BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang
sempurna, mengatur kehidupan manusia dengan segala aspeknya. Ajaran
Islam tidak saja hanya mengatur hubungan vertikal manusia (hablum
minallah), tetapi
juga hubungan secara horizontal dengan ssamanya (hablum
minannas). Karena
itulah Islam sebagai ajaran yang sempurna, mengajarkan kepada manusia
mulai dari bagaimana cara bergaul, berpakaian, bertamu, makan, minum,
tidur sampai bagaimana cara menyembah kepada Sang Khalik Allah SWT.
Sejak awal agama Islam telah
menanamkan kesadaran akan kewajiban pemeluknya untuk menjaga sopan
santun (adab) dalam berbagai aspek kehidupan. Karena sopan santun
(akhlak) menunjukkan karakteristik kualitas kepribadian seorang
muslim. Bahkan Nabi Muhammad SAW mengukur keimanan seseorang dengan
orang yang berbudi pekerti yang baik (Akhlak
Karimah). Untuk
memberikan gambaran lebih rinci berikut akan dibahas adab berpakaian,
berhias, dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana akhlak berpakaian ?
- Bagaimana akhlak berhias ?
- Bagaimana akhlak dalam perjalanan ?
- Bagaimana akhlak bertamu ?
- Bagaimana akhlak menerima tamu ?
- Tujuan
- Untuk mengetahui bagaimana akhlak berpakaian
- Untuk mengetahui bagaimana akhlak berhias
- Untuk mengetahui bagaimana akhlak dalam perjalanan
- Untuk mengetahui bagaimana akhlak bertamu
- Untuk mengetahui bagaimana akhlak menerima tamu
BAB
II
PEMBAHASAN
- Akhlak Berpakaian
- Pengertian
Pakaian (jawa : sandang) adalah
kebutuhan pokok bagi setiap orang sesuai dengan situasi dan kondisi
dimana seorang berada. Pakaian memiliki manfaat yang sangat besar
bagi kehidupan seorang, guna melindungi tubuh dari semua kemungkinan
yang merusak ataupun yang menimbulkan sara sakit. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), pakaian diartikan sebagai “barang yang
bisa dipakai oleh seseorang baik berupa baju, jaket, celana, sarung,
kerudung, dan lain sebagainya”.
Secara istilah, pakaian adalah segala
sesuatu yang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran dan modenya
berupa (baju, celana, sarung, jubah ataupun yang lainnya), yang
disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang
bersifat khusus ataupun umum. Tujuan bersifat khusus artinya pakaian
yang dipakai lebih berorientasi pada nilai keindahan yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi pemakaian.
Tujuan bersifat umum lebih
berorientasi pada keperluan untuk menutup ataupun melindungi bagian
tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan adat
ataupun agama. Menurut kepatutan adat berarti sesuai mode ataupun
batasan ukuran untuk mengenakan pakaian yang berlaku dalam suatu
wilayah hukum adat yang berlaku. Sedangkan menurut ketentuan agama
lebih mengarah pada keperluan menutup aurat sesuai ketentuan hukum
syari’at dengan tujuan untuk beribadah dan mencari ridlo Allah.
(Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 :30)
- Bentuk Akhlak berpakaian
Dalam pandangan Islam pakaian dapat
diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu : pertama,
pakaian untuk menutupi aurat tubuh sebagai realisasi dari perintah
Allah bagi wanita seluruh tubuhnya kecuali kedua telapak tangan dan
wajah, dan bagi pria menutup badan antara pusar dan lutut. Standar
pakaian ini dalam perkembangannya telah melahirkan kebudayaan
berpakaian bersahaja sopan dan santun serta menghindarkan manusia
dari gangguan dan eksploitasi aurat. Sedangkan yang kedua
pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas diri sebagai
konsekuensi perkembangan peradaban manusia.
Berpakaian dalam pengertian menutup
aurat, dalam syari’at Islam memiliki ketentuan yang jelas, baik
ukuran aurat yang harus ditutup ataupun jenis pakaian yang digunakan
untuk menutupnya. Berpakaian yang menutup aurat juga menjadi bagian
integral dalam menjalankan ibadah terutama shalat ataupun haji dan
umrah. Karena itu setiap orang yang beriman baik pria ataupun wanita
memiliki kewajiban untuk berpakaian yang menutup aurat,.
Sedangkan pakaian yang berfungsi
sebagai perhiasanyang menyatakan identitas dirisesuai dengan adaptasi
dan tradisi dalam berpakaian merupakan kebutuhan manusia untuk
menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan
zaman. Nilai keindahan dan kekhasan brpakaian menjadi tuntutan yang
terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya
pakaian sebagai perhiasan, maka setiap manusia memiliki kebebasan
untuk mengekspresikan keinginan untuk mengembangkan berbagai mode
pakaian menurut fungsi dan momentumnya namun dalam agama harus tetap
pada nilai-nilai dan koridor yang telah digariskan dalam Islam.
Pakaian yang berfungsi menutup aurat
pada wanita dikenal dengan istilah jilbab, dalam bahasa sehari-hari
jilbab menyangkut segala macam jenis selendang atau kerudung yang
menutupi kepala (kecuali wajah), leher, punggung dan dada. Dengan
pengertian seperti itu selendang yang masih memperlihatkan sebagian
rambut atau leher tidaklah dinamakan jilbab.
Jilbab juga biasa diartikan sebagai
busana muslimah dalam hal ini secara khusus berarti selendang atau
kerudung yang berfungsi menutup aurat. Busana muslimah haruslah
memenuhi kriteria berikut ini :
- Tidak transparan dan ketat
- Tidak menyerupai pakaian lelaki
- Tidak menyerupai busana khusus non muslim
- Pantas dan sederhana
- Nilai Positif Akhlak Berpakaian
Setiap muslim diwajibkan untuk
memakai pakaian yang tidak hanya berfungsi sebagai menutup aurat dan
hiasan, akan tetapi harus dapat menjaga kesehatan lapisan terluar
dari tubuh kita. Kulit sebagai pelindung dari kerusakan-kerusakan
fisik karena gesekan, penyinaran dan lain-lain. Di daerah tropis
dimana pancaran sinar ultra violet begitu kuat, maka pakaian ini
menjadi sangat penting. Pancaran radiasi sinar ultra violet dapat
menimbulkan terbakarnya kulit, penyakit kangker kulit dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan penggunaan
bahan, hendaknya pakaian terbuat dari bahan yang menyerap keringat
seperti katun, karena mudah terjadinya penguapan keringat dan untuk
menjaga suhu kestabilan tubuh agar tetap normal. Pakaian harus bersih
dan selalu dicuci setelah dipakai supaya terbebas dari kuman, bakteri
ataupun semua unsur yang merugikan bagi kesehatan tubuh manusia.
Agama Islam mengajarkan kepada
pemeluknya agar berpakaian yang baik, indah dan bagus sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut
dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan
keindahan. Sehinggga bila hendak menjalankan shalat pakaian tersebut
langsung dapat memenuhi syarat digunakan untuk menjalankan shalat dan
seyogyanya pakaian yang kita pakai itu adalah pakaian yang baik dan
bersih (bukan berarti mewah). Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat Al-A’raf ayat 31 :
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
Islam mengajak manusia untuk hidup
secara wajar, berpakaian secara wajar, makan minum juga jangan kurang
dan jangan berlebihan.
Ketentuan dan kriteria busana
muslimah menurut Al-Qur’an dan Sunnah memang lebih ketat dibanding
ketentuan berbusana untuk kaum pria. Hal-hal yang tidak diatur dalam
Al-Qur’an dan Sunnah diserhkan kepada pilihan masing-masing,
misalnya warna dan mode. Keduanya menyangkut selera dan budaya,
pilihan warna dan mode akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan
peradaban umat manusia. Karna itu apapun model busanannya, maka
haruslah dapat mengantarkan menjadi hamba Allah yang bertaqwa. (Roli
A. Rahman dan M. Khamzah, 2008:3)
- Akhlak Berhias
- Pengertian
Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, berhias adalah kebutuhan
dasar untuk memperindah penampilan diri, baik dilingkungan rumah
ataupun diluar rumah. Berhias adalah bentuk ekspresi personal, yang
menegaskan jati diri dan menjadi kebanggaan seseorang. Secara istilah
berhias dapat dimaknai sebagai upaya setiap orang untyk memperindah
diri dengan berbagai busana, assesoris ataupun yang lain dan dapat
memperindah diri bagi pemakainya, sehingga memunculkan kesan indah
bagi yang menyaksikan serta menambah rasa percaya diri penampilan
untuk suatu tujuan. Berdasarkan ilustrasi diatas, maka dapat dipahami
bahwa pada hakekatnya berhias itu dapat dikategorikan akhlak terpuji,
sebagai perbuatan yang dibolehkan bahkan dianjurkan selama tidak
bertentangan dengan prinsip dasar Islam. Dalam sebuah Hadits Nabi SAW
bersabda :
انَّ
اللهَ جَمِيْلٌ وَيُحِبُّ الْجَمَالَ
(رواه
مسلم)
Artinya
: “Sesungguhnya
Allah itu indah dan menyukai keindahan”.
(H.R. Muslim)
Adapun
tujuan berhias adalah untuk memperindah diri sehingga lebih
memantapkan pelakunya menjadi insan yang lebih baik (muttaqin).
(Roli
A. Rahman dan M. Khamzah, 2008:33)
- Bentuk Akhlak berhias
Berhias
merupakan perbuatan yang diperintahkan ajaran Islam. Mengenakan
pakaian merupakan salah satu bentuk berhias yang diperintahkan.
Pakaian dalam islam memiliki fungsi hiasan yaitu untuk memenuhi
kebutuhan manusia yang tidak sekedar membutuhkan pakaian penutup
aurat, tatapi juga busana yang memperelok pemakainya.
Pada
masyarakat yang sudah maju peradabannya, mode pakaian ataupun
berdandan memperoleh perhatian lbih besar. Jilbab, dalam konteks ini
menjalankan fungsi sebagai hiasan bagi para muslimah. Mode jilbab
dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Jilbab bukan hanya
sebagai penutup aurat, namun juga memberikan keelokan dan keindahan
bagi pemakainya untuk mempercantik dirinya.
Berhias
dalam ajaran Islam tidak sebatas pada penggunaan pakaian, tetapi
mencakup seluruh piranti (alat) aksesoris yang lazim digunakan untuk
mempercantik diri mulai dari kalung, gelang, anting-anting, bross dan
yang lainnya. Disamping itu dalam kehidupan modern, berhias juga
mencakup penggunaan bahan atau alat tertentu untuk melengkapi
dandanan dan penampilan mulai dari bedak, make up, semir rambut,
parfum dan sejenisnya.
Agama
Islam telah memberikan rambu-rambu yang tegas agar setiap muslim
mengindahkan kaidah berhis yang meliputi :
- Niat yang lurus, yaitu berhias hanya untuk beribadah, artinya segala bentuk kegiatan berhias diorientasikan sebagai bentuk nyata bersyukur atas nikmat dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah
- Dalam berhias tidak dibenarkan menggunakan bahan-bahan yang dilarang agama
- Dilarang berhias menggunakan simbol-simbol non muslim semisal salib
- Tidak berlebih-lebihan
- Dilarang berhias seperti cara berhiasnya orang-orang jahiliyah
- Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dangan memperhatikan jenis kelamin
- Dilarang berhias untuk keperluan berfoya-foya ataupun riya.
Islamn
telah memberikan batasan-batasan yang jelas agar manusia tidak
tertimpa bencana karena nalurinya yang cenderung mengikuti hawa
nafsunya. Sebab seringkali naluri manusia berubah menjadi nafsu liar
yang menyesatkan dan akan menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia.
Agama islam memberi batassan dalam etika berhias, sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah berikut :
Artinya
: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1215] dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang
dahulu[1216] dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah
Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[1217] dan membersihkan
kamu sebersih-bersihnya.
[1215]
Maksudnya: isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah
bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. perintah ini juga
meliputi segenap mukminat.
[1216]
Yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang
terdapat sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dan yang dimaksud Jahiliyah
sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya
Islam.
[1217]
Ahlul bait di sini, Yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.
(Roli
A. Rahman dan M. Khamzah, 2008:34)
- Nilai Positif Akhlak Berhias
Berhias
secara Islami akan memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek
kehidupan,karena berhias yang dilakukan diniatkan sebagai ibadah,
maka segala aktifitas berhias yang dilakukan seorang muslim akan
menjadi jalan mendapatkan barokah dan pahala dari Allah SWT. Namun
sebaliknya apabila seorang dalam berhias (berdandan) mengabaikan
norma Islam, maka segala hal yang dilakukan dalam berdandan akan
menjadi pendorong untuk melakukan kemaksiatan, kemungkaran bahkan
menjadi sarana memasuki perangkap syaiton yang menyesatkan.
Adapun
bentuk perangkap setan dalam berhias, dapat kita telusuri meelalui
kisah manusia pertama sebelum diturunkan dibumi. Ketika Adam dan Hawa
masih tinggal di surga setan membisikkan pikiran jahat kepada
keduanya. Setan membujuk mereka untuk menampakkan auratnya dengan
cara merayu mereka untuk memakan buah khuldi.
Artinya
: “Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk
Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu
auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan
mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi
Malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".
(Q.S Al-A’raf : 20)
Dari
peristiwa tersebut, kita dapat mengambil dua pelajaran. Pertama, ide
membuka aurat adalah idenya setan yang selalu hadir dalam lintasan
pikiran manusia. Kedua, Adam dan Hawa diusir dari surga karena
terjebal pada perangkap setan, maka derajat mereka turun dengan
drastis. Begitulah siapapun yang mau dijebak setan akan mengalami
nasib yang sama. (Roli A. Rahman dan M. Khamzah, 2008:35)
- Akhlak Perjalanan
- Pengertian
Perjalanan
dalam bahasa Arab disebut dengan kata “rihlah
atau safar”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjalanan diartikan “ perihal
(cara, gerak, dsb) berjalan atau bepergian dari suatu tempat menuju
tempat yang lain untuk suatu tujuan”. Secara istilah, perjalanan
sebagai aktivitas seseorang untuk keluar ataupun meninggalkan rumah
dengan berjalan kaki ataupun menggunakan sarana transportasi yang
mengantarkan sampai pada tempat tujuan dengan maksud ataupun tujuan
tertentu.
Dengan
demikian rumah tinggal merupakan start awal dari semua jenis
perjalanan yang dilakukan setiap orang, sedangkan finisnya berada
pada tempat yang menjadi tujuan dari setiap perjalanan. Namun
demikian setelah seorang sampai pada tempat tujuan dan telah
menemukan ataupun mendapatkan sesuatu yang dicari, maka pada suatu
saat mereka akan kembali kerumah. Perjalanan yang demikian ini
kemudian dikenal dengan nama pulang pergi (PP).
Perjalanan
pulang pergi secara berkesinambungan menunjukkan adanya mobilisasi
yang tinggi dan menjadi ciri masyarakat modern. Apabila pada suatu
kampung, sebagian besar masyarakatnya melakukan perjalanan pulang
pergi pada setiap harinya, maka hal tersebut menunjukkan adanya
mobilisasi masyarakat dan menjadi pertanda kemajuan dari
kesejahteraan masyarakat.
Pada
masyarakat modern, perjalanan (safar) menjadi bagian mobilisasi
kehidupan, artinya semakin maju kehidupan seseorang maka akan semakin
sering seseorang melakukan perjalanan untuk berbagai tujuan. Pada
masa Rasulullah, perjalanan untuk berbagai keperluan (terutama
berdagang) telah menjadi tradisi masyarakat Arab. Pada musim tertentu
masyarakat Arab melakukan perjalanan ke berbagai teempat untuk
berbagai keperluan. Hal tersebut diabadikan oleh Allah dalam
Al-qur’an surat Al-Quraisy. Karena itu tidak heran jika Islam
satu-satunya agama yang mengatur kegiatan manusia dalam melakukan
perjalanan, mulai dari masa persiapan perjalanan, ketika masih berada
dirumah, selanjutnya pada saat dalam perjalanan dan ketika sudah
kembali pulang dari suatu perjalanan. (Roli
A. Rahman dan M. Khamzah, 2008:37)
- Bentuk Akhlak Perjalanan
Islam
mengajarkan agar setiap perjalanan yang dilakukan bertujuan untuk
mencpai ridho Allah. Diantara jenis perjalanan (safar) yang
dianjurkan dalam Islam yaitu pergi haji, umrah, menyambung
silaturrahmi, menuntut ilmu, berdakwah, berperang dijalan Allah,
mencari karunia Allah dan lain-lain. Perjalanan (safar) juga
berfungsi untuk menyehatkan dan merefresing kondisi jasmani dan
rohani dari kelelahan dan kepenatan dalam menjalani suatu aktivitas.
Sebagai pedoman Islam, mengajarkan adab dalam melakukan perjalanan
yaitu :
- Bermusyawarah dan shalat Istikharah
- Mengembalikan hak dan amanat kepada pemiliknya
- Membawa 6 benda : gunting, siwak, tempat celak, tempat air minum, cebok dan wudhu. Hal tersebut disunnahkan Rasulullah
- Menyertakan Istri ataupun anggota keluarga
- Wanita menyertakan teman atau muhrimnya
- Memiliki kawan pendamping yang shalih dan shalihah
- Mengangkat pemimpin atau ketua rombongan
- Mohon pamitan pada keluarga dan handai taolan serta mohon do’a
- Nilai positif Akhlak Perjalanan
Keuntungan
melakukan perjalanan diantaranya yaitu:
- Safar dapat menghibur diri dari kesedihan
- Safar menjadi sarana bagi sesorang untuk memperoleh tambahan pengalaman
- Safar dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan
- Dengan Safar maka seseorang akan lebih banyak mengenal adat kesopanan yang berkembang pada suatu komunitas masyarakat.
- Perjalanan akan dapat menambah wawasan dan bahkan kawan yang baik dan mulia.(Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008: 39)
- Akhlak Bertamu
- Pengertian
Bertamu
merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu
seorang bias menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja sama
untuk meringankan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
Adakalanya seorang bertamu karena adanya urusan yang serius, mialnya
untuk mencari solusi terhadap problema masyarakat actual, sekedar
bertandang, karena lama tidak ketemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk
mampir sejenak. Dengan bertandang ke rumah kerabat atau sahabat, maka
kerinduan terhadap kerabat ataupun sahabat dapat tersalurkan,
sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.
Bertamu
dalam bahaa Arab disebut dengan kata “Ataa liziyaroti, atau
Istadloofa-Yastadliifu”. Menurut kamus bahasa Indonesia, bertamu
diartikan ; “datang berkunjung kerumah seorang teman ataupun
kerabat untuk suatu tujuan ataupun maksud (melawat dan sebagainya)”.
Secara istilah bertamu merupakan kegiatan mengunjungi rumah sahabat,
kerabat ataupun orang lain, dalam rangka menciptakan kebersamaan dan
kemaslahatan bersama.
Tujuan
bertamu sudah barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun
persahabatan. Sedangkan bertamu kepada orang yang belum dikenal,
memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud
lain yang belum diketahui kedua belah pihak.
Bertamu
merupakan kebiasaan positif dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman
tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan kebiasaan
kunjung mengunjungi, maka segala persoalan mudah diselesaikan, segala
urusan mudah dibereskan dan segala masalah mudah diatasi.
- Bentuk Akhlak Bertamu
Sebelum
memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu terlebih
dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah.
Allah berfirman: Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”(Q.S. an-Nur/24:27).
Berdasarkan
isyarat al-Qur’an di atas, maka yang pertama dilakukan adalah
meminta izin, baru kemudian mengucapkan salam. Sedangkan menurut
mayoritas ahli fiqih berpendapat sebaliknya. Menurut Rasululluh SAW,
meminta izin maksimal boleh dilakukan tiga kali.
Disamping
meminta izin dan mengucapkan salam, hal lain yang perlu diperhatikan
oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:
- Jangan bertamu sembarangan waktu.
- Kalau diterima bertamu, jangan selalu lama sehingga merepotkan tuan rumah. Setelah urusan seleai segeralah pulang.
- Jangan melakukan kegiatang yang membuat tuan rumah terganggu.
- Kalau disuguhi minuman atau makanan hormatilah jamuan itu. Bahkan Rasulullah saw. Menganjurkan kepada orang yang berpuasa sunnah sebaiknya berbuka puasanya untuk menghormati jamuan.
- Hendaklah pamit pada waktu mau pulang.
- Akhlak Menerima Tamu
- Pengertian
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, menerima tamu (ketamuan) diartikan;
“kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Secara
istilah menerima tamu dimaknai menyambut tamu dengan berbagai cara
penyambutan yang lazim (wajar) dilakukan menurut adat ataupun agama
dengan maksud yang menyenangkan atau memuliakan tamu, atas dasar
keyakinan untuk mendapatkan rahmat dan ridha dari Allah SWT.
- Bentuk Akhlak Menerima Tamu
Islam
sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang
yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertamu telah dijamuin
hak-haknya dalam islam. Karena itu menghormati tamu merupakan
perhatian yang mendatangkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Setiap
muslim wajib memuliakan tamu, tanpa membeda-bedakan status sosial
ataupun maksud dan tujuan bertamu.
Memuliakan
tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka
manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkan duduk ditempat
yang baik. Kalau perlu, disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu
yang selalu dijaga kerapian dan keasriannya.
Kalau
tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah
wajib menerima dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih
dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunya atau
tidak. Menurut Rasulullah saw menjamu tamu lebih dari tiga hari
nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban.
- Nilai Positif Akhlak Menerima Tamu
Setiap
orang islam telah diikat oleh suatu tata aturan supaya hidup
bertetangga dan bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama
atau suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh
dilanggar undang-undang perjanjian yang mengikat di antara sesama
manusia.
Menerima
tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman
seseorang, maka semakin ramah dan santun dalam menyambut tamunya
karena orang yang beriman meyakini bahwa menyambut tamu bagian dari
perintah Allah.
Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan kepribadian, dan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan kemashalatan dunia ataupun akhirat.
Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan kepribadian, dan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan kemashalatan dunia ataupun akhirat.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Agama Islam adalah agama yang
sempurna, mengatur manusia dalam segala aspeknya. Berpakaian,
Berhias, perjalanan, bertamu serta menerima tamu tetap ada aturannya
dalam Islam. Semua akhlak tersebut adalah akhlak terpuji apabila kita
melakukannya hanya karena Allah SWT, tanpa ada niat yang berlebihan
dan lain dari pada niat kita kepada Allah SWT.
Maka dari itu, kita tidak boleh
menyalah gunakan arti pakaian. Yang sebetulnya untuk melindungi tubuh
dari bahaya serta menutup aurat, fungsinya berubah menjadi untuk
memamerkan bentuk lekuk tubuh. Berhias juga tidak boleh kita salah
gunakan. Haruslah sesuai kadarnya, agar tidak menimbulkan pandangan
buruk terhadap kita. Dan jangan gunakan Berhias menjadi suatu hal
yang maksiat bagi kita. Perjalanan adalah suatu hal yang mulia.Hal
yang suka dilakukan oleh Rasulullah, dengan mempersiapkan segala
aspek, baik waktu, tujuan, makanan, serta yang lainnya.
Bertamu dapat menyambung tali
silaturahmi, baik kepada siapapun. Ketika kita bertamu, juga harus
ingat aturan, karena kita bukan berada didalam rumah kita sendiri.
Menerima tamu juga hal yang mulia. Menerima tamu hukumnya wajib, kita
wajib menerima tamu apabila ia berada didalam rumah kita selama tiga
hari. Apabila tamu itu menginap dirumah kita lebih dari tiga hari,
maka menerima ia dirumah kita bukanlah wajib lagi. Kita berhak
mengusir ia apabila mengganggu ketentraman didalam rumah. Dan menjadi
sedekah apabila kita tetap melayani ia didalam rumah kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Roli A. Rahman dan M. Khamzah,
Menjaga Akidah
Akhlak Kelas X Madrasah Aliyah,
Tiga Serangkai, Solo
LKS HIKMAH Akidah Akhlak Kelas X
semester Ganjil
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar