PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA
KHALIFAH
ALI BIN ABI THALIB
- PENDAHULUAN
Pendidikan adalah sesuatu yang
esensial bagi manusia, melalui pendidikan manusia bisa belajar
menghadapi alam semesta demi mempertahankan kehidupannya. Karena
pentingnya pendidikan, islam menempatkan pendidikan pada kedudukan
yang penting dan tinggi dalam doktrin islam.
Dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa
Allah menciptakan manusia agar menjadikan tujuan akhir atau hasil
dari segala aktivitasnya sebagai pengabdian-Nya kepada-Nya. Aktivitas
yang dimaksudkan oleh Allah tersimpul dalam ayat-ayat Al-Qur’an
yang menegaskan bahwa manusia adalah Khalifah Allah. Dalam setatusnya
sebagai khalifah ini, manusia hidup di alam mendapat kuasa atau tugas
dari Allah, yaitu memakmurkan dan membangun bumi ini sesuai dengan
konsep yang ditetapkan oleh Allah.
Selain Al-Qur’an dan hadist nabi
yang secara jelas menyerukan umat islam untuk belajar, dan spek lain
yang mendorong umat islam untuk belajar sehingga pendidikan selalu
mendapat perhatian umat islam. Aspek itu adalah bahwa islma memilki
Al-Qur’an sebagai sumber dasar ajaran islam dan hadist nabi sebagai
penjelas kehendak Tuhan.
Dalam hadist Nabi dijelaskan “carilah
ilmu meski kenegeri cina karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap
muslim” hadist ini menunjukan bahwa mencari ilmu tidak terbatas
pada belajardasar-dasar dan hukum agama.
- PEMBAHASAN
- PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ALI BIN ABI THALIB
Islam adalah agama fitrah, agama yang
berdasarkan potensi dasar manusiawi dengan landasan petunjuk Allah.
Pendidikan islam berarti menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah
tersebut, dan mewujudkannya dalam siistem budaya manusiawi yang
islami. Oleh karena itu, wajarlah kalau islam menerima sebagian dari
unsur-unsur budaya manusiawi yang telah berkembang tersebut sepanjang
bisa diarahkan dan diwarnai sebagai budaya yang islami. Adapun budaya
manusia yang telah berkembang tersebut yang menyimpang dari potensi
fitrah manusiawi dan bertentangan dengan prinsip-prinsip budaya
islami, islam menolaknya dan menggantinya dengan budaya baru yang
islami.
Dengan demikian, pada masa
pertumbuhan budaya islam ini, sebenarnya terdapat dialog yang seru
antara budaya prinsip-prinsip islami sebagaimana yang terangkum dalam
Al-Qur’an dengan budaya manusiawi yang telah berkembang pada masa
itu. Dialog itu terjadi dalam pemikiran sahabat yang berhadapan
langsung dengan sistem budaya dari masyarakat yang baru memeluk
islam. Dialog tersebut nampak dalam perbedaan-perbedaan pemikiran dan
pandangan, yang menimbulkan sikap kebijaksanaan yang berbeda-beda
pula dalam menghadapi masalah-masalah baru yang timbul sebagai akibat
bertambah banyak pemeluk agama islam. Bentuk kongkritnya adalah
tumbuhnya berbagai aliran dan madzhab dalam berbagai aspek budaya
islam.
Pendidikan dalam kehidupan manusia,
mempunyai peranan yang sangat penting. Ia dapat membentuk kepribadian
seseorang. Ia diakui sebagai kekuatan yang dapat menentukan prestasi
dan produktivitas seseorang.
Masa Khulafaurrasyidin sering disebut
pula masa Shahabat-sahabat besar yang berlangsung dari tahun 11-40 H,
adapun Khulafaurrasyidin ini adalah pemimpin-pemimpin Islam yang arif
dan bijaksana didalamnya terdapat 4 orang khalifah yaitu Abu Bakr
Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib.
Masalah yang pertama-tama dihadapi
oleh para sahabat begitu Rasulallah wafat adalah masalah siapa dan
bagaimana pengganti menggantikannya, beliau tidak memberikan petunjuk
dalam hal ini. Berbagai pandangan berkembang dikalangan sahabat
tentang siapa yang berhak menggantikan Nabi Muhammad Saw sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi. Sementara itu Ali bin Abi Thalib merasa
berhak atas dasar dekatnya kekerabatan dan sebagai pewaris dari Nabi,
untuk memegang kepemimpinan tertinggi.
Berbeda dengan para khalifah
sebelumnya, khalifah usman bin affan tidak membentuk dewan pemilihan
atau penunjuk calon pengganti dirinya kelak. Mungkin karena itu
beliau meninggal dunia akibat pembunuhan oleh orang-orang yang tidak
setuju dengan kebijakannya. Oleh sebab itu, sepeninggal Usman bin
Affan, kota madinah dilanda huru hara selama 5 hari, pada saat itu
Abdullah bin Saba sebagai gubernur Mesir mengusulkan agar Ali bin Abi
Thalib menjadi khalifah pengganti Usman bin Affan. Usulan gubernur
mesir itu disetujui oleh mayoritas umat islam.
Pada mulanya Ali tidak mau menerima
usulan tersebut dalam kondisi kritis seperti itu. Namun setelah
mendapat desakan dari berbagai pihak. Ali pun menerimanya demi
kepentingan islam dan kaum muslimin. Mayoritas kaum muslimin
menyatakan setuju dan membaiatnya sebagai khalifah, kecuali Muawiyah
bin abi sufyan Gubernur Syiria. Namun demikian Ali tetap menjadi
khalifah yang sah dan ditetapkan sebagai khalifah Rasyidin ke empat.1
Sejak kekuasaannya, Khalifah Ali bin
Abi Thalib selalu diselimuti pemberontakan hingga berakhir tragis
dengan terbunuhnya khalifah pada awal pemerintahannya, sudah
digoncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi). karena kesalah
pahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Usman, peperangan di
antara mereka disebut Peperangan Jamal (unta) karena Aisyah
menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan
Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah
Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pendidikan pada zaman empat khalifah belum berkembang seperti
masa-masa sesudahnya. Pelaksanaanya tidak jauh berbeda dengan masa
Nabi, yang menekankan pada baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi, hal ini disebabkan oleh
konsentrasi umat islam terhadap perluasan wilayah islam dan
terjadinya pergolakan politik, khususnya dimasa Ali bin Abi Thalib.2
Pada masa ini,
penaklukkan ke timur dan ke barat dan kaum muslimin memerintah dari
Amir atas sebagian besar persi hingga sampai sungai jihan (Amudariya)
dari utara atas suriyah dan negeri Armenia, dari Barat atas Mesir.
Dan dibukanya kota kota besar Islam seperti Fusthat, Kufah, dan
Damaskus.
Dengan demikian
agama Islam tersebar seluruh Negara Islam yang luas dipeluk oleh
penduduk dengan segala suka hati, bukan dengan paksa atau kekerasan.
Pusat pendidikan bukan hanya di Madinah saja, bahkan telah tersebar
pula di kota-kota besar sebagai berikut :
- Kota Mekkah dan Madinah (Hijaz)
- Kota Bashrah dan Kufah (Iraq)
- Kota Damsyik dan Palestina (Syam)
- Kota Fistat (Mesir).3
Sahabat-sahabat
bertebaran ke berbagai daerah dan disana mereka
menjadi
pemimpin
sekaligus menjadi pendidik muslim di tempat masing masing sehingga
pendidikan tidak berpusat da Madrasah saja. Selanjutnya praktek
pengelolaan pendidikan pada masa ini dapat dijelaskan sebagai berikut
:
- Prinsip prinsip pendidikan:
- Pendidikan diarahkan pada mengajarkan isi Al-Quran.
- Pendidkan diajarkan dengan menggunakan dialek daerah masing masing, sehingga sering timbul perselisihan dalam bacaan Al-Quran. Untuk itu Usman bin Affan mengambil kebijaksanaan menyusun Al-Quran dalam satu Mushaf.
- Sumber pendidikan diambil dari Al-Quran, Hadits, alam sekitar (millu) da ijtihad dalam bentuk ijma dan Qiyas.
- Kurikulum atau rencana pelajaran meliputi :
- Bidang keagamaan yang mencakup aqidah, Ubudiyah, Akhlaq dan Muamalah.
- Pada masa Umar digalakan pendidikan keterampilan hal ini termaktub dalam instruksi Umar bin Khattab yang dikirimkan kepada penduduk-penduduk kota yang isinya “Amma ba’du”. Ajarkanlah kepada anak-anak kamu berenang, kepandaian menunggang kuda, dan tuturkanlah kepada mereka pepatah-pepatah yang masyhur dan syair-syair yang baik.
- Rencana pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
- Pada masa Ali bin Abi Thalib digalakkan motivasi belajar.
- Lembaga pendidikan pada masa Khulafaurrasyidin tidak berbeda dengan masa Nabi SAW, yaitu :
- Kuttab sebagai lembaga pendidikan rendah yang didalamnya mengajarkan kepada anak-anak dalam hal baca dan tulis dan sedikit pengetahuan-pengetahuan agama.
- Masjid sebagai pusat pendidikan umat Islam yang telah mukallaf pada masa permulaan Islam belum terdapat sekolah formal seperti pada masa sekarang.4
Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus
memberontak untuk menggulingkan kekuasannya. Peperangan ini disebut
dengan peperangan Shiffin, karena terjadi di Shiffin. Ketika tentara
Muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil
siasat untuk menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai).
Semula Ali menolak, tetapi desakan sebagian tentaranya akhirnya Ali
menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan kekacauan, sebab Muawiyah
bersifat curang. Dan dengan tahkim Muawiyah berhasil mengalahkan Ali
dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu,
sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara tahkim,
meninggalkan Ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu khawarij.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan
pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak
stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan
pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan.
Pada saat itu
Ali tidak sempat memikirkan masalah pedidikan sebab keseluruhan
perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi
masyarakat Islam.5
- KURIKULUM PENDIDIKAN
Kurikulum
pendidikan di madinah selain berisi materi pengajaran yang berkaitan
dengan pendidikan keagamaan, yakni Al-Qur’an, Al-Hadits, hukum
Islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan keamanan dan
kesejahteraan sosial.
- SASARAN (PESERTA DIDIK)
Peserta didik di
zaman Khulafaur Rasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di
Mekkah dan Madinah. Namun yang khusus mendalami bidang kajian
keagamaan hingga menjadi seorang ynag mahir, alim dan medalam
penguasaannya di bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran
pendidikan dalam arti umum yakni membentuk sikap mental keagamaan
adalah seluruh umat Islam yang ada di Mekkah dan Madinah. Adapun
sasaran pendidikan dalam arti khusus, yakni membentuk ahli ilmu agama
adalah sebagian kecil dari kalangan tabi’in yang selanjutnya
menjadi Ulama.
- TENAGA PENDIDIK
Yang menjadi
pendidik di zam Khulafaur Rasyidin antara lain adalah Abdullah ibn
Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid bin
Tsabut, Abu Dzar Al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para
siswa yang kemudian menjadi Ulama dan pendidik.
Khulafaur Rasyidin
kemudian menentukan criteria pendidik, sebagaimana criteria yang
diberikan oleh Rasulullah SAW, yaitu professional, memiliki
kompetensi pedagogik, memiliki kompetensi kepribadian dan akhlaq
mulia, serta memiliki kompetensi sosial, tampil rapih dan bersih, dan
selalu menjaga kesehatan.
- METODE DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN
Metode yang
digunakan dalam mengajar yaitu dengan bentuk halaqah. Yakni guru
duduk dibagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa.
Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian
menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa menyimak, mencatat,
dan mengulanginya apa yang dikemukakan oleh para guru.
- PUSAT-PUSAT DAN LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan
yang digunakan masih sama dengan lembaga pendidikan yang digunakan di
zaman Rasulullah SAW, yaitu masjid, suffah,
kuttab, dan rumah.
- PEMBIAYAAN DAN FASILITAS PENDIDIKAN
Pada masa
Khulafaur Rasyidin sebagian besar waktu banyak digunakan untuk
melakukan konsolidasi ke dalam, yakni memantapkan komitmen sebagian
umat Islam kepada ajaran Islam, memadamkan berbagai pemberontakan
serta perluasan wilayah dakwah Islam.dengan demikian kesempatan untuk
melakukan pembangunan dan mengadakan berbagai kebutuhan fasilitas
masih belum mendapatkan perhatian yang memadai.
- EVALUASI DAN LULUSAN PENDIDIKAN
Kegiatan evaluasi
pendidikan masih berlangsung secara lisan dan perbuatan, yakni bahwa
kemampuan seseorang dalam menguasai bahan pelajaran dilihat pada
kemampuannya mengemukakan, mengajarkan, dan mengamalkan ajaran
tersebut. Para shahabat yang dinilai memiliki kecakapan dalam ilmu
agama, seperti tafsir, hadits, fatwa, dan sejarah kemudian dipercaya
oleh masyarakat untuk menagajar atau menyampaikan ilmunya itu kepada
orang lain.6
Ulama sahabat yang tinggal di kuffah
ialah Ali Bin Abi thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali Bin Abi
Thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan
Abdullah bin mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi
guru agama di Kuffah.
Sahabat Ali bin Abi Thalib juga
mengajar di madrasah madinah saat kekuasaan dibawah tangan khalifah
Abu Bakar. Kurikulum pendidikan islam merupakan salah satu sarana
untuk mencapai tujuan pendidikan islam pada masa KhulafaUrrasyidin
ini meliputi bidang keagamaan yang mencakup tentang akidah, ubudiyah,
akhlak dan muamalah. Barulah pada masa Ali bin Abi Thalib digalakkan
motivasi untuk belajar.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa
meluasnya daerah kekuasaan islam dibarengi dengan usaha penyampaian
ajaran islam kepada penduduknya oleh para sahabat, baik yang ikut
sebagai anggota pasukan, maupun yang kemudian dikirim oleh khalifah
dengan tugas khusus mengajar dan mendidik. Maka diluar madinah,
dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasi, berdirilah pusat-pusat
pendidikan dibawah pengurusan para sahabat yang kemudian diteruskan
oleh para penggantinya (tabi’in) dan seterusnya.
Mahmud Yunus dalam bukunya “sejarah
pendidikan islam” menerangkan bahwa pusat-pusat pendidikan tersebut
tersebar dikota-kota besar sebagai berikut:
- Di kota Makkah dan Madinah (Hijaz)
- Di kota Basrah dan Kuffah (Irak)
- Di kota Damsyik dan Palestina (Syam)
- Di kota Fistat (Mesir)
Dipusat-pusat pendidikan tersebut,
para sahabat memberikan pelajaran agama islam pada muridnya, baik
yang berasal dari penduduk setempat maupun dari daerah lain.
Dipusat-pusat pendidikan tersebut, timbullah madrasah-madrasah, yang
masih merupakan sekedar tempat memberikan pelajaran dalam bentuk
khalaqah dimasjid atau tempat pertemuan yang lainnya.
Akan tetapi madrasah madinah disini
termasyhur karena disanlah tempat para sahabat berkumpul dan mengajar
begitu pula sahabat ali Bin Abi Thalib menjadi salah satu guru
dimadrasah madinah.7
Penyampaian sumber-sumber hukum islam
disampaikan dengan metode-metode yang disesuaikan dengan kondisi
budaya masyarakat. Walaupun menyesuaikan dengan budaya masyarakat
setempat, tetapi untuk tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda
terhadap sumber hukum hukum maka dibuatlah standar Al-qur’an pada
masa Khalifah Umar.
- PENUTUP/KESIMPULAN
Sejarah itu sangatlah penting dalam
kehidupan kita dimasa yang akan datang, dan sejarah adalah sebagai
alat evaluasi agar kedepanya jauh lebih baik lagi. Sebagaimana
sejarah pendidikan pada masa Rasulalah hingga sahabat Ali Bin Abi
Thalib sistem dalam pengajaran pendidikan masih terararah dengan
Al-Qur’an dan hadist.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan
pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak
stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan
pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan.
Pada saat itu
Ali tidak sempat memikirkan masalah pedidikan sebab keseluruhan
perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi
masyarakat Islam.
Meskipun sempat mengalami
pemberontakan-pemberontakan pada masanya, Sahabat Ali Bin Abi Thalib
tetap menggalakkan kaumnya untuk tetap belajar walawpun tidak terlalu
terfokus dalam dunia pendidikan karena Ali Bin Abi Thalib lebih
memfokuskan diri terhadap keamanan masyarakatnya saat itu yang sempat
mengalami pertumpahan.
Demikian lah dasar-dasar pandangan
islam tentang pendidikan yang memilki kedudukan penting dalam ajaran
islam sehingga pendidikan selalu diutamakan oleh umat islam.
- DAFTAR PUSTAKA
Wahid. 2009. Sejarah
kebudayaan Islam Madrasah Aliyah.
Bandung :CV. Armico.
Asrohah, Hanun.1999. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta
: Logos Wacana Ilmu.
Natta, Abadin. 2011.
Sejarah
Pendidikan Islam.
Ciputat
: Kencana Prenada Media Group.
Wahidin, Khoirul dkk. 1996. Sejarah
Pendidikan Islam dan Indonesia.
Cirebon : Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati.
Yunus, Muhammad. 1989. Sejarah
Pendidikan Islam.
Jakarta : Hidakarya Agung.
1
Wahid,Sejarah kebudayaan Islam Madrasah Aliyah,(Bandung:CV.
Armico,2009),hh:32
2
Hanun Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta:Logos Wacana
Ilmu,1999),hh:20
4
Khoirul Wahidin, dkk, Sejarah
Pendidikan Islam dan Indonesia (Cirebon
: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1996), h. 20-22
7
Dzuhairini dkk,Sejarah Pendidikan Islam,(Bumi
Aksara:Jakarta,1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar