Sabtu, 01 Maret 2014

NAJIS


NAJIS
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Materi Pendidikan Fiqih di MTs
Pada Jurusan PAI Semester V
Tahun Akademik 2013/2014

Disusun Oleh :
Ahmad Badrudin (NIM: 14111110006)



Dosen Pengampu :
Drs. A. Syatori, M.Ag

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Tak henti-hentinya lisan kami memanjatkan puji pada keagungan-Nya, dan syukur sedalam-dalamnya atas limpahan kasih sayang-Nya selama ini. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada sosok yang telah mengeluarkan manusia dari hitamnya jahiliyah menuju pada cahaya yang terang benderang, dan sekaligus menjadi suri tauladan bagi umat-umatnya, yakni Nabi Muhammad SAW.
Terimakasih kepada berbagai pihak yang berperan penting dalam penyelesaian makalah ini terutama Bapak Drs. A. Syatori, M. Ag yang dalam hal ini selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Materi Pendidikan Fiqih Di Madrasah Tsanawiyah, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dengan bijak kepada kami dan kepada semua pihak yang telibat dan membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.semoga makalah sederhana ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Dan merujuk pada sebuah semboyan : ”Diantara yang jauh dari sempurna dan diantara yang buruk tentu ada sekelumit kecil yang berguna”. Maka dengan segala kerendahan hati kami memberanikan diri menyajikan makalah ini. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



Cirebon, Desember 2013

Penyusun






BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Najis adalah perkara yang secara otomatis dapat menghambat ibadah kita, karena sifat najis adalah mengotori sesuatu dan tidak akan bersih ataupun suci sebelum dibersihkan. Untuk itu kita perlu berhati-hati dalam menghadapi perkara tentang najis . Sudah sucikah badan dan pakaian anda ? . Di zaman sekarang ini banyak orang yang tidak memperdulikan masalah najis dan penyuciannya, ini merupakan hal yang fatal dalam persoalan ibadah . Untuk itu marilah kita simak bersama-sama makalah ini yang berisi ulasan-ulasan tentang masalah najis.
  1. Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan najis?
  2. Apa saja jenis-jenis najis?
  3. Benda apa saja yang termasuk najis?
  4. Bagaimana cara menyucikan benda yang terkena najis?
  1. Tujuan
  1. Mengetahui pengertian najis
  2. Mengetahui jenis-jenis najis
  3. Mengetahui benda-benda yang termasuk najis
  4. Mengetahui cara menyucikan benda yang terkena najis







BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Najis
Secara etimologis, “najis” berarti sesuatu yang mengotori. Sedangkan menurut syara’, “najis” adalah sesuatu yang kotor yang dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan (rukhsah). Sedangkan pengertian najis menurut beberapa tokoh adalah :
  1. Menurut Sayyid Sabiq Najis adalah kotoran yang bagi setiap muslim wajib mensucikan diri dari padanya dan mensucikan apa yang dikenainya.
  2. Menurut Imam Maliki , Najis adalah sesuatu sifat yang menurut syar’i dilarang mengerjakan shalat dan memakai pakaian yang terkena najis atau di tempat yang ada najisnya.
  3. Menurut Musthafa Kamal Pasha Najis adalah suatu perkara yang dipandang kotor dan menjijikan.
Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Muddatstsir ayat 4, yaitu :
  

Artinya :
Mengenai pakaianmu , hendaklah kamu bersihkan!”(Q.S Al-Muddatstsir :4)
Dari pemaparan diatas dapat dipahami bahwa sangat penting bagi kita semua kaum muslimin untuk menjaga kebersihan dan kesucian diri kita dan lingkungan kita.
  1. Jenis-jenis najis
Najis terdiri dari beberapa macam, baik berbentuk cair maupun padat. Contoh najis yang bersifat cair adalah; khamr, air seni (urine), darah, dll. Sedangkan yang bersifat yang bersifat padat di antaranya; bangkai, tinja, dll.
  1. Najis Mughalazhah
Yaitu najis berat, contohnya anjing, babi, dan peranakan dari keduanya, berikut pula air seni, air liur, tinja, dll yang bersumber dari binatang-binatang tersebut.
  1. Najis Muthawasithah (najis sedang)
Najis Muthawasithah adalah semua najis selain anjing dan babi atau peranakan dari keduanya. Najis Muthawasithah ini ini berupa najis ‘ainiyyah (masih ada zat warna, rasa dan bau) dan najis hukmiyah (kita yakin ada najis tetapi tidak nyata zat bau, rasa dan baunya)
  1. Najis Mukhaffafah
Yaitu najis ringan, contohnya yaitu air seni bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan apa pun selain ASI.

  1. Benda-benda yang termasuk najis
Suatu barang (benda) menurut hukum aslinya adalah suci selama tak ada dalil yang menunjukkan bahwa benda itu najis ( Sulaiman Rasjid, 2011 : 16). Benda itu banyak, diantaranya :
  1. Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
Adapun bangkai binatang laut (ikan) dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidup (belalang) serta mayat manusia semuanya suci.
Firman Allah SWT :
  
Artinya : “diharamkan bagimu (memakan) bangkai”. (Q.S Al-Maidah : 3)
Adapun bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu juga mayat manusia tidak masuk dalam arti bangkai yang umum dalam ayat tersebut karena ada keterangan lain. Bagian batang seperti daging, kulit, tulang, urat, bulu dan lemaknya semuanya itu najis menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi yang najis hanya bagian-bagian yang mengandung roh (bagian-bagian yang bernyawa ) saja, seperti daging dan kulit. Bagian-bagian yang tidak bernyawa seperti kuku, tulang, tanduk dan bulu semuanya itu suci. Bagian-bagian yang tak bernyawa dari anjing dan babi tidak termasuk najis.
Dalil kedua mazhab tersebut adalah mazhab pertama mengambil dari makna umum dalam ayat tersebut, karena bangkai itu sesuatu yang tersusun dari bagian-bagian tersebut. Mazhab kedua beralasan dengan hadits Maimunah.
Sabda Rasulullah saw :
اِنَّمَا حَرُمَ اَكْلُهَا وَفِى رِوَايَةٍ لَحْمُهَا. (رواه الجماعة)
“sesungguhnya yang haram ialah memakannya.” Pada riwayat lain ditegaskan bahwa yang haram ialah “dagingnya”. (H.R. Jama’ah)
Berdasarkan hadits ini mereka berpendapat bahwa menurut pengertian hadits tersebut selain dari daging tidaklah haram. Lagi pula mazhab kedua ini berpendapat bahwa yang dinamakan bangkai itu adalah bagian-bagian yang tadinya mengandung roh, bagian-bagian yang tadinya tidak bernyawa tidak dinamakan bangkai.
Adapun dalil bahwa mayat manusia itu suci adalah firman Allah SWT :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىْ اٰدَمَ
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (manusia)”. (Q.S. Al-Isra : 70)
Arti dimuliakan itu hendaknya jangan dianggap sebagai kotoran (najis). Lagipula seandainya mayat manusia itu najis, kita tidak disuruh memandikannya, karena kita tidaklah disuruh mencuci najis-najis ‘ain lainnya, bahkan najis-najis ‘ain lainnya itu tidak dapat dicuci. Maka suruhan terhadap kita untuk memandikan mayat itu adalah suatu tanda bahwa mayat manusia itu bukan najis, hanya ada kemungkinan terkena najis sehingga kita disuruh memandikannya.
  1. Darah
Segala macam darah itu najis selain hati dan limpa. Firman Allah SWT :
     
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi”. (Q.S Al-Maidah : 3)
Sabda Rasulullah SAW :
اُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ اَلسَّمَكُ وَالْجَرَادُ وَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ (رواه ابن ماجه)
Telah dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah, ikan dan belalang, hati dan limpa”.(H.R Ibnu Majah)
  1. Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk.
  1. Segala benda yang keluar dari dua pintu
Semua itu najis selain mani, baik yang biasa seperti tinja, air ataupun yang tidak biasa seperti mazi, baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang haram dimakan. Sabda rasulullah SAW :
اِنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا جِىْءَ لَهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةِ لِيَسْتَنْجِىَ بِهَا, اَخَذَالْحَجَرَيْنِ وَرَدَّالرَّوْثَةَ وَقَالَ هّذِهِ رِكْسٌ(رواه البخري)
sesungguhnya Rasulallah saw diberi dua biji batu dan sebuah tinja keras untuk dipakai istinja. Beliau mengambil dua batu saja, sedangkan tinja beliau kembalikan dan berkata, tinja itu najis”. (H.R. Bukhari)

  1. Arak, setiap minuman yang memabukkan
Firman Allah SWT :
        
Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan” (Q.S Al-Maidah : 90)
  1. Anjing dan babi
Semua hwan suci, kecuali anjing dan babi. Sabda Rasulullah SAW :
طَهُوْرَاِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَاوَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَهُنَّ بِالتُّرابٍ.
Artinya: “Cara mencuci bejana seseorang diantara kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah” (H.R Muslim)
Cara mengambil dalil dengan hadits tersebut ialah dalam hadits ini kita disuruh mencuci bejana yang dijilat anjing. Mencuci sesuatu disebabkan karena tiga perkara yaitu hadas, najis dan kehormatannya. Dimulut anjing sudah tentu tidak ada hadas dan kehormatan. Oleh sebab itu, pencuciannya hanya karena najis. Babi dikiaskan dengan anjing karena keadaannya lebih buruk daripada anjing. Sebagian ulama berpendapat bahwa njing itu suci, mereka beralasan dengan hadits yang diriwayatkan Abu Daud dari Ibn Umar bahwa di zaman Rasulullah anjing-anjing banyak keluar masuk masjid dan tidak pernah dibasuh. Selain dari itu beralasan dengan firman Allah SWT :
      
Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu”.(Q.S Al-Maidah :4)
Dalam ayat diatas kita diperbolehkan memakan binatang yang ditangkap anjing dan tidap disuruh mencucinya terlebih dahulu, sedangkan binatang itu sudah tentu bergelimang air liur anjing yang menangkapnya itu.
Pendapat pertama menjawab bahwa keluar masuknya anjing kemasjid tidak menunjukkan sucinya. Begitu juga ayat tersebut tidak dapat menjadi dalil atas sucinya, sebab diperbolehkan memakan binatang itu tidaklah berarti tak wajib mencucinya, hanya tidak diterangkan dalam ayat karena dalil wajib mencuci najis itu sudah cukup diterangkan pada tempat yang lain.
  1. Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup
Hukum bagian-bagian badan binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang dipotongnya najis seperti babi atau kambing. Kalau bangkainya suci yang dpotong sewaktu hidupnya pun suci pula seperti yang diambil dari ikan hidup. Kecuali bulu hewan yang halal dimakan hukumnya suci. Firman Allah SWT :
     
dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga”.(Q.S An-Nahl : 80)
Semua najis dapat dicuci kecuali arak. Jika ia sudah menjadi cuka dengan sendirinya, maka ia menjadi suci apabila cukup syarat-syaratnya begitu juga kulit bangkai dapat menjadi suci setelah disamak.
  1. Cara mencuci benda yang terkena najis
  1. Apabila najisnya mugallazah (tebal) maka cara mensucikannya ialah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali satu kali diantaranya hendaknya dicampur dengan air yang dicampur tanah. Sabda Rasulullah SAW.
طَهُوْرَاِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَاوَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَهُنَّ بِالتُّرابٍ.
Artinya: “Cara mencuci bejana seseorang diantara kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah” (H.R Muslim).
  1. Apabila najisnya mukhoffafah (ringan) misalnya kencing anak laki-laki yang belum makan makanan selain ASI. Menyuci benda yang terkena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum makan apa-apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir diatas benda yang terkena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
Sabda Rasulullah SAW :
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَّةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ
kencing anak-anak perempuan dibasuh, dan kencing anak-anak laki-laki diperciki” (H.R Tirmizi)
  1. Apabila najisnya mutawassitah (pertengahan), yaitu najis yang lain daripada yang telah disebutkan. Najis ini terdiri atas dua bagian :
  1. Najis hukmiyah cara menyucikannya adalah cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang kna itu.
  2. Najis ‘ainiyah cara menyucikannya yaitu dengan menghilangkan zat rasa, warna dan baunya.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara etimologis, “najis” berarti sesuatu yang mengotori. Sedangkan menurut syara’, “najis” adalah sesuatu yang kotor yang dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan (rukhsah).
Jenis najis ada tiga yaitu najis mugalazah cara mensucikannya dengan membasuh dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah. Najis mukhoffafah cara menyucikannya cukup memerciki benda yang terkena najis itu dengan air. Najis mutawasitoh cara menyucikannya dngan menghilangkan zat rasa, warna dan baunya.
Benda-benda yang termasuk najis adalah bangkai binatang berdarah selain manusia, darah, nanah, segala sesuatu yang keluar dari dua pintu selain mani, arak, anjing dan babi, bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup.










DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid ; Fikih Sunah , Cetakan 14 , Al Ma’arif Bandung , 1995
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, cetakan 51, Sinar Baru Algensindo Bandung,2011
Jawad Mughniyah,Muhammad , Fiqih Lima Mazhab , Penerbit Lentera , Jakarta 2008
http://pub.kliksaya.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar