SISTEM
PENDIDIKAN PADA MASA DAULAH BANI ABBASIYAH I
- PENDAHULUAN
Al-Hasr : 18
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Seperti
yang dikatakan Ir. Soekarno bahwa “jangan lupakan sejarah”. Kita
pun harus terus mengingat sejarah karena adanya sejarah dapat
memberikan pelajaran bagi kita di masa sekarang dan akan datang.
Seperti yang kita tahu dunia pendidikan sangat berperan penting bagi
kehidupan manusia, terutama pendidikan Islam, karena banyak
memberikan pengaruh pada masa sekarang. Seperti halnya dalam dunia
pendidikan pada masa Daulah Abbasiyah dan di masa kejayaannya, dunia
pendidikan cukup pesat.
Kekuasaan
dinasti Bani Abbas atau Khalifah Abbasiyah ialah melanjutkan
kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman Rasulullah SAW, sementara Khalifah
pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash-Shafah bin Muhammad
Bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Dinasti
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas
Ash-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Dinasti
Abbassiyyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang yaitu selama
lima abad dari tahun 132-656 H (750-1258 M).
Berdirinya
pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang dapat
dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah
keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.
Pada
periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
- PEMBAHASAN
- PENDIDIK
Pendidik
yang pertama yaitu Abdullah
Ash-Shafah bin Muhammad Bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul
Muthalib
kemudian Khalifah
Harun Ar-Rasyid.
Puncak
kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid
(786-809 M). pada masanya hidup pula para filsuf, pujangga, ahli baca
Al-Quran dan para ulama di bidang agama. Khalifah
Harun Ar-Rasyid sebagai orang yang taat beragama, menunaikan ibadah
haji.
- PESERTA DIDIK
Keluarga
dan pejabat-pejabatnya serta para ulama, para
wanita, maupun laki-laki.
Sebagaimana
dimaklumi, bahwa menuntut ilmu adalah suatu kewajiban atas tiap-tiap
anak-anak putra-putri. Karena pada masa Nabi Saw. Pun kaum perempuan
tidak ketinggalan dari laki-laki sehingga mereka meminta kepada Nabi
Saw. Pada masa Abbasiyah anak-anak putri hanya belajar di rumah saja,
karena tidak diizinkan pergi ke kutab atau ke masjid untuk belajar
ilmu pengetahuan.
Dengan
demikian, bagi anak-anak putri hanya ada satu kesempatan saja, yaitu
belajar di rumahnya sendiri. Itupun yang mampu memanggil guru ke
rumahnya dan bagi yang tidak mampu maka tidak ada kesempatan untuk
belajar.
Tujuan
pendidikan wanita adalah pada masa Nabi Saw. Masa Khulafa al-rasyidin
dan Umayyah, tujuan pendidikan satu saja, yaitu keagamaan
semata-mata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharapkan
keridhaan-Nya lain tidak.
Pada
masa Abbasiyah tujuan pendidikan telah mengalami berbagai penambahan,
karena pengaruh masyarakat pada masa itu yaitu:
- Tujuan keagamaan dan akhlak, seperti pada masa sebelumnya. Anak-anak dididik dan diajar membaca/menghafal al-Qur’an, ialah karena hal itu suatu kewajiban dalam agama dan berakhlak menurut agama dan mereka juga diajar ilmu tafsir, hadist dan sebagainya adalah tuntutan agama.
- Tujuan kemasyarakatan. Selaimn tujuan keagamaan dan akhlak ada pula tujuan kemasyarakatan, yaitu pemuda-pemuda belajar menuntut ilmu, supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menjadi masyarakat yang maju dan makmur.
- Cinta akan ilmu pengetahuan serta senang dan lezat mencapai ilmu itu. Mereka belajar tak mengharapkan keuntungan apa-apa, selain dari pada berdalam-dalam dalam ilmu pengetahuan.
- Tujuan kebendaan. mereka menuntut ilmu, supaya mendapat penghidupan yang layak, dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau mungkin mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, seperti tujuan setengah orang pada masa kita kini.1
- MATERI PENDIDIKAN
Pendidikan pada
periode ini yaitu dengan menempatkan Al-Qur’an sebagai dasar
pendidikan. Para siswa (laki-laki) belajar membaca, menulis tata
bahasa (grammar), philology, moral dan praktek ibadah (shalat)
pelajaran membaca Al-Qur’an dan praktek ritual di wajibkan,
sementara istirahat juga dilakukan dengan cara sukarela atau
sekehendak siswa. Dalam hal ini menarik sekali untuk pengarahan Harun
Al-Rasyid kepada guru Al-Ma’mun: “Ajarkanlah Al-Qur,an, sejarah,
membaca sya’ir, dan Al-Sunnah, serta berikanlah ketrampilan
bercakap-cakap kepadanya. Janganlah membuat ia tidak bahagia, karena
yang demikian itu dapat membunuh kecerdasan dan potensi yang
dimilikinya, tetapi juga jangan terlalu lemah mengahadapi mereka.’
Catatan ini memperlihatkan bahwa pendidikan yang diberikan kepada
para putera mahkota keadaannya berbeda dengan pendidikan yang umumnya
diberikan kepada masyarakat. Pendidikan dasar ini di ikuti dengan
pendidikan tingkat lanjutan, yaitu disamping pelajaran Al-Qur’an
dan hadits, juga pelajaran bhasa Arab, literatur, filsafat dan
lain-lain. Pengajaran tersebut dilakukan oleh para sarjana pendidikan
di masjid-masjid. Imam Syafi’i bertugas mengajar tafsir Al-Qur’an,
hadits, fisafat, retorika, grammar dan syair. Sementara Al-Tabary
mengajar syair di masjid amar. Sementara Al-Jubai yang dikenal sebgai
Mu’tazili ( abad kesembilan ) bertugas sebagai dosen filsafat di
masjid Bashra. Sebagai tambahan perlu dikemukakan bahwa di samping
masjid terdapat pula tempat-tempat lainya kegiatan pengajaran dan
penelitian saperti Bait Al-Hikmah, Dar Al-Ilm dan perpustakaan. Bait
Al-Hikmah di bangun oleh Al-Ma’mun (833 A.D). yang dilengkapi
dengan perpustakaan, pusat kegiatan penerjemah, ruang penelitian dan
asrama bagi para pelajar. Sementara itu Khizanat Al-Hima telah pula
didirikan oleh Yahya dan Dar Al-Ilm oleh Ja’far Bin Muhammad di
Musail. Pada periode ini juga madrasah-madrasah sudah dapat dijumpai
tempat belajar yang meliputi agama dan filsafat sebagaimana Madrasah
yang dibangun oleh Al-Baihaqi di Nisyafur.2
Pada masanya
berkembang ilmu pengetahuan agama, seperti ilmu Alquran, qira’at,
hadis, fiqh, ilmu kalam, bahasa dan sastra. Empat mazhab fiqh tumbuh
dan berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Imam Abu Hanifah
(meninggal di Baghdad tahun 150 H/677 M) adalah pendiri mazhab
Hanafi. Imam Malik bin Anas banyak menulis hadis dan pendiri Mazhab
Maliki (wafat di Madinah tahun 179 H/795 M). Muhammad bin Idris
Ash-Syafi’i (wafat di Mesir tahun 204 H/819 M) adalah pendiri
mazhab Syafi’i. Ahmad bin Hanbal pendiri mazhab Hanbali (w. tahun
241 H/855 M). Di samping itu, berkembang pula ilmu filsafat, logika,
metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika,
mekanika, astronomi, music, kedokteran, dan kimia.
Ilmu-ilmu umum masuk
ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia ke
dalam bahasa Arab, di samping bahasa India. Pada masa pemerintahan
Al-Makmum, pengaruh Yunani sangat kuat..Di antara para penerjemah
yang masyhur saat itu adalah Hunain bin Ishak. 3
Pokok-pokok agama
Isalam seperti: Wudlu, shalat, dan shaum, Dasar-dasar Nahwu dan
Shorof, mantiq, falaq, dan Balaghah.4
- Bidang Agama
Kemajuan di bidang
agama antara lain dalam beberapa bidang ilmu, yaitu ulumul qur’an,
ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, bahasa, dan fiqh.
- Fiqh:
Pada masa dinasti
Abbasiyah lahir para tokoh bidang fiqh dan pendiri mazhab antara lain
sebagai berikut.
- Imam Abu Hanifah (700-767 M)
- Imam Malik (713-795 M)
- Imam Syafi’i (767-820 M)
- Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M)
- Ilmu Tafsir
- Ilmu Hadis
- Ilmu Kalam
Kajian
para ahli kalam (teologi) adalah mengenai dosa, pahala, surge neraka,
serta perdebatan mengenai ketuhanan atau tauhid, menghasilkan suatu
ilmu yaitu ilmu kalam atau teologi.
- Ilmu Bahasa
Di
antara ilmu bahasa yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah
ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu bad’i, dan arudh. Bahasa
Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, di samping sebagai
alat komunikasi antarbangsa.
- Bidang Umum
Dalam bidang umum
berkembang berbagai kajian dalam bidang filsafat, logika, metafisika,
matematika, ilmu alam, geometri, aljabar, aritmatika, mekania,
astronomi, musik, kedokteran, kimia, sejarah, dan sastra.
- Filsafat
- Ilmu Kedokteran
- Matematika
Terjemahan dari
buku-buku asing ke dalam bahasa arab, menghasilkan karya dalam bidang
matematika. Di antara ahli matematika Islam yang terkenal adalah
Al-Khawarizmi. Al-khawarizmi adalah pengarang kitab
Al-Jabar wal Muqabalah
(ilmu hitung), dan penemu angka nol. Sedangkan angka latin: 1, 2, 3,
4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut angka arab karena diambil dari Arab.
Sebelumnya dikenal dengan angka Romawi I, II, III. IV, V dan
seterusnya. Tokoh lain adalah Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin
Ismail bin Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli ilmu matematika.
- Farmasi
- Ilmu Astronomi
- Geografi
- Sejarah
- Sastra
Dalam bidang sastra,
Baghdad merupakan kota pusat seniman dan sastrawan. Para tokoh sastra
antara lain:
- Abu Nuwas, salah satu seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya.
- METODE PEMBELAJARAN
Membaca,
menulis, menghitung,
menghafal, Takhrij Hadis dan
berdiskusi.
- LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan pada masa
Abasiyyah terdiri dari dua tingkatan:
- Maktab atau Kutab atau mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan serta tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti Tafsir, Hadits, fiqih dan bahasa.
- Tingkat pendalaman para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing.6
Seluruh lembaga
pendidikan Islam pada masa Abbasiyah dapat diklasifikasikan menjadi
tiga tingkat. Pertama,
pendidikan
dasar (rendah) yang terdiri dari
kuttab,
rumah, toko, pasar, dan istana. Kedua,
pendidikan
menengah yang mencangkup masjid dan sanggar seni dan ilmu
pengetahuan. Ketiga,
pendidikan
tinggi yang meliputi masjid, madrasah, dan perpustakaan seperti bait
al-Hikmah di Bagdad dan Dar al-Ulum
di kairo. Pembagian tingkatan pendidikan di atas masih dibuka untuk
diperdebatkan, hal ini terlihat dalam fungsi lembaga masjid yang
kadang-kadang dianggap lembaga pendidikan yang memberikan materi
pelajaran tingkat menengah dan kadang-kadang dianggap lembaga
pendidikan yang memberikan materi pelajaran tingkat tinggi.7
Lembaga pendidikan
pada masa Dinasti Abbasiyyah mengalami perkembangan dan kemajuan
sangat pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa
Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak masa
Bani Umayyah, maupun bahasa ilmu pengetahuan.8
Di samping itu,
kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
- Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa yang lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalm bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
- Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak di terjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua mulai khalifah Al-Ma’mum hingga tahun 300 H. buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam hal bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H terutama setelah pembuatan kertas.9
- PENUTUP/KESIMPULAN
Pendidikan
pada masa Dinasti Abbasiyah cukup pesat, Pada
masanya berkembang ilmu pengetahuan agama, seperti ilmu Alquran,
qira’at, hadis, fiqh, ilmu kalam, bahasa dan sastra. Empat mazhab
fiqh tumbuh dan berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Imam Abu
Hanifah adalah pendiri mazhab Hanafi. Imam Malik bin Anas pendiri
Mazhab Maliki. Muhammad bin Idris Ash-Syafi’i adalah pendiri mazhab
Syafi’i. Ahmad bin Hanbal pendiri mazhab Hanbali.
Di samping itu, berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika,
matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika,
astronomi, musik, kedokteran, dan kimia. Ilmu-ilmu umum masuk ke
dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia ke dalam
bahasa Arab.
Pendidikan pada
periode ini yaitu dengan menempatkan Al-Qur’an sebagai dasar
pendidikan. Para siswa (laki-laki) belajar membaca, menulis tata
bahasa (grammar), philology, moral dan praktek ibadah (shalat)
pelajaran membaca Al-Qur’an dan praktek ritual.
Lembaga pendidikan pada masa
Abasiyyah terdiri dari dua tingkatan:
- Maktab atau Kutab atau mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan serta tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti Tafsir, Hadits, fiqih dan bahasa.
- Tingkat pendalaman para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing.
- DAFTAR BACAAN
Alavi, Zianuddin
“Pemikiran
Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan Pertengahan”,
2003. Bandung: Percetakan Angkasa
Arief, Armai
”Sejarah
dan Pertumbuhan Lembaga Pendidikan Islam Klasik”,
2004. Bandung: Angkasa Bandung
Munir
Amin,
Samsul Sejarah
Peradaban Islam.
2010. Jakarta:
Amzah.
Taqiyuddin.
Sejarah
Pendidikan Islam.
2008. Bandung: Mulia Press.
Yatim,
Badri. Sejarah
Peradaban Islam. 2011.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2
Zianuddin Alavi,
“Pemikiran
Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan Pertengahan”,
2003. Bandung: Percetakan Angkasa Hh 4-5
4
Armai
Arief, ”Sejarah
dan Pertumbuhan Lembaga Pendidikan Islam Klasik”,
2004. Bandung: Angkasa Bandung Hh. 139-140
Tidak ada komentar:
Posting Komentar