BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Manusia dalam mewujudkan keadaannya untuk sehat berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan seseorang disebut sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.
Konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak variable. Keempat komponen konsep diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan peran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diri dan konsep diri ?
2. Apa hakikat konsep diri itu ?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi konsep diri ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan diri dan konsep diri.
2. Mengetahui apa hakikat konsep diri.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsep.
BAB II
PEMBAHASAN
DIRI DAN KONSEP DIRI
A. DIRI
1. Pengertian Diri (Self)
Menurut William James (1890, dalam Sarwono, 1997) mengemukakan masalah self (diri) dalam bukunya yang terkenal Principles of Psychology. Self adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya saja, melainkan juga tentang anak-istri, rumah, pakaian, nenek moyang, teman-teman, milik, dan uangnya. Kalau semuanya bagus, maka ia akan merasa senang. Akan tetapi, kalau ada yang kurang baik, rusak, hilang ia merasa putus asa, kecewa, dan lain-lain.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa diri atau self adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, sifat-sifat, latar belakang budaya, pendidikan dan sebagainya, yang melekat pada seseorang. Semakin dewasa dan semakin tinggi kecerdasan seseorang maka akan semakin mampu dia menggambarkan dirinya sendiri. Diri (self) dapat pula menunjukkan keseluruhan lingkungan subjektif seseorang. Untuk orangnya sendiri, diri merupakan “pusat pengalaman dan kepentingannya” (Howie,1945, dalam Jersild, 1954). Diri membangun dunia batiniah yang harus dibedakan dari “dunia luar” yang dibangun oleh orang lain dan barang-barang lain.
Lebih jauh lagi, diri meliputi antara lain: pengamatan, yaitu: cara seseorang mengamati diri sendiri mengenai tanggapannya terhadap wajahnya, gambaran mengenai kesan-kesan yang dibuatnya terhadap orang lain. Diri meliputi pula komponen pengertian, yaitu pengertian seseorang tentang berbagai sifatnya, kesanggupan-kesanggupannya, miliknya, kekurangannya serta batas kemampuannya, dan pengertiannya tentang latar belakang asal-usulnya serta masa depannya. Diri mempunyai pula komponen sikap, yang meliputi perasaan orang terhadap dirinya sendiri, asal-usul dan latar belakang sikapnya terhadap kedudukannya pada saat ini, dan harapannya tentang hari depannya, kecenderungannya terhadap rasa bangganya atau perasaan malunya, keyakinannya (mungkin merupakan perasaan yang bercampur) mengenai penerimaan atau penolakan dirinya.
DeVito (1997: 61-62) secara rinci mengemukakan hakikat pengungkapan diri sebagai berikut:
1. Pengungkapan diri adalah jenis komunikasi saat kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan.
2. Pengungkapan diri adalah jenis komunikasi.
3. Pengungkapan diri adalah informasi.
4. Pengungkapan diri adalah informasi tentang diri sendiri.
5. Pengungkapan diri menyangkut informasi yang biasanya dan secara aktif disembunyikan.
6. Pengungkapan diri melibatkan sedikitnya satu orang lain.
Salah satu perkembangan diri adalah makin bertambahnya kesadaran tentang milik dan kemampuan dirinya. William James (1890, dalam Sarwono, 1997), menamakan diri cermin itu sebagai “diri public” (public self atau me) yang dibedakannya dari “diri pribadi” atau “aku’. (private self atau I). jadi menurut James, ada dua jenis diri, yaitu: “diri” dan “aku”. Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku adalah inti dari diri aktif, mengamati, berpikir, dan berkehendak (subjective self).
Akan tetapi, teori James yang menggunakan dua diri ini, menurut Sarwono sulit untuk dikembangkan lebih lanjut, karena baik dalam praktik maupun dalam penelitian-penelitian, sulit dibedakan antara kedua diri itu. Oleh karena itu, dalam pandangan Sarwono teori-teori yang timbul kemudian menggunakan salah satu dari konsep itu saja, yaitu self (diri) atau ego (aku) atau menggabungkan kedua konsep itu dalam satu konsep itu dalam satu konsep yang lebih menyeluruh, yaitu kepribadian.
Dalam pandangan para ahli psikologi, ego selain lebih luas dari self, juga lebih bersifat hakikat, lebih inti daripada pribadi nmanusia, sedangkan self adalah lebih sebagai perwujudan fungsional daripada ego. Ego atau aku mulai mekar dari id melalui kontaknya dengan dunia luar. Aktivitas ego bisa sadar, prasadar, maupun rek sadar. Namun, sebagian besar ego bersifat sadar. Adalah tugas ego (bukan ide dan naluri-naluri) untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuain dengan alam sekitar.
B. KONSEP DIRI (SELFT CONCEPT)
1. Defenisi Konsep Diri Dari Berbagai Pakar
Defenisi konsep diri pada dasarnya memiliki banyak defenisi, tergantung dari cara pandang apa para pakar melihatnya. Akan tetapi definisi konsep diri sebenarnya titiknya berada pada bagaiman pemahaman seseorang terhadap dirinya dalam segala aspek. Dari anda ragu mengenai defenisi konsep diri dari saya lebih baik kita simak beberapa defenisi konsep diri dari berbagai pakar berikut ini.
a) William D. Brooks
Defenisi konsep diri dari William D. brooks sebenarnya telah dibenarkan oleh salah seorang pakar lokal yaitu Jalaluddin Rakhmad dengan mengutipnya dalam sebuah argumentasinya, yaitu “Konsep diri merupakan persepsi individu terhadap dirinya sendiri yang bersifat psikis dan sosial sebagai hasil interaksi dengan orang lain.” Ya, betul sekali bahwa Konsep diri seseorang adalah merupakan penerimaan dirinya sendiri baik kelemahan maupun keunggulan yang dimiliki, baik secara fisik maupun mental serta pemahamannya terhadap pergaulan di tengah-tengah masyarakat dimana seorang individu itu berada dan berfungsi sebagai makhluk sosial.
b) Keliat
Adapun menurut Keliat bahwa konsep diri merupakan dasar perilaku dari individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berlaku lebih efektif terlihat dalam kemampuan intelektual, hubungan dengan orang lain dan penguasaan terhadap lingkungan”. (Keliat; 1992:3). Pada pengertian ini lebih melihat pada prilaku seseorang pada dirinya dan lingkungannya.
c) Jacinta
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain.
Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang.
d) Agus Sujudi
Agus Sujudi menggambarkan bahwa seseorang yang memiliki konsep diri positif akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. (Agus Sujudi, dan kawan-kawan; 1997: 12).
e) Salbiah
Salbiah berpendapat Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal. Meski konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembanga individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh lingkungannya.
Selain itu konsep diri juga akan dipelajari oleh individu melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang dilalui individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi tertentu. Gambaran penilaian tentang konsep diri dapat diketahui melalui rentang respon dari adaptif sampai dengan non adaptif. Konsep diri itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu : gambaran diri (body Image), ideal diri, harga diri, peran dan identitas.
2. Diri sebagai Bangunan Konsep
Perlu dicatat bahwa kita menyebut diri sebagai sebuah konstruk hipotetik. Artinya, kita dapat menggunakan pancaindra kita untuk membuktikan keberadaannya. Sebaliknya, hal tersebut adalah sesuatu yang kita katakana ada karena kita membutuhkan kesatuan istilah dalam upaya menggambarkan segala sesuatu lain yang bisa kita alami melalui pancra indra kita. Dalam hal ini, kita dapat melihat sekurangnya lima aspek dari diri, yakni pertama, dan yang paling jelas, adalah tentang fisik diri yang meliputi tubuh dan semua aktivitas biologis yang berlangsung didalamnya. Kedua, suatu area luas yang bisa kita sebut diri-sebagai-proses: suatu aliran akal pikiran, emosi, dan prilaku kita yang konstan. Ketiga, adalah diri-sosial, yaitu sebuah konsep yang penting bagi ahli ilmu-ilmu sosial. Keempat, ada suatu pandangan pribadi yang dimiliki seseorang tentang dirinya masing-masing, yaitu konsep-diri. Selanjutnya, berkaitan dengan konsep-diri yang kelima, yaitu cita-citam apa yang anda inginkan.
3. Hakikat Konsep Diri
Seringkali orang bertanya pada dirinya, “Siapakah Aku?” atau “Siapakah Diriku sebenarnya?” Kajian tentang Diri ini amat penting karena dengan mengenalnya kita akan mengenal Tuhan Sang Pencipta sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,“Man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa Rabbahu,” barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Rabb-nya. Dengan memahami diri kita dapat menjalankan misi hidup secara sempurna, yaitu mengenal Allah, menyembah hanya kepada-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Kita tentu tidak ingin kembali kepada-Nya dalam keadaan tersesat.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar”).
(QS. Al-Baqarah (2) :18).
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas tentang hakikat manusia. Untuk memudahkan pemahaman, maka diuraikan perbedaan beberapa komponen yang melekat pada diri manusia, yang kadang kita sulit membedakannya.
a) Ruh
Dalam Al Quran, disebut dengan Ar-Ruh (jamaknya arwah)
Asal unsurnya dari ruh (sebagian zat Allah) yang ditiupkan ke manusia saat janin berumur 4 bulan.
"Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur". (QS. 32:9)
Setelah ajal akan kembali kepada Allah Ta’ala. Ruh ini sifatnya suci, tidak pernah kotor dan berada di dalam qalbu manusia (sebuah tempat yang tidak dapat dimasuki setan) dan berfungsi memberikan energi untuk nafs, dan memberi nyawa (sukma) bagi jasad
b) Jasad
Asal unsurnya dari bumi (QS. 71:17) dan setelah ajal akan dikubur dan kembali ke bumi.
"Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain". (QS. 20:55)
Karena sifat kebumian, maka ketika dimasukkan ruh dan nafs, timbullah hawa nafsu dan syahwat. Jasad mendapatkan energi dari makanan yang berasal dari bumi juga.
c) Nafs
Dalam Al Quran disebut dengan An-Nafs (jamaknya anfus atau nufus), asal unsurnya adalah dari cahaya. Di alam Nur berkumpul nafs-nafs, mulai nafs manusia pertama sampai nafs manusia terakhir.
Nafs ini terdiri dari berbagai macam type atau kualitas. Untuk memudahkan memahami, sebut saja misalnya, tipe emas, perak, perunggu dan sebagainya. Nafs-nafs ini akan diundang oleh janin-janin dalam rahim yang telah berumur 120 hari. Nafs yang bersedia datang pun sesuai dengan bahan janin, nafs tipe emas akan menempati wadah dari emas, nafs tipe perak akan menempati wadah dari perak dan seterusnya. Nafs yang menempati janin tersebut dimasukkan Ruh, kemudian dipanggil Allah menghadap ke Alam Alastu:
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (QS. 7:172)
Di alam Alastu inilah Allah telah menetapkan 4 hal baginya selama perjalanan di dunia, yaitu: Ajal, Rezeki, Amal, dan Musibah atau Keberuntungan. Nafs inilah sebenarnya hakikat dari manusia, yang dikatakan Nabi Saw, apabila kamu mengenalnya, maka kamu akan mengenal Tuhanmu. Nafs inilah yang menyebabkan manusia menjadi makhluk paling mulia.
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya". (QS. 95:4)
Apabila qalbu bersih, maka ruh dapat memberikan energi bagi nafs, sehingga nafsnya hidup sehat dan dalam Al Quran disebutlah sebagai nafs al muthmainnah. Apabila qalbu tertutup dosa, maka ruh tidak dapat memberikan energi, maka nafsnya akan sakit, buta, tuli, bisu dan lumpuh. Setelah ajal, kondisinya sesuai dengan kondisi nafs terakhir sebelum ajal. Apabila dalam kondisi sehat, maka nafsnya akan tetap hidup di sisi Allah.
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan". (QS. 6:122)
Apabila dalam kondisi buta, tuli, bisu atau lumpuh, maka ia akan disiksa di alam kubur. Nafs akan dimintai pertanggungjawabannya pada Hari Akhir, atas pelaksanaan sumpah yang dilakukan di Alam Alastu.
d) Hawa Nafsu dan Syahwat
Hawa nafsu dan syahwat timbul akibat nafs dan ruh ditempatkan dalam jasad. Hawa nafsu dan syahwat dalam Al Quran digambarkan sebagai kuda-kuda, tali kekangnya adalah qalbu, saisnya adalah nafs, dan muatannya adalah jasad. Apabila saisnya (nafs) sakit atau lumpuh, maka kuda-kuda (hawa nafsu dan syahwat) berlari-lari tidak terkendali membawa muatan (jasad). Setan menjadikan hawa nafsu dan syahwat ini sebagai media untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Sesungguhnya nafsu itu membawa kepada keburukan, kecuali nafsu yang dirahmati (nafsu al muthmainnah)
e) Qalbu
Qalbu terbagi 2 jenis, Qalbu jasmaniah dan Qalbu Ruhaniah. Qalbu jasmaniah yaitu jantung yang secara medis dianggap sebagai pusat kehidupan manusia, sedangkan Qalbu Ruhaniah yaitu yang merasakan dan memahami. Lebih jauh lagi qalbu inilah yang akan dapat mengenal Allah Swt, maka disebut pula Qalbu Rabbaniyah. Qalbu menjadi antara bagi ruh, nafs dan jasad. Qalbu dan nafs ibarat kaca dengan rasahnya, apabila qalbu kotor maka tidak berfungsilah nafs sebagai cermin. Apabila qalbu bersih, maka ia dapat memantulkan ruh (zat) Allah. Maka jadilah ia pencerminan dari Allah Swt.
Rasulullah Saw. bersabda, “Dalam diri manusia itu ada segumpal darah, yang apabila baik maka baik seluruhnya, tetapi apabila buruk maka buruk seluruhnya, itulah qalbu.” (HR. Bukhari)
Menurut Jalaludin Rahmat (1994), walaupun konsep diri merupakan tema utama psikologi Humanistik yang muncul belakangan ini, pembicaraan tentang konsep diri dapat dilacak sampai William james. Menurut Jamas, ada jenis diri, yaitu “diri” dan “aku. Diri adalah ahu sebagaimana dipersepsikan oleh orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku adalah inti dari aktif, mengamati, berpikir, dan berkehendak (subjective self, 1997:148)” Pada psikologi sosial, khususnya psikologi sosial yang berorientasi pada sosiologi, konsep diri dikembangkan oleh Charles Horton Cooley (1864-1929), Geoorge Herbert Mead (1868-1931), dan memuncak pada aliran interaksi simbolis, yang tokoh terkemukannya Badalah Herbert Blumer.
Konsep Diri adalah “semua persepsi kits terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain.” Myers dan Myers (1988:67) menyatakan bahwa penghargaan diri adalah suatu perasaan yang dapat anda peroleh pada saat tindakan anda sesuai dengan kesan pribadi anda pada saat kesan khusus mengira-ngira suatu versi yang diidealkan mengaenai bagaimana anda mengharapkan diri sendiri. Konsep diri, menurut Rogers (dalam budiharjo, ed., 1997) adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat referensi setiap pengalaman.
Cara menanggapi diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:
1. Konsep diri yang disadari, yakni pandangan individu mengenai kemampuan, statusnya, dan perannya.
2. Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu tentang cara orang lain memandang atau menilai dirinya.
3. Aku Ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya atau akan menjadi apa dirinya kelak.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah sebagai berikut :
1. Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya.
2. Budaya
Dimana pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat pada lingkungannya.
3. Sumber eksternal dan internal
Dimana kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri.
4. Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecendrungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian pula sebaliknya.
5. Stresor
Stresor menantang kapasitas adaptif seseorang. Selye (1956) menyatakan bahwa stres adalah kehilangan dan kerusakan normal dari kehidupan, bukan hasil spesifik tindakan seseorang atau respon khas terhadap sesuatu. Proses normal dari kematangan dan perkembangan itu sendiri adalah stresor. Stresor konsep diri adalah segala perubahan nyata atau yang diserap yang mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku peran.
a) Stresor identitas
Identitas didefinisikan sebagai pengorganisasian prinsip dari system kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kontinuitas, keunikan, dan konsistensi dari kepribadian. Identitas dipengaruhi oleh stresor seumur hidup.
Bingung identitas terjadi ketika seseorang tidak mempertahankan identitas personal yang jelas, konsisten, dan terus sadar. Kebingungan identitas dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan jika seseorang tidak mampu mengatasi stresor identitas. Dalam stress ekstrem seorang individu dapat mengalami depersonalisasi, yaitu suatu keadaan dimana realitas internal dan eksternal atau perbedaan antara diri dan orang lain tidak dapat ditetapkan.
b) Stresor citra tubuh
Perubahan dalam penampilan, struktus atau fungsi bagian tubuh akan membutuhkan perubahan dalam citra tubuh.
Makna dari kehilangan fungsi atau perubahan dalam penampilan dipengaruhi oleh persepsi individu tentang perubahan yang dialaminya. Citra tubuh terdiri atas elemen ideal dan nyata. Seorang wanita yang memasukkan payudara sebagai citra tubuhnya dalam elemen ideal, maka kehilangan payudara akibat mastektomi dapat menjadi perubahan yang signifikan. Makin besar makna penting dari tubuh atau bagian spesifik, maka makin besar ancaman yang dirasakan akibat perubahan dalam citra tubuh.
c) Stresor harga diri
Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai. Banyak stresor mempengaruhi harga diri seorang bayi, usia bermain, prasekolah dan remaja. Ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua, kritik tajam, hukuman yang yang tidak konsisten, persaingan antara saudara sekandung, dan kekalahan yanmg berulang dapat menurunkan tingkat nilai diri. Stresor pada orang dewasa mencakup ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam hubungan.
d) Stresor peran
Peran membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang berkaitan dengan fungsi seorang individu dalam berbagai kelompok sosial. Sepanjang hidup orang menjalani berbagai perubahan peran.
Perubahan normal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan maturasi mengakibatkan transisi perkembangan.
Masing-masing dari transisi dapat mengancam konsep diri yang mengakibatkan konflik peran, ambiguitas peran atau ketegangan peran.
1) Konflik peran
Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran. Jika seseorang diharuskan untuk secara bersamaan menerima dua peran atau lebih yang tidak konsisten, berlawanan, atau sangat eksklusif maka dapat terjadi konflik peran. Terdapat tiga jenis dasar konflik peran yaitu :
a. Konflik interpersonal terjadi ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan yang berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran tertentu.
b. Konflik antar-peran terjadi ketika tekanan atau harapan yang berkaitan dengan satu peran melawan tekanan atau harapan yang saling berkaitan.
c. Konflik peran personal terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu.
2) Ambiguitas peran
Ambiguitas peran mencakup harapan peran yang tidak jelas. Ketika terdapat ketidakjelasan harapan, maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus dilakukan, bagaimana harus melakukannya, atau keduanya.
3) Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah perpaduan antara konflik peran dan ambiguitas peran. Ketegangan peran dapat diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak adekuat atau merasa tidak sesuai dengan peran. Kelebihan beban peran terjadi ketika seseorang individu tidak dapat memutuskan tekanan mana yang harus dipatuhi karna jumlah tuntutan yang banyak dan konflik prioritas.
6. Usia, keadaan sakit dan trauma
Dimana usia tua dan keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi seseorang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diri atau self adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, sifat-sifat, latar belakang budaya, pendidikan dan sebagainya, yang melekat pada seseorang. Semakin dewasa dan semakin tinggi kecerdasan seseorang maka akan semakin mampu dia menggambarkan dirinya sendiri. Konsep diri merupakan persepsi individu terhadap dirinya sendiri yang bersifat psikis dan sosial sebagai hasil interaksi dengan orang lain. Cara menanggapi diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:
1. Konsep diri yang disadari, yakni pandangan individu mengenai kemampuan, statusnya, dan perannya.
2. Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu tentang cara orang lain memandang atau menilai dirinya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah sebagai berikut :
1. Tingkat perkembangan dan kematangan
2. Budaya
3. Sumber eksternal dan internal
4. Pengalaman sukses dan gagal
5. Stresor
a) Stresor identitas
b) Stresor citra tubuh
c) Stresor harga diri
d) Stresor peran
6. Usia, keadaan sakit dan trauma.
DAFTAR PUSTAKA
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia.
http://meetabied.blogspot.com/2010/03/konsep-diri.html
http://www.tuanguru.net/2011/08/mengenal-hakikat-diri.html
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Manusia dalam mewujudkan keadaannya untuk sehat berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan seseorang disebut sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.
Konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak variable. Keempat komponen konsep diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan peran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diri dan konsep diri ?
2. Apa hakikat konsep diri itu ?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi konsep diri ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan diri dan konsep diri.
2. Mengetahui apa hakikat konsep diri.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsep.
BAB II
PEMBAHASAN
DIRI DAN KONSEP DIRI
A. DIRI
1. Pengertian Diri (Self)
Menurut William James (1890, dalam Sarwono, 1997) mengemukakan masalah self (diri) dalam bukunya yang terkenal Principles of Psychology. Self adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya saja, melainkan juga tentang anak-istri, rumah, pakaian, nenek moyang, teman-teman, milik, dan uangnya. Kalau semuanya bagus, maka ia akan merasa senang. Akan tetapi, kalau ada yang kurang baik, rusak, hilang ia merasa putus asa, kecewa, dan lain-lain.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa diri atau self adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, sifat-sifat, latar belakang budaya, pendidikan dan sebagainya, yang melekat pada seseorang. Semakin dewasa dan semakin tinggi kecerdasan seseorang maka akan semakin mampu dia menggambarkan dirinya sendiri. Diri (self) dapat pula menunjukkan keseluruhan lingkungan subjektif seseorang. Untuk orangnya sendiri, diri merupakan “pusat pengalaman dan kepentingannya” (Howie,1945, dalam Jersild, 1954). Diri membangun dunia batiniah yang harus dibedakan dari “dunia luar” yang dibangun oleh orang lain dan barang-barang lain.
Lebih jauh lagi, diri meliputi antara lain: pengamatan, yaitu: cara seseorang mengamati diri sendiri mengenai tanggapannya terhadap wajahnya, gambaran mengenai kesan-kesan yang dibuatnya terhadap orang lain. Diri meliputi pula komponen pengertian, yaitu pengertian seseorang tentang berbagai sifatnya, kesanggupan-kesanggupannya, miliknya, kekurangannya serta batas kemampuannya, dan pengertiannya tentang latar belakang asal-usulnya serta masa depannya. Diri mempunyai pula komponen sikap, yang meliputi perasaan orang terhadap dirinya sendiri, asal-usul dan latar belakang sikapnya terhadap kedudukannya pada saat ini, dan harapannya tentang hari depannya, kecenderungannya terhadap rasa bangganya atau perasaan malunya, keyakinannya (mungkin merupakan perasaan yang bercampur) mengenai penerimaan atau penolakan dirinya.
DeVito (1997: 61-62) secara rinci mengemukakan hakikat pengungkapan diri sebagai berikut:
1. Pengungkapan diri adalah jenis komunikasi saat kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan.
2. Pengungkapan diri adalah jenis komunikasi.
3. Pengungkapan diri adalah informasi.
4. Pengungkapan diri adalah informasi tentang diri sendiri.
5. Pengungkapan diri menyangkut informasi yang biasanya dan secara aktif disembunyikan.
6. Pengungkapan diri melibatkan sedikitnya satu orang lain.
Salah satu perkembangan diri adalah makin bertambahnya kesadaran tentang milik dan kemampuan dirinya. William James (1890, dalam Sarwono, 1997), menamakan diri cermin itu sebagai “diri public” (public self atau me) yang dibedakannya dari “diri pribadi” atau “aku’. (private self atau I). jadi menurut James, ada dua jenis diri, yaitu: “diri” dan “aku”. Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku adalah inti dari diri aktif, mengamati, berpikir, dan berkehendak (subjective self).
Akan tetapi, teori James yang menggunakan dua diri ini, menurut Sarwono sulit untuk dikembangkan lebih lanjut, karena baik dalam praktik maupun dalam penelitian-penelitian, sulit dibedakan antara kedua diri itu. Oleh karena itu, dalam pandangan Sarwono teori-teori yang timbul kemudian menggunakan salah satu dari konsep itu saja, yaitu self (diri) atau ego (aku) atau menggabungkan kedua konsep itu dalam satu konsep itu dalam satu konsep yang lebih menyeluruh, yaitu kepribadian.
Dalam pandangan para ahli psikologi, ego selain lebih luas dari self, juga lebih bersifat hakikat, lebih inti daripada pribadi nmanusia, sedangkan self adalah lebih sebagai perwujudan fungsional daripada ego. Ego atau aku mulai mekar dari id melalui kontaknya dengan dunia luar. Aktivitas ego bisa sadar, prasadar, maupun rek sadar. Namun, sebagian besar ego bersifat sadar. Adalah tugas ego (bukan ide dan naluri-naluri) untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuain dengan alam sekitar.
B. KONSEP DIRI (SELFT CONCEPT)
1. Defenisi Konsep Diri Dari Berbagai Pakar
Defenisi konsep diri pada dasarnya memiliki banyak defenisi, tergantung dari cara pandang apa para pakar melihatnya. Akan tetapi definisi konsep diri sebenarnya titiknya berada pada bagaiman pemahaman seseorang terhadap dirinya dalam segala aspek. Dari anda ragu mengenai defenisi konsep diri dari saya lebih baik kita simak beberapa defenisi konsep diri dari berbagai pakar berikut ini.
a) William D. Brooks
Defenisi konsep diri dari William D. brooks sebenarnya telah dibenarkan oleh salah seorang pakar lokal yaitu Jalaluddin Rakhmad dengan mengutipnya dalam sebuah argumentasinya, yaitu “Konsep diri merupakan persepsi individu terhadap dirinya sendiri yang bersifat psikis dan sosial sebagai hasil interaksi dengan orang lain.” Ya, betul sekali bahwa Konsep diri seseorang adalah merupakan penerimaan dirinya sendiri baik kelemahan maupun keunggulan yang dimiliki, baik secara fisik maupun mental serta pemahamannya terhadap pergaulan di tengah-tengah masyarakat dimana seorang individu itu berada dan berfungsi sebagai makhluk sosial.
b) Keliat
Adapun menurut Keliat bahwa konsep diri merupakan dasar perilaku dari individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berlaku lebih efektif terlihat dalam kemampuan intelektual, hubungan dengan orang lain dan penguasaan terhadap lingkungan”. (Keliat; 1992:3). Pada pengertian ini lebih melihat pada prilaku seseorang pada dirinya dan lingkungannya.
c) Jacinta
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain.
Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang.
d) Agus Sujudi
Agus Sujudi menggambarkan bahwa seseorang yang memiliki konsep diri positif akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. (Agus Sujudi, dan kawan-kawan; 1997: 12).
e) Salbiah
Salbiah berpendapat Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal. Meski konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembanga individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh lingkungannya.
Selain itu konsep diri juga akan dipelajari oleh individu melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang dilalui individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi tertentu. Gambaran penilaian tentang konsep diri dapat diketahui melalui rentang respon dari adaptif sampai dengan non adaptif. Konsep diri itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu : gambaran diri (body Image), ideal diri, harga diri, peran dan identitas.
2. Diri sebagai Bangunan Konsep
Perlu dicatat bahwa kita menyebut diri sebagai sebuah konstruk hipotetik. Artinya, kita dapat menggunakan pancaindra kita untuk membuktikan keberadaannya. Sebaliknya, hal tersebut adalah sesuatu yang kita katakana ada karena kita membutuhkan kesatuan istilah dalam upaya menggambarkan segala sesuatu lain yang bisa kita alami melalui pancra indra kita. Dalam hal ini, kita dapat melihat sekurangnya lima aspek dari diri, yakni pertama, dan yang paling jelas, adalah tentang fisik diri yang meliputi tubuh dan semua aktivitas biologis yang berlangsung didalamnya. Kedua, suatu area luas yang bisa kita sebut diri-sebagai-proses: suatu aliran akal pikiran, emosi, dan prilaku kita yang konstan. Ketiga, adalah diri-sosial, yaitu sebuah konsep yang penting bagi ahli ilmu-ilmu sosial. Keempat, ada suatu pandangan pribadi yang dimiliki seseorang tentang dirinya masing-masing, yaitu konsep-diri. Selanjutnya, berkaitan dengan konsep-diri yang kelima, yaitu cita-citam apa yang anda inginkan.
3. Hakikat Konsep Diri
Seringkali orang bertanya pada dirinya, “Siapakah Aku?” atau “Siapakah Diriku sebenarnya?” Kajian tentang Diri ini amat penting karena dengan mengenalnya kita akan mengenal Tuhan Sang Pencipta sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,“Man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa Rabbahu,” barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Rabb-nya. Dengan memahami diri kita dapat menjalankan misi hidup secara sempurna, yaitu mengenal Allah, menyembah hanya kepada-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Kita tentu tidak ingin kembali kepada-Nya dalam keadaan tersesat.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar”).
(QS. Al-Baqarah (2) :18).
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas tentang hakikat manusia. Untuk memudahkan pemahaman, maka diuraikan perbedaan beberapa komponen yang melekat pada diri manusia, yang kadang kita sulit membedakannya.
a) Ruh
Dalam Al Quran, disebut dengan Ar-Ruh (jamaknya arwah)
Asal unsurnya dari ruh (sebagian zat Allah) yang ditiupkan ke manusia saat janin berumur 4 bulan.
"Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur". (QS. 32:9)
Setelah ajal akan kembali kepada Allah Ta’ala. Ruh ini sifatnya suci, tidak pernah kotor dan berada di dalam qalbu manusia (sebuah tempat yang tidak dapat dimasuki setan) dan berfungsi memberikan energi untuk nafs, dan memberi nyawa (sukma) bagi jasad
b) Jasad
Asal unsurnya dari bumi (QS. 71:17) dan setelah ajal akan dikubur dan kembali ke bumi.
"Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain". (QS. 20:55)
Karena sifat kebumian, maka ketika dimasukkan ruh dan nafs, timbullah hawa nafsu dan syahwat. Jasad mendapatkan energi dari makanan yang berasal dari bumi juga.
c) Nafs
Dalam Al Quran disebut dengan An-Nafs (jamaknya anfus atau nufus), asal unsurnya adalah dari cahaya. Di alam Nur berkumpul nafs-nafs, mulai nafs manusia pertama sampai nafs manusia terakhir.
Nafs ini terdiri dari berbagai macam type atau kualitas. Untuk memudahkan memahami, sebut saja misalnya, tipe emas, perak, perunggu dan sebagainya. Nafs-nafs ini akan diundang oleh janin-janin dalam rahim yang telah berumur 120 hari. Nafs yang bersedia datang pun sesuai dengan bahan janin, nafs tipe emas akan menempati wadah dari emas, nafs tipe perak akan menempati wadah dari perak dan seterusnya. Nafs yang menempati janin tersebut dimasukkan Ruh, kemudian dipanggil Allah menghadap ke Alam Alastu:
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (QS. 7:172)
Di alam Alastu inilah Allah telah menetapkan 4 hal baginya selama perjalanan di dunia, yaitu: Ajal, Rezeki, Amal, dan Musibah atau Keberuntungan. Nafs inilah sebenarnya hakikat dari manusia, yang dikatakan Nabi Saw, apabila kamu mengenalnya, maka kamu akan mengenal Tuhanmu. Nafs inilah yang menyebabkan manusia menjadi makhluk paling mulia.
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya". (QS. 95:4)
Apabila qalbu bersih, maka ruh dapat memberikan energi bagi nafs, sehingga nafsnya hidup sehat dan dalam Al Quran disebutlah sebagai nafs al muthmainnah. Apabila qalbu tertutup dosa, maka ruh tidak dapat memberikan energi, maka nafsnya akan sakit, buta, tuli, bisu dan lumpuh. Setelah ajal, kondisinya sesuai dengan kondisi nafs terakhir sebelum ajal. Apabila dalam kondisi sehat, maka nafsnya akan tetap hidup di sisi Allah.
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan". (QS. 6:122)
Apabila dalam kondisi buta, tuli, bisu atau lumpuh, maka ia akan disiksa di alam kubur. Nafs akan dimintai pertanggungjawabannya pada Hari Akhir, atas pelaksanaan sumpah yang dilakukan di Alam Alastu.
d) Hawa Nafsu dan Syahwat
Hawa nafsu dan syahwat timbul akibat nafs dan ruh ditempatkan dalam jasad. Hawa nafsu dan syahwat dalam Al Quran digambarkan sebagai kuda-kuda, tali kekangnya adalah qalbu, saisnya adalah nafs, dan muatannya adalah jasad. Apabila saisnya (nafs) sakit atau lumpuh, maka kuda-kuda (hawa nafsu dan syahwat) berlari-lari tidak terkendali membawa muatan (jasad). Setan menjadikan hawa nafsu dan syahwat ini sebagai media untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Sesungguhnya nafsu itu membawa kepada keburukan, kecuali nafsu yang dirahmati (nafsu al muthmainnah)
e) Qalbu
Qalbu terbagi 2 jenis, Qalbu jasmaniah dan Qalbu Ruhaniah. Qalbu jasmaniah yaitu jantung yang secara medis dianggap sebagai pusat kehidupan manusia, sedangkan Qalbu Ruhaniah yaitu yang merasakan dan memahami. Lebih jauh lagi qalbu inilah yang akan dapat mengenal Allah Swt, maka disebut pula Qalbu Rabbaniyah. Qalbu menjadi antara bagi ruh, nafs dan jasad. Qalbu dan nafs ibarat kaca dengan rasahnya, apabila qalbu kotor maka tidak berfungsilah nafs sebagai cermin. Apabila qalbu bersih, maka ia dapat memantulkan ruh (zat) Allah. Maka jadilah ia pencerminan dari Allah Swt.
Rasulullah Saw. bersabda, “Dalam diri manusia itu ada segumpal darah, yang apabila baik maka baik seluruhnya, tetapi apabila buruk maka buruk seluruhnya, itulah qalbu.” (HR. Bukhari)
Menurut Jalaludin Rahmat (1994), walaupun konsep diri merupakan tema utama psikologi Humanistik yang muncul belakangan ini, pembicaraan tentang konsep diri dapat dilacak sampai William james. Menurut Jamas, ada jenis diri, yaitu “diri” dan “aku. Diri adalah ahu sebagaimana dipersepsikan oleh orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku adalah inti dari aktif, mengamati, berpikir, dan berkehendak (subjective self, 1997:148)” Pada psikologi sosial, khususnya psikologi sosial yang berorientasi pada sosiologi, konsep diri dikembangkan oleh Charles Horton Cooley (1864-1929), Geoorge Herbert Mead (1868-1931), dan memuncak pada aliran interaksi simbolis, yang tokoh terkemukannya Badalah Herbert Blumer.
Konsep Diri adalah “semua persepsi kits terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain.” Myers dan Myers (1988:67) menyatakan bahwa penghargaan diri adalah suatu perasaan yang dapat anda peroleh pada saat tindakan anda sesuai dengan kesan pribadi anda pada saat kesan khusus mengira-ngira suatu versi yang diidealkan mengaenai bagaimana anda mengharapkan diri sendiri. Konsep diri, menurut Rogers (dalam budiharjo, ed., 1997) adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat referensi setiap pengalaman.
Cara menanggapi diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:
1. Konsep diri yang disadari, yakni pandangan individu mengenai kemampuan, statusnya, dan perannya.
2. Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu tentang cara orang lain memandang atau menilai dirinya.
3. Aku Ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya atau akan menjadi apa dirinya kelak.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah sebagai berikut :
1. Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya.
2. Budaya
Dimana pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat pada lingkungannya.
3. Sumber eksternal dan internal
Dimana kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri.
4. Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecendrungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian pula sebaliknya.
5. Stresor
Stresor menantang kapasitas adaptif seseorang. Selye (1956) menyatakan bahwa stres adalah kehilangan dan kerusakan normal dari kehidupan, bukan hasil spesifik tindakan seseorang atau respon khas terhadap sesuatu. Proses normal dari kematangan dan perkembangan itu sendiri adalah stresor. Stresor konsep diri adalah segala perubahan nyata atau yang diserap yang mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku peran.
a) Stresor identitas
Identitas didefinisikan sebagai pengorganisasian prinsip dari system kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kontinuitas, keunikan, dan konsistensi dari kepribadian. Identitas dipengaruhi oleh stresor seumur hidup.
Bingung identitas terjadi ketika seseorang tidak mempertahankan identitas personal yang jelas, konsisten, dan terus sadar. Kebingungan identitas dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan jika seseorang tidak mampu mengatasi stresor identitas. Dalam stress ekstrem seorang individu dapat mengalami depersonalisasi, yaitu suatu keadaan dimana realitas internal dan eksternal atau perbedaan antara diri dan orang lain tidak dapat ditetapkan.
b) Stresor citra tubuh
Perubahan dalam penampilan, struktus atau fungsi bagian tubuh akan membutuhkan perubahan dalam citra tubuh.
Makna dari kehilangan fungsi atau perubahan dalam penampilan dipengaruhi oleh persepsi individu tentang perubahan yang dialaminya. Citra tubuh terdiri atas elemen ideal dan nyata. Seorang wanita yang memasukkan payudara sebagai citra tubuhnya dalam elemen ideal, maka kehilangan payudara akibat mastektomi dapat menjadi perubahan yang signifikan. Makin besar makna penting dari tubuh atau bagian spesifik, maka makin besar ancaman yang dirasakan akibat perubahan dalam citra tubuh.
c) Stresor harga diri
Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai. Banyak stresor mempengaruhi harga diri seorang bayi, usia bermain, prasekolah dan remaja. Ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua, kritik tajam, hukuman yang yang tidak konsisten, persaingan antara saudara sekandung, dan kekalahan yanmg berulang dapat menurunkan tingkat nilai diri. Stresor pada orang dewasa mencakup ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam hubungan.
d) Stresor peran
Peran membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang berkaitan dengan fungsi seorang individu dalam berbagai kelompok sosial. Sepanjang hidup orang menjalani berbagai perubahan peran.
Perubahan normal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan maturasi mengakibatkan transisi perkembangan.
Masing-masing dari transisi dapat mengancam konsep diri yang mengakibatkan konflik peran, ambiguitas peran atau ketegangan peran.
1) Konflik peran
Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran. Jika seseorang diharuskan untuk secara bersamaan menerima dua peran atau lebih yang tidak konsisten, berlawanan, atau sangat eksklusif maka dapat terjadi konflik peran. Terdapat tiga jenis dasar konflik peran yaitu :
a. Konflik interpersonal terjadi ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan yang berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran tertentu.
b. Konflik antar-peran terjadi ketika tekanan atau harapan yang berkaitan dengan satu peran melawan tekanan atau harapan yang saling berkaitan.
c. Konflik peran personal terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu.
2) Ambiguitas peran
Ambiguitas peran mencakup harapan peran yang tidak jelas. Ketika terdapat ketidakjelasan harapan, maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus dilakukan, bagaimana harus melakukannya, atau keduanya.
3) Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah perpaduan antara konflik peran dan ambiguitas peran. Ketegangan peran dapat diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak adekuat atau merasa tidak sesuai dengan peran. Kelebihan beban peran terjadi ketika seseorang individu tidak dapat memutuskan tekanan mana yang harus dipatuhi karna jumlah tuntutan yang banyak dan konflik prioritas.
6. Usia, keadaan sakit dan trauma
Dimana usia tua dan keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi seseorang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diri atau self adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, sifat-sifat, latar belakang budaya, pendidikan dan sebagainya, yang melekat pada seseorang. Semakin dewasa dan semakin tinggi kecerdasan seseorang maka akan semakin mampu dia menggambarkan dirinya sendiri. Konsep diri merupakan persepsi individu terhadap dirinya sendiri yang bersifat psikis dan sosial sebagai hasil interaksi dengan orang lain. Cara menanggapi diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:
1. Konsep diri yang disadari, yakni pandangan individu mengenai kemampuan, statusnya, dan perannya.
2. Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu tentang cara orang lain memandang atau menilai dirinya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah sebagai berikut :
1. Tingkat perkembangan dan kematangan
2. Budaya
3. Sumber eksternal dan internal
4. Pengalaman sukses dan gagal
5. Stresor
a) Stresor identitas
b) Stresor citra tubuh
c) Stresor harga diri
d) Stresor peran
6. Usia, keadaan sakit dan trauma.
DAFTAR PUSTAKA
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia.
http://meetabied.blogspot.com/2010/03/konsep-diri.html
http://www.tuanguru.net/2011/08/mengenal-hakikat-diri.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar