Senin, 03 Maret 2014

filsafat pragmatisme

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada jaman modern, khususnya abad ke-17 adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan apakah saran yang paling memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bercorak epistemologis ini, maka dalam filsafat abad ke-17 munculah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Aliran filsafat tersebut adalah rasionalisme dan empirisme.
Empirisme itu sendiri pada abad ke-19 dan ke-20 berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda, yaitu positivisme, matrealisme, dan pragmatisme.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di bahas. Maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian pragmatisme?
2.    Siapa saja tokoh filsafat pragmatisme?
3.    Apa kritik terhadap pragmatisme?

C.    Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini sesuai dengan rumusan masalah, yaitu:
1.    Memahami pengertian pragmatisme.
2.    Mengetahui tokoh filsafat pragmatisme.
3.    Memahami kritik terhadap pragmatisme.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman  pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis dan bermanfaat.Dengan demikian patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. (Praja,2005:171).
Kata pragmatisme sering kali di ucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme. (Ahmad Tafsir, 2010: 189)
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuati ialah, apakah sesuatu itu memiliki kgunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif dan tidak mutlak. Mungkin suatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat keduatem sistem filsafat sebelumnya seperti bentuk- bentuk aliran matrealisme, idealisme, dan realisme. Mereka mengatakan bahwa pada masa lalu filsafat telah keliru karena mencari hal- hal mutlak, yang ultimate, esensi – esensi abadi, substansi, prinsip yang tetap dan sistem kelompok empiris, dunia yang berubah serta proble – problemnya, dan alam sebagai sesuatu dan manusia tidak dapat melangkah keluar dari padanya.
Sejarah menunjukan sengketa mengenai masalah di bidang filsafat selalu menyebabkan adanya sementara orang yang menolaknya sebagai suatu masalah yang tidak mengandung harapan untuk dipecahkan, sperti halnya penganut neo-positivisme, dan menyebabkan sementara orang yang lain memandangnya sebagai sesuatu yang tidak berfaedah.
Penganut pragmatisme menaruh perhatian pada peraktek. Mereka memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan  untuk hidup yang berlangsung terus menerus yang didalamnya terpenting adalah konsekwensi-konsekwensi yang bersifat praktis. Konsekwensi tersebut erat hubungannya dengan makna dan kebenaran. Demikian eratnya sehingga oleh seorang penganut pragmatisme dikatakan bahwa kedua hal tersebut sesungguhnya merupakan ketunggalan. (Louis O. Kattsoff, 1992:130)
Pragmatisme dalam pengembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme, yaitu:
1.    Menolak segala intelektualisme.
2.    Menolak absolutisme.
3.    Meremehkan logika formal.

B.    Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme
Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
1.    William James (1842-1910 M)
William James dilahirkan di New York pada tahun 1842 M dan menjadi dosen di Harvard University dalam mata kuliah anatomi, fisiologi, fsikologi, dan filsafat.
Ia memandang pemikirannya sendiri sebagai kelanjutan empirisme Inggris, namun empirismenya bukan merupakan upaya menyusun kenyataan berdasarkan atas fakta-fakta lepas sebagai hasil pengamatan. James membedakan dua macam bentuk pengetahuan. Pertama: pengetahuan yang langsung diperoleh dengan jalan pengamatan. Kedua: merupakan pengetahuan tidak langsung yang diperoleh dengan melalui pengertian. (Mustasyir, 1999:95)
Pemikiran yang dicetuskannya adalah aliran atau paham yang menitik beratkan bahwa kebenaran ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan memperhatikan kegunaannya secara praktis. Di dalam bukunya ”The Meaning of Truth” James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang  benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. (Sudarsono, 2001:337)
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung dari keberhasilan perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan – kemungkunan hidup.
James membawakan pragmatisme ini diturunkan kepada dewey yang  mempraktekkanya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.
2.    John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey lahir di Baltimore dan kemudian menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan kemudian juga di bidang pendidikan di chicago (1894-1904) dan ahirnya di unifersitas columbia(1904-1929).
Dewey adalah seorang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. (Praja,2005: 173)
Bagi John Dewey manusia itu bergerak dalam kesungguhan yang selalu berubah. Jika ia sedang menghadapi kesulitan, maka mulailah ia berfikir untuk mengatasi kesulitan itu. Jadi, berfikir tidaklah lain dari pada alat untuk bertindak. Pengertian itu lahir dari pengalaman. ( Poedjawijatna, 1980: 128)
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey mengatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah intrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat intrumentalisme. Oleh karna itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan pengolahannya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat di fahami dengan sebaik-baiknya dangan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
Pertama, kata”temporalisasi” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata”futurisme” mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemaren. Ketiga, kata”milionarisme” berarti bahwa dunia dapat di buat lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh William James.



C.    Kritik-Kritik Terhadap Pragmatisme.
Kekeliruan pragmatisme dapat di buktikan dalam tiga tataran pemikiran:
Kritik dari segi landasan ideologi pragmatisme.
Pragmatisme di landaskan pada pemikiran dasar (aqidah) pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Hal ini nampak dari perkembangan historis kemunculan pragmatisme, yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari empirisme. Dengan demikian, dalam knteks ideologis, pragmatisme berarti menolak agama sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, ialah mengakui keberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan dari sinilah di bahas, apakah Al Khaliq telah menentukkan suatu peaturan tertentu lalu manusia di wajibkan untuk melaksanakannya dalam kehidupan, dan apakah Al Khaliq akan menghisab manusia setelah mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan Al Khaliq ini.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pragmatisme merupakan perkembangan dari aliran empirisme pada abad ke-19 dan ke-20. Aliran filsafat ini adalah suatu sikap, metode dan filsafat yang memakai akibat. Patokan pragmatisme adalah manfaat bagi hidup praktis, aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja hanya membawa akibat praktis.
Tokoh pragmatisme yaitu William James dan John Dewey. James mencetuskan aliran atau paham yang menitik beratkan bahwa kebenaran ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan memperhatikan kegunaannya secara praktis. Sedangkan John Dewey mengemukakan bahwa filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Bagi John Dewey, manusia itu bergerak dalam kesungguhan yang selalu berubah.

B.    Saran
Pada penyusunan makalah ini tentu saja masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kepada pembeca kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Musytansyir, Rizal dan Misnal Munir. 1999. Filsafat Ilmu. Bandung: Pustaka Setia.
Poedjawijatna. 1980. Pembimbing kearah Alam Filsafat. Jakarta: Pustaka Sarjana.
Praja, Juhaya S. 2005. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Perdana Media.
Sudarsono. 2001. Ilmu Filsafat, Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kattsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Yogya: Tiara Wacana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar