Sabtu, 01 Maret 2014

asmaul husna


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Sejak dulu para ulama telah banyak membahas dan menafsirkan nama-nama ini, karena nama-nama Allah adalah alamat kepada yang mesti kita ibadahi dengan sebenarnya. Meskipun timbul perbedaan pendapat tentang arti, makna, dan penafsirannya akan tetapi yang jelas adalah kita tidak boleh  dalam mempergunakan atau menyebut nama-nama Allah.
Selain perbedaaan dalam mengartikan dan menafsirkan suatu nama terdapat pula perbedaan jumlah nama, ada yang menyebut 99, 100, 200, bahkan 1.000 bahkan 4.000 nama, namun menurut mereka, yang terpenting adalah hakikat Allah swt yang harus dipahami dan dimengerti oleh orang-orang yang beriman seperti Nabi Muhammad saw.
Seluruh nama Allah bersifat Taufiqiyah, yaitu tidak ada ruang sedikitpun bagi akal untuk menentukannya. Akal kita tidak mungkin sampai pada segala sesuatu yang menyangkut hak Allah seperti dalam masalah nama-nama-Nya.
  1. Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan Asmaul Husna?
  2. Bagaiamana memahami 10 Asmaul Husna?
  3. Bagaimana sejarah turunya ayat asmaul husna?
  1. Tujuan Penyusunan Makalah
  1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Asmaul Husna.
  2. Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai memahami 10 Asmaul Husna.
  3. Untuk mengetahui asal usul turunya ayat asmaul husna.






BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Asmaul Husna
Pengertian Asmaul Husna berasal dari bahasa arab yang berarti nama, beberapa nama dan yang berarti yang baik, yang indah. Sedangkan menurut istilah, Asmaul Husna berarti nama-nama yang indah bagi Allah SWT. Asmaul Husna hanya pantas dimiliki Allah SWT. sesuai kebesaran dan keagunga-Nya. Walaupun ada manusia yang mempunyai nama seperti Asmaul Husna, namun hal itu hanyalah kesamaan nama saja. Asmaul Husna Allah sempurna, sedangkan nama-nama baik manusia sangat banyak kelemahannya, tidak sesuai dengan keadaannya.1
Kata Al-Asma’ Al-Husna terdiri dari dua kata Al-Asma’ dan Al-Husna artinya nama dan Al-Husna artinya terbaik. Dengan demikian Al-Asma’ Al-Husna diartikan sebagai nama-nama atau sifat-sifat yang terbaik nama yang sangat sempurna, tidak sedikitpun tercemar ataupun kekurangan.
  1. Memahami Sepuluh Asmaul Husna
Berikut ini akan kami uraikan 10 Al-Asma Al-Husna, yaitu: Al-Muqsit, Al-Waris, An-Nafi’, Al-Basit, Al-Hafiz, Al-Waliyy, Al-Wadud, Al-Rafi’, Al-Mu’iz, dan Al-‘Afuww.
  1. Al-Muqsit (Yang maha adil)
Kata Al-Muqsit berasal dari kata Al-Qis artinya adil. Al-Muqsit menunjuk pada pengertian pelaku keadilan yakni yang memberikan hak yang sewajarnya yang harus diterima atau populer dengan sebutan Yang mahaadil.
Maksud bahwa Allah Al-Muqsit adalah Dia yang memberikan bagian (rezeki) yang sesuai untuk makhluk-Nya. Kenyataannya, manusia ada yang menerima rezeki yang dilapangkan (banyak) dan ada yang disempitkan (sedikit).
Menurut Al-Ghazali, Yang mahaadil disini berbeda dengan sifat Allah Al-‘Adl. Al-Muqsit artinya “Yang memenangkan atau membela yang teraniaya dari yang menganiaya”. Kesempurnaan sifat ini adalah dengan menjadikan yang teraniaya dan yang menganiaya sama-sama rela.
Sebagai contoh dalam Hujjatul Islam diceritakan bahwa kelak dihari kemudian seorang teraniaya datang mengadukan kepada Allah sambil menuntut haknya. Tetapi karena yang menganiaya tidak mempunyai amal yang cukup untuk dialihkan kepada si teraniaya, dia meminta agar dosanya dipikul oleh si penganiaya. Allah memerintahkan agar si teraniaya melihat keatas, ternyata terdapat istana-istana dengan berlian mutu menikam, yang diperuntukkan bagi orang yang mau memaafkan saudarnya. Inilah contoh Al-Muqsit, mampu memutuskan perselisihan dengan hasil yang kenyenangkan kedua belah pihak.
  1. Al-Waris (Yang Maha Mewarisi)
Al-Waris artinya mewarisi atau peralihan sesuatu kepada sesuatu yang lain. Az-Zajjaj mengartikan Al-Waris sebagai segala sesuatu yang tinggal setelah ada yang pergi.
Al-Ghazali memahami kata Al-Waris dalam arti “Dia yang kepadanya kepemilikan, sehingga telah kematian para pemilik”. Allah Al-Waris yang mutlak, karena semua akan mati, dan hanya Dia yang kekal abadi, sesuai dengan Qs. Maryam/19 ayat 40 yang artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang mewarisi bumi dan semua yang ada diatasnya, dan hanya kepada Kami mereka dikembalikan dan Qs. Ali ‘Imran/3 ayat 80 yang artinya: “Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) dilangit dan dibumi”.
Dalam kehidupan di dunia, Allah tidak hanya mewariskan harta, tanah tetapi kitab suci, ilmu, dan hikmah.
  1. An-Nafi’ (Yang Maha Pemberi Manfaat)
An-Nafi’ berasal dari kata An-Nafa’ artinya yang bermanfaat. Kata An-Nafi’ tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, baik dalam bentuk tunggal maupun bentuk jamak, tetapi Al-Qur’an menggunakan kata manafi’ (manfaat) seperti dalam Qs. Al-Mu’minun/23 ayat 21 yang artinya: “Dan sungguh pada hewan-hewan ternak terdapat suatu pelajaran bagimu. Kami memberi minum kamu dari (air susu) yang ada dalam perutnya, dan padanya juga terdapat banyak manfaat untukmu, dan sebagian darinya kamu makan”.
Allah mempunyai sifat An-Nafi’ mempunyai arti bahwa segala sesuatu berada dalam kekuasaan dan pengadilan-Nya. Dia yang menganugrahkan manfaat, baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui hukum-hukum alam dan kemasyarakatan yang ditetapkan-Nya.2
  1. Al-Basit (Yang Maha Melapangkan)
Allah Maha melapangkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki dan menyempitkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki. Rezeki Allah jumlahnya tidak terbatas. Bahkan manusia tidak akan sanggup menghitungnya. Oleh karena itu, kita sebagai manusia harus mensyukuri apa yang telah diberikan kepada kita, dan senantiasa bersabar atas musibah atau kekurangan yang mungkin ada. Allah berjanji akan menambah nikmat jika manusia bersyukur. Sep




artinya:“Allah melapangkan rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia hanyalah kesenangan (yang sedikit) dibanding kehidupan akhirat”. (Qs. Ar-Ra’ad/13:26).3
  1. Ar-Rafi’ (Yang Maha Meninggikan)
Ar-rafi’ secara bahasa artinya meninggikan. Adapun Ar-Rafi’ sebagai salah satu sifat Asmaul Husna artinya Maha Meninggikan. Allah maha meninggikan derajat seorang mukmin, baik dihadapan Allah maupun di hadapan manusia. Seseorang yang ditinggikan derajatnya, memiliki kesempurnaan kepribadian (syakhsiyyah) sesuai dengan ketentuan Allah dan teladan Rasulullah. Dengan demikian, ia akan menunjukkan akhlak mulia, ilmu yang luas, dan amal saleh yang tinggi baik kualitas maupun kuantitasnya. Seseorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah akan memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakatnya.
Tinggi rendahnya derajat seseorang dapat dilihat dari kedudukannya dimata manusia. Sebagaimana dipahami bahwa diantara manusia ada yang memiliki kedudukan tinggi dan ada yang rendah. Adapun ketinggian derajat tersebut tidak dilihat dari aspek material, tetapi lebih pada keutamaan mental spiritual. Didalam kenyataan hidup ada orang yang disebut Nabi atau Rasul. Nabi dan Rasul contoh orang-orang yang mendapatkan kedudukan tinggi, baik disisi Allah maupun dilingkungan manusia.
  1. Al- mu’izz (Yang Memuliakan)
Al-mu’izz artinya Yang Maha Memuliakan. Allah adalah Zat yang memulikan siapa saja yang bertaqwa kepada-Nya. Ukuran kemuliaan di sisi Allah sama sekali tidak dilihat dari keunggulan yang bersifat duniawi. Boleh saja seseorang memiliki kekayaan yang berlimpah tetapi tidak bertaqwa kepda-Nya, tetap saja dia tidak mulia di sisi Allah. Boleh saja seseorang memiliki pangkat yang tinggi tetapi tidak bertaqwa kepada-Nya, dia tidak termasuk orang yang mulia di sisi Allah. Boleh saja seseorang memiliki kepandaian yang luar biasa tetapi tidak bertaqwa kepada-Nya, dia bukanlah orang yang mulia di sisi Allah.
Sebaliknya, orang yang miskin, orang awam, dan orang yang tidak pandai, tetapi bertaqwa kepada Allah, maka mereka adalah orang-orang yang mulia di sisi Allah. Namun demikian, alangkah baiknya jika seseorang yang kaya, berpangkat, dan pandai, sekaligus memiliki ketaqwaan yang luar biasa kepada Allah SWT.
Allah berfirman dalam Al-qur’an Surat Ali-Imran: 26
                           
