDIKAN
Seluruh lembaga pendidikan Islam pada masa Abbadiyah dapat
dikalsifikasikan menjadi tingkat. Pertama, pendidikan dasar (rendah)
yang terdiri dari kuttab, rumah, toko, pasar dan istana. Kedua,
pendidikan menengah yang mencakup masjid dan sanggar seni dan ilmu
pengetahuan. Ketiga, pendidikan tinggi yang meliputi masjid,
madrasah, dan perpustakaan seperti Bait al-hikmah di baghdad dan dar
al-ulum di kairo.12
- PENUTUP/KESIMPULAN
Masa Abbasiyah merupakan masa ke terbukaan
terhadap kebudayaan dan peradaban asing seluas-luasnya. Dikarenakan
keterbukaan terhadap pemikiran asing demikian besar maka ia tidak
dapat membawa keterbukaan terhadap diri sendiri, yaitu peninggalan
Arab Islam. Tidak mengherankan jika pada masa ini muncul empat Imam
terkenal dalam ilmu fiqih, yaitu Imam Abu Hanifah (80-150 H), Imam
Malik (95-179 H), Imam Asy-Sya’fi (150-204 H), dan Imam Hanbali
(164-241 H). sampai sekarang dunia Islam masih mengikuti empat Imam
madzhab tersebut. Selain itu, pada masa ini muncul pula pengumpul
hadi sahih yang masyhur, yaitu Imam Al-Bukhori (194-256 H). Dalam
sejarah Islam dicatat bahwa masa Abbasiyah di sebut dengan “periode
keemasan”.
- DAFTAR PUSTAKA
Alavi, Ziannuddin. (2003). “Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad
Klasik dan Pertengahan”. Bandung:Angkasa.
Al-Khudhari, Zainab. (1979). “Filsafat Sejarah Ibn Khaldun”
Bandung: Pustaka.
Arief, Armai. (2004). “Sejarah pertumbuhan dan Perkembangan
Lembaga Pendidikan Islam Klasik” Jakarta: Angkasa dan UIN
Jakarta
Fauzan dan Suwito. (2003). “Sejarah Pemikiran para Tokoh
Pendidikan” Bandung: Angkasa.
Susanto, A. (2009). “Pemikiran Pendidikan Islam”.
Jakarta:Amzah
Zainuddin, Dkk. (1991). “Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali”
Jakarta: Aksara.
2
Susanto. (2009). “Pemikiran Pendidikan Islam” Jakarta:
Amzah. Pp. 28-29
3
Ziannuddin. (2003). “Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad
Klasik dan Pertengahan” Jakarta:Angkasa. pp. 4-5
4 .
Suwito dan Fauzan. Op. Cit, Pp. 28-30
5
Suwito dan Fauzan. Ibid, Pp. 42-47
6
Zainuddin Dkk. (1991). “Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali”
Jakarta: Bumi Aksara. P. 7
7
Ziannudin. Ibid. pp. 69-70
8
Zainuddin Dkk. Op. Cit, Pp.96-126
9
Armai, Arief. (2004). “Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Klasik” Jakarta: Angkasa dan
UIN. Pp:139-140
10
Zainab Al-Khudari. (1979). “Filsafat Sejarah Ibn Khaldun”
Bandung:Pustaka. Pp.8-9
11
Suwito dan Fauzan. Ibid, Pp. 32-37
12
Arma, Arief. Op. Cit. p. 139
Tidak ada komentar:
Posting Komentar