SISTEM
PENDIDIKAN ISALAM
PADA
MASA DAULAH BANI UMAYAH II
- PENDAHULUAN
Lukman ( 31: 13
)
وَإِذْ
قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ
يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ
بِاللَّهِ ۖإِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
Artinya
:
“Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
(Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar".
Ayat
diatas sangat erat hubungannya dengan pentingnya pendidikan
islam,
sebagaimana lukman memberi pelajaran kepada anaknya. Islam
diturunkan sebagai rahmatan lil’alamin. Untuk mengenalkan islam ini
diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia
untuk kembali kepad Allah SWT. Oleh karena itu selama ± 23 tahun
Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui suatu
pendidikan. Pendidikan yang mengantarkan manusia kepada suatu derajat
yang tinggi, yaitu adalah orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu
dengan keimanan ini yang mampu melanjutkan warisan yang sangat
berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. Pendidikan itu merupakan
kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan suatu ilmu yang
bermanfaat.
Untuk
mengetahui sejauh mana pendidikan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW,
dan para sahabatnya, maka perlu dibutuhkan sejarah pendidikan islam.
Sejarah pendidikan isalam memiliki 2 kegunaan : yang bersifat umum
yaitu faktor keteladanan dan bersifat akademis yaitu memberikan
pembendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
periodisasi sejarah pendidikan dapat dikatakan berada pada
periode-periode sejarah islam itu sendiri. Yang dapat dibagi menjadi
3 periode. Tetapi pada makalah ini penulis hanya membahas sistem
pendidikan islam pada masa daulah bani umayyah.
Pada tahun 25 H Utsman bin Affan
menjadi khalifah yang ke tiga menggantikan khalifah Umar
bin Khattab yang wafat. Dan pada tahun 35 H utsman bin affan
meninggal karena dibunuh oleh Abdullah Bin Saba (seorang pendeta
yahudi dari yaman yang masuk islam). Maka tahta pemerintahan
khulafaurrasidin jatuh ketangan Ali bin Abhi Thalib sebagai khalifah
yang ke empat(terakhir) dalam kekhalifahan khulafaurrasidin.
Pada masa pemerintahan khalifah Ali
terjadi hal-hal yang tidak di inginkan oleh umat islam bukan sebab
khalifah Ali melainkan situasi dan kehendak sejarah yang berjalan
seperti itu. Ada empat golongan pada masa ini antara lain:
- Golongan Syi`ah yang menyokong penuh pengangkatan Ali bin Abhi thalib sebagai khalifah menggantikan khalifah Utsman bin Affan.
- Golongan Mu`awiyah bin Abu Sofyan, wali (Gubernur) yang di angkat khalifah utsman di damaskus Syria, yang tidak megakui khalifah Ali dan menganggap Khalifah Ali bersalah dan ikut canpur dalam pembunuhan khalifah Utsman.
Golongan Mu`awiyah di Syria
mengangkat Mu`awiyah menjadi khalifah pengganti khalifah Utsman bin
Affan. Maka terjadilah dua orang khalifah yang satu di madinah
(khalifah yang sah),dan tandingannya di Syria ialah Mu`awiyah bin Abu
Sofyan.
- Golongan yang ketiga ialah Siti Aisyah Ummul Muminin (ibu seluruh orang muslim) dan diikuti oleh Thalhah bin Zubair. Golongan ini tidak mengakui pengangkatan khalifah Ali karena pengangkatan dengan paksaan tetapi tidak menyalahkan khalifah Ali dalam soal pembunuhan terhadap khalifah Utsman. Maka timbulah peperangan yang disebut Perang Jamal.
- Golongan keempat ialah Abdullah bin Umar anak Umar bin khattab,dan diikuti oleh sahabat yang lain yaitu Muhammad bin Salamah. Utsman bin Zaid,S`ad bin Abi Waqash, Hasan bin Tsabit dan Abdullah bin Salam. Golongan ini bersikaf Netral, mereka lebih menjauhkan diri dari dunia politik.
Yang akan kami bahas disini ialah
perselisihan antara Khalifah Ali bin Abhi Thalib dengan Mu`awiyah bin
Abu Sofyan yang akan menimbulkan sejarah yang penting bagi umat islam
yaitu runtuhnya kekhalifahan khulafaurrasidin dan berdirinya daulah
Bani Umayyah.
Pada tahun 37 H terjadilah suatu
perang yang sangat terkenal dalam dunia islam yaitu “Perang Siffin”
atau perang saudara, antara pasukan khalifah Ali melawan pasukan
Mu`awiyah di suatu daerah di irak yang dinamakan “siffin’.
Peperangan ini sangat besar, dipihak
khalifah Ali sebanyak 25.000 tentara gugur dan dari pihak Mu`awiyah
sebanyak 45.000 orang wafat. Jalannya peperangan sangat menguntungkan
pasukan Ali hampir seluruh pasukan Mu`awiyah lari
kucar-kacir. Akan tetapi mereka menjalankan siasat, yaitu menyerukan
“cease fire” (penghentian tembak menembak).
Mereka mengikatkan beberapa kitab
suci Al-Qur`an diujung tombak mereka dan mengacungkan sambil
meneriakan penghentian tembak menembak dan berhukum kepada Al-Qur`an.
Khalifah Ali pada mulanya tidak mau menerima ajakan ini karena beliau
tahu bahwa hal ini merupakan siasat dari orang yang hampir kalah,
minta menghentikan peperangan untuk sementara menyusun kekuatan
kembali. Tetapi khalifah ali di desak oleh sebagian tentaranya
sehingga khalifah ali menerima tawaran penghentian tembak menembak
dan berhentilah peperangan.
Pasukan Ali
pulang ke Baghdad dan pasukan Muawiyah ke Damaskus. Maka di susun
delegasi kedua belah pihak untuk melanjutkan perundingan, pihak
khalifah Ali di wakili oleh Abu Musa al-Asyari dan pihak Muawiyah di
wakili oleh Amru bin Ash. Amru bin Ash adalah seorang ahli siasat
yang ulung sekali sementara Abu Musa al-Asyari seorang sahabat nabi
yang jujur dan sholeh, maka dari itu delegasi Muawiyah yang di wakili
oleh Amru bin Ash menang dalam tahkim dan akhirnya khalifah Ali di
berhentikan dari jabatannya sebagai khalifah. Maka dari itu runtuhlah
kekhalifahan khulafaurrasidin dan berdirinya daulah Bani Umayyah
- PEMBAHASAN
- PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK
Berkaitan
dengan pendidikan umum dan pendidikan khusus, maka dapat di jelaskan
bahwa pendidikan pada umumnya adalah para ulama. Pendidikan umum itu
adalah pendidikan untuk masyarakat biasa. Pendidikan ini merupakan
kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi
masih hodup, ia merupakan sasaran pendidikan yang sangat penting bagi
kehidupan agama. Dalam hal ini, ulama memikul tugas yang mengajar dan
memberikan bimbingan serta pimpinan kepada masyarakat. Ulama itu
berkerja atas dasar kesadaran dan keinsyafan moral serta tanggung
jawab agama, bukan atas dasar pengangkatan dan penunjukan pemerintah.
Di
jaman Umayah terdapat pendidikan khusus yaitu pendidikan yang
diselenggarakan dan diperuntukan bagi anaanak khalifah dan anak-anak
pembesarnya. Gurunya itu disebut Muaddib. Para muadib ini
ditempatkan disekitar istana agar mereka senantiasa mendampingi dan
mengawasi murid-muridnya.
Bila
dibandingkan tentang tujuan dari kedua bentuk tersebut, maka akan
diperoleh ilmu pengetahuan dan hakekat kebenaranyang di tunjang oleh
keyakinan agama. Pendidikan secara umum bertujuan untuk memperoleh
ilmu pengetahuan dengan di tunjang oleh keyakinan agama. Sedangkan
pendidikan khusus bertujuan untuk memperoleh kekuasaan dan kekuatan
politik. Adanya perbedaan tujuan pendidikan ini menunjukan adanya
perbedaan pandangan hidup.
Pendidikan
umum menghasilkan pimpinan formal yang didukung oleh jabatan
kenegaraan dengan wibawa kekuasaan, sedankgkan pendidikan khusus
menghasilkan para ulama atau pimpinan nonformal sebagai pendamping
para pimpinan formal.
Berkaitan dengan
peserta didik, pada masa kedaulatan bani umayyah adalah pada
pendidikan umum peserta didiknya yaitu masyarakat pada umumnya
sedangkan pada pendidikan khusus, peserta didiknya adalah anak-anak
khalifah dan anak-anak para pembesarnya.1
- KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM MASA DAULAH BANI UMAYAH
Secara
esensial pendidikan pada masa bani umayah ini hampir sama dengan
pendiddikan islam pada masa khulafa al-rasyidin. Namun ada perbedaan
dan perkembangannya sendiri, pemerintah di bidang pendidikan kurang
maaksimal, sehingga pendidikan berjalan tanpa diatu pemerintah,
tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam.
Kebijaakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah hamper
tidak ditemukan. Jadi sustem pendidikan waktu itu berjalan secara
alamiah. Ada dinamika yang menjadi karekteristik pendidikan islam
ketika itu, yaitu dibukanya wacana kalam yang berkembang ditengah
masyarakat. Perbincangan ini kemudian melahirkan sejumlah kelompok
yang memiliki pradigma berfikir sendiri.
Kondisi ketika
itu diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik, maka di dunia
pendidikan, terutama dunia sastra, saqngat rentan identitasnya
masing-masing.
Ilmu tafsir
semakin memiliki makna yang strategis dikarenakan semakin meluasnya
kawasan islam ke beberapa daerah luar arab yang berakibat membawa
lemahnya sastra seni arab,dan juga dikarenakan semakin banyak orang
yang masuk islam. Pada
masa ini juga mulai dikembangkan nahwu yang digunakan untuk memberi
tanda baca dan pencatatan kaidah-kaidah bahasa. Disiplin ilmu ini
menjadi cirri kemajuan tersendiri pada masa ini.
Menurut
Hasan Langgulung, diantar jasa bani umayah dalm bidang pendidikan,
menjadikan masjid sebagai pusat perkembangan ilmu. Dimasjid
diajarkan beberapa macam ilmu. 2
- METODE-METODE PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Pendidikan Islam
di masa Dinasti Umayah tampaknya masih didominasi oleh metode bayani,
terutama selama abad I H di mana pendidikan bertumpu dan bersumber
pada nash-nash agama yang kala itu terdiri atas Alquran, sunnah,
ijmak, dan fatwa sahabat. Metode
bayani dalam pendidikan Islam kala itu lebih bersifat eksplanatif,
yaitu sekedar menjelaskan ajaran-ajaran agama saja. Secara khusus,
metode ceramah dan demonstrasilah yang banyak digunakan dalam
institusi-institusi pendidikan yang ada di zaman itu Baru pada
masa-masa akhir pemerintahan Umayah metode burhani mulai berkembang
di dunia Islam, seiring dengan giatnya penerjemahan karya-karya
filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.
- LEMBAGA PENDIDIKAN PADA MASA BANI UMAYYAH
Pada umumnya
lembaga pendidikan Islam dimasa ini diklasifikasikan atas dasar
muatan kurikulum yang diajarkan. Dalam
hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agama dan pengetahuan
umum. Atas dasar ini, lembaga pendidikan Islam di masa klasik menurut
Charles Michael Stanton digolongkan kedalam dua bentuk, yaitu
lembaga pendidikan formal dan nonformal, di mana yang pertama
mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan yang kedua mengajarkan
pengetahuan umum, termasuk filsafat. Sementara George Makdisi dalam
hal yang sama menyebutnya sebagai lembaga pendidikan ekslusif
(tertutup) dan lembaga pendidikan inklusif (terbuka). Tertutup
artinya hanya mengajarkan pengetahuan agama, dan terbuka artinya
menawarkan pengetahuan umum.
Adapun lembaga pendidikan Islam yang
ada sebelum kebangkitan madrasahpada masa Bani Umayyah adalah sebagai
berikut:
- SHUFFAH
Pada masa Rasulullah Saw, shuffah
adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan.
Biasanya tempat ini menyediakan tempat pemondokan bagi pendatang baru
dan mereka tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan
menghafal Alquran secara benar dan hukum Islam dibawah bimbingan
langsung dari nabi. Pada masa ini setidaknya telah ada sembilan
shuffah yang tersebar dikota Madinah. Dalam perkembangan berikutnya,
sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung,
kedokteran, astronomi, geneologi, dan ilmu fonetik.
- KUTTAB/MAKTAB
Kuttab/Maktab berasal dari kata dasar
yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan kataba/maktab
berarti tempat untuk menulis, atau tempat dimana dilangsungkan
kegiatan tulis menulis.3
Kebanyakan para ahli pendidikan Islam sepakat bahwa keduanya merpakan
istilah yang sama dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar
yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada
pengajaran Alquran dan pengetahuan agama tingkat dasar. Namun
Abdullah Fajar membedakannya, ia mengatakan bahwa maktab adalah
istilah untuk zaman klasik, sedangkan kuttab adalah istilah untuk
zaman modern.
Philip K. Hitti mengatakan bahwa
kurikulum pendidikan di kuttab ini berorientasi kepada Alquran
sebagai suatu textbook. Hal ini mencakup pengajaran membaca dan
menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa Arab, sejarah nabi hadist
khususnya yang berkaitan dengan Nabi Muhammad Saw.
Sejak abad ke-8 M, kuttab mulai
mengajarkan pengetahuan umum disamping ilmu agama. Hal ini terjadi
akibat adanya persentuhan antara Islam dengan warisan budaya
helenisme sehingga banyak membawa perubahan dalam kurikulum
pendidikan Islam. Bahkan dalam perkembangan berikutnya kuttab
dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yang mengajarkan pengetahuan non
agama (secular
learning) dan
kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religious
learning).
Dengan adanya
perubahan kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab pada awal
perkembangan merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah
adanya persentuhan dengan peradaban Helenisme menjadi lembaga
pendidikan yang terbuka terhadap pengetahuan umum, termasuk filsafat.
Mengenai waktu
belajar di kuttab, Mahmud Yunus menyebutkan dimulai hari Sabtu pagi
hingga Kamis siang dengan waktu sebagai berikut:
Alquran :
Pagi s.d. Dhuha
Menulis :
Dhuha s.d. Dhuhur
Gramatikal Arab, :
Ba’da Dhuhur s.d. SiangMatematika, Sejarah.
- HALAQAH
Halaqah artinya lingkaran. Artinya,
proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana murid-murid
melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan,
membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran
orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau di
rumah-rumah. Kegiatan halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan atau
mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk
filsafat. Oleh karena itu halaqah ini dikelompokan kedalam lembaga
pendidikan yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum. Dilihat dari
segi ini, halaqah dikatagorikan kedalam lembaga pendidikan tingkat
lanjutan setingkat dengan college.
- MAJLIS
Istilah majlis telah dipakai dalam
pendidikan sejak abad pertama Islam. Mulanya ia merujuk pada arti
tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada perkembangan
berikutnya di saat dunia pendidikan Islam mengalami zaman keemasan,
majlis berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau diskusi
berlangsung. Dan belakangan majlis diartikan sebagai sejumlah
aktivitas pembelajaran, sebagai contoh, majlis Al-Nabi, artinya
majlis yang dilaksanakan oleh nabi, atau majlis Al-Syafi’I artinya
majlis yang mengajarkan fiqih imam Syafi’i.
Seiring denagan perkembangan
pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transfer
ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin
Ahmed ada 7 macam majlis, sebagai berikut:
Majlis al-Hadits, majlis ini
diselenggarakan oleh ulama/guru yang ahli dalam bidang hadits. Ulama
tersebut membentuk majlis untuk mengajarkan ilmunya kepada
murid-muridnya. Majlis ini berlangsung antara 20-30 tahun. Dan jumlah
peserta yang ikut majlis ini mencapai ratusan ribu orang, seperti
majlis yang disampaikan oleh Ashim ibn Ali di Masjid al-Rusafa
diikuti oleh 100.000 sampai 120.000 orang.
- Majlis al-Tadris, majlis ini biasanya menunjuk majlis selain daripada hadist, seperti majlis fiqih, majlis nahwu, atau majlis kalam.
- Majlis al-Munazharah, majlis ini dipergunakan untuk sarana perdebatan mengenai suatu masalah oleh para ulama. Menurut Syalabi, khalifah Muawiyah sering mengundang para ulama untuk berdiskusi di istananya, demikian juga khalifah Al-Ma’mun pada dinasti Abbasiyah. Diluar istana majlis ini ada yang dilaksanakan secara kontinu dan spontanitas, bahkan ada yang berupa kontes terbuka dikalangan ulama, untuk model ini biasanya hanya dipakai untuk mencari popularitas ulama saja.
- Majlis al-Muzakarah, majlis ini merupakan inovasi dari murid-murid yang belajar hadist. Majlis ini diselenggarakan sebagai sarana untuk berkumpul dan saling mengingat serta mengulang pelajaran yang sudah diberikan sambil menunggu kehadiran guru. Pada perkembangan berikutnya, majlis al-Muzakarah ini dibedakan berdasarkan materi yang didiskusikan, yaitu meliputi: sanad hadits, materi hadits, perawi hadits, hadits-hadist dho’if korelasi hadits dengan bidang ilmu tertentu dan kitab-kitab musnad.
- Majlis al-Syu’ara, majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair, dan sering dipakai untuk kontes para ahli syair.
- Majlis al-Adab, majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah, dan laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal.
- Majlis al-Fatwa dan al-Nazar, majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah dibidang hokum kemudian difatwakan. Disebut juga majlis al-Nazar karena karakteristik majlis ini adalah perdebatan antara ulama fiqih atau hukum Islam.
- MASJID
Semenjak
berdirinya pada masa Nabi Muhammad Saw, masjid telah menjadi pusat
kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baik yang
menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun
yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembaga
pendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai sarana
informasi dan penyampaian doktrin ajaran Islam.
Perkembangan masjid sangat signifikan
dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Terlebih lagi pada
saat masyarakat Islam mengalami kemajuan, urgensi masyarakat kepada
mesjid menjadi sangat kompleks. Hal ini menyebabkan karakteristik
masjid berkembang menjadi dua bentuk, yaitu masjid tempat shalat
Jum’at atau jami’ dan masjid biasa.4 Jumlah
jami lebih sedikit dibanding dengan jumlah masjid. Di Baghdad hanya
ada 6 jami, sedangkan masjid jumlahnya mencapai ratusan, demikian
juga di Damaskus, sedikit sekali jumlah jami dari pada masjid. Namun
di Cairo jumlah jami cukup banyak. Jami maupun masjid keduanya
digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan Islam. Namun jami memiliki
halaqah-halaqah, majlis-majlis dan zawiyah-zawiyah (menurut Abdul
Fajar, zawiyah sama dengan kuttab dalam hal pendidikan dasar, namun
muatan kurikulum lebih tinggi karena memasukan pendidikan moral dan
spiritual atau tasawuf).
Ada perbedaan penting antara jami
dengan masjid. Jami dikelola dibawah otoritas penguasa atau khalifah
memiliki otoritas yang kuat dalam hal pengelolaan seluruh aktivitas
jami, seperti kurikulum tenaga pengajar, pembiayaan dan lain-lain.
Sementara masjid tidak berhubungan dengan kekuasaan. Namun demikian,
baik jami maupun masjid termasuk lembaga pendidikan setingkat
college.
Kurikulum pendidikan di masjid
biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh
pejabat-pejabat pemerintah, seperti qadhi, khotib, dan imam masjid.
Melihat kaitan antara masjid dan kekuasaan dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa masjid merupakan lembaga pendidikan formal.
- KHAN
Khan biasanya
difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau
sebagai sarana komersial yang banyak memiliki toko, seperti khan
al-Narsi yang berlokasi di alun-alun Karkh di Baghdad. Selain
itu, khan juga berfungsi sebagai asrama untuk murid-murid dari luar
kota yang hendak belajar hukum Islam pada suatu masjid, seperti khan
yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibn Di’lij di Suwaiqat Ghalib
dekat makam Suraij. Disamping fungsi itu, khan juga digunakan sebagai
sarana untuk belajar privat.
- RIBATH
Ribath adalah
tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan
duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadah. Juga
memberikan perhatian terhadap kegiatan keilmuan yang dipimpin oleh
seorang syaikh yang terkenal dengan ilmu dan kesalehannya.
- RUMAH-RUMAH ULAMA
Rumah sebenarnya
bukan tempat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar. Namun para
ulama dizaman klasik (bani Umayyah dan bani Abbasiyah) banyak yang
mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan belajar mengajar
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Hal ini umumnya
disebabkan karena ulama yang bersangkutan tidak memungkinkan
memberikan pelajaran di masjid, sedangkan para pelajar banyak yang
berniat untuk mempelajari ilmu darinya.
- TOKO-TOKO BUKU DAN PERPUSTAKAAN
Toko-toko buku
memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan Islam. Pada awalnya
memang hanya menjual buku-buku, tapi berikutnya menjadi sarana untuk
berdiskusi dan berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dilaksanakan
disitu. Disamping toko buku, perpustakaan juga memiliki peranan
penting dalam kegiatan transmisi keilmuan islam.
- RUMAH SAKIT
Rumah sakit pada
masa bani Umayyah bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan
mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga
yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Pada masa itu,
penelitian dan percobaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan juga
dilaksanakan sehingga ilmu kedokteran dan obat-obatan berkembang
cukup pesat.
- BADIAH (PADANG PASIR, DUSUN TEMPAT TINGGAL BADAWI)
Semenjak
berkembang luasnya Islam, bahasa Arab banyak digunakan sebagai bahasa
pengantar oleh bangsa-bangsa diluar Arab yang beragama Islam. Namun,
bahasa Arab disitu cenderung kehilangan keaslian dan kemurniannya,
karena mereka kurang fasih melafazkannya dan kurang memahami
kaidah-kaidah bahasa Arab, sehingga bahasa Arab menjadhi bahasa
pasaran. Namun tidak demikian halnya dibadiah-badiah, mereka tetep
mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa Arab. Dengan demikian
badiah-badiah ini merupakan sumber bahasa Arab yang asli dan murni.
Oleh karena itu,
badiah-badiah menjadi pusat untuk sumber belajar pelajaran bahasa
Arab yang asli dan murni, sehingga banyak anak-anak khalifah,
ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan pergi ke badiah-badiah
dalam rangka mempelajari ilmu bahasa kesusastraan Arab. Dengan
begitu, badiah-badiah telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan.
- PENUTUP/KESIMPULAN
Dari pemeparan diatas dapat kami
simpulkan bahwa pendidikan pada umumnya adalah para ulama. Pendidikan
umum itu adalah pendidikan untuk masyarakat biasa. Pendidikan ini
merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak
zaman Nabi masih hodup, ia merupakan sasaran pendidikan yang sangat
penting bagi kehidupan agama. Dalam hal ini, ulama memikul tugas yang
mengajar dan memberikan bimbingan serta pimpinan kepada masyarakat.
Pemerintah di bidang pendidikan
kurang maaksimal, sehingga pendidikan berjalan tanpa diatur
pemerintah, tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang
mendalam.
- DAFTAR BACAAN
Arief, Armai. 2004. Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung
: Angkasa
Asrobah, Harun. 1999. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta
: Logos
M, Taqyudin. 2008. Sejarah
Pendidikan. Bandung
: Mulia Press
Zuhairini. 1992. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta
: Bumi Aksara
1 Taqiyudin,
Sejarah Pendidikan, Bandung: Mulia Press, h. 78
2
Armai Arief, Sejarah
Pertumbvuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik,
Bandung: Angkasa, 2004, hh 138-139
Tidak ada komentar:
Posting Komentar