Artinya:
katakanlah (Muhammad).” Wahai Tuhan pemilik kekuasaan Kepada siapapun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkan kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Mahakuasa atas segala sesuatu”. (Qs. Ali ‘Imran/3:26)
Dalam meninggikan dan merendahkan tersirat kemuliaan dan kehinaan. Orang yang dimuliakan berarti mendapatkan kebanggaan dan kemuliaan (‘izzah). Akan tetapi, kebanggan dan kemuliaan yang diperoleh dari Allah Yang Maha Memuliakan ini berbeda dengan kebanggaan yang dibayangkan manusia sebagai hal yang sepantasnya mereka dapatkan.
  1. Al-‘Afuww (Yang Maha Pemaaf)
Allah adalah Zat yang Maha pemaaf kepada yang memohon maaf dan memohon ampunan-Nya. Allah Maha pengampun kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Hamba pada hakikatnya banyak lupa dan salah, baik yang disadari maupun yang tidak disadari, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Dosa kesalahan seseorang itu akan tetap dihisab dan ditunjukan walaupun dosa itu sedikit. Sebaiknya kebaikan yang sedikit juga akan dihisab dan ditunjukan oleh Allah. Ampunan Allah itu merupakan rahmat dan dengan rahmat Allah itulah manusia akan dapat masuk surga. Oleh karena itu, manusia hendaknya senantiasa memohon ampunan kepada Allah, karena Dialah Yang Maha pengampun. Allah berfirman:
           
Artinya:
Maka mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkanny, Allah Maha pemaaf, Maha pengampun”. (Qs. An-Nisa’/4: 99)4


  1. Al-Hafiz (Yang Maha Menjaga)
Dialah tuhan yang menjaga segala sesuatu. Dia yang menjaga dan yang mengendalikan semua yang sudah dan akan terjadi. Dia menjaga dan memelihra semuanya, tidak ada yang luput dri pemeliharaan-Nya. Allah SWT. berfirman :
      
Artinya:
Sesungguhnya Tuhanku Maha pemelihara segala sesuatu”. (Qs. Al-Hud/11: 57)
  1. Al-Wudud (Yang Maha Mencintai)
Al-Wudud arti katanya adalah cinta dan harapan. Dalam arti luas Al-Wudud artinya kelapangan dan kekosongan, sehingga dapat diartikan sebagai kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk.
Dalam Al-Qur’an Al-Wudud memiliki arti:
  1. Sebagai anjuran untuk bertobat
  2. Penjelasan Allah tentang sifat dan perbuatan -Nya.
Sedangkan menurut Al-Ghazali Al-Wudud artinya Allah menyenangi atau mencintai kebaikan untuk semua makhluk, sehingga Allah berbuat baik dan menguji mereka.
  1. Al-Waliyy
Al-Waliyy makna dasarnya adalah dekat. Dalam keseharian juga bermakna debagai pendukung, pelindung, yang mencintai dan lebih utama.
Allah sebagai Al-Waliyy artinya Allah memberikan petunjuk dan anugerah kepada akal dan jiwa orang mukmin, sehingga tidak ada kekuasaan bagi seseorang atas orang lain menyangkut kepercayaannya, karena Allah telah menganugrahkan kepada setiap insan potensi untuk percaya, dan berkat bantuan Allah itulah orang-orang mukmin meraih keimanan.5


  1. Sejarah diturunkannya ayat Asmaul Husna
Pada suatu hari Rasulullah SAW melakukan shalat di Mekkah dan berdo’a dengan kata-kata “Ya Rahman, Ya Rakhim”. Do’a tersebut terdengar sebagian oleh kaum musyrikin. Kala itu berkatalah mereka “Perhatikan orang-orang yang murtad dari agamanya ! ia melarang kita menyeru dua Tuhan, dan Dia sendiri menyeru dua Tuhan. Dengan adanya ucapan mereka itu, turunlah ayat sebagai berikut:
                        
Artinya:
katakanlah: “serulah Allah atau serulah Ar-Rahman, dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai al Asmaaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah diantara kedua itu”.(Qs. Al-Isra : 110).
Dengan demikian bagi orang yang membaca dan menyebut asmaul husna untuk berdzikir kepada Allah, maka akan mendapat pahala, ampunan serta ketentraman hati. Disamping itu, akan memperoleh pertolongan dan kemuliaan bagi yang mengamalkannya. Karena itu kita dianjurkan untuk mengafalkan dan memahami maknanya.6















BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Kata Al-Asma’ Al-Husna terdiri dari dua kata Al-Asma’ dan Al-Husna artinya nama dan Al-Husna artinya terbaik. Dengan demikian Al-Asma’ Al-Husna diartikan sebagai nama-nama atau sifat-sifat yang terbaik nama yang sangat sempurna, tidak sedikitpun tercemar ataupun kekurangan.
10 Al-Asma Al-Husna, yaitu: Al-Muqsit, Al-Waris, An-Nafi’, Al-Basit, Al-Hafiz, Al-Waliyy, Al-Wadud, Al-Rafi’, Al-Mu’iz, dan Al-‘Afuww.
Pada suatu hari Rasulullah SAW melakukan shalat di Mekkah dan berdo’a dengan kata-kata “Ya Rahman, Ya Rakhim”. Do’a tersebut terdengar sebagian oleh kaum musyrikin. Kala itu berkatalah mereka “Perhatikan orang-orang yang murtad dari agamanya ! ia melarang kita menyeru dua Tuhan, dan Dia sendiri menyeru dua Tuhan. Dengan adanya ucapan mereka itu, turunlah ayat sebagai berikut:
                        
Artinya:
katakanlah: “serulah Allah atau serulah Ar-Rahman, dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai al Asmaaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah diantara kedua itu”.(Qs. Al-Isra : 110).
Dengan demikian bagi orang yang membaca dan menyebut asmaul husna untuk berdzikir kepada Allah, maka akan mendapat pahala, ampunan serta ketentraman hati.

DAFTAR PUSTAKA
Kholis, Noor;. 2004. “Akidah Akhlak”. Semarang: PW LP Ma’arif NU Jawa Tengah. Hlm. 93
Usman; Ida Inayahwati. 2011. “Ayo Mengkaji Akidah Akhlak”. Surabaya: Erlangga.
T. Ibrahim; H. Darsono. 2008. “Membangun Akidah dan Akhlak” Solo:PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Modul pembelajaran Aqidah Akhlak tingkat Mts.



1 T. Ibrahim; H. Darsono. 2008. “Membangun Akidah dan Akhlak” Solo:PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Hlm. 54

2 Noor; Kholis. 2004. “Akidah Akhlak”. Semarang: PW LP Ma’arif NU Jawa Tengah. Hlm. 93

3 Usman; Ida Inayahwati. 2011. “Ayo Mengkaji Akidah Akhlak”. Surabaya: Erlangga. Hlm. 98

4 Ibid. hlm. 85

5 Op. Cit. Noor; Kholis. “Aqidah Akhlak”. Hlm. 94

6 Modul Pembelajaran Aqidah Akhlak tingkat Mts. Hlm. 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar