PERKEMBANGAN
MASA DEWASA
MAKALAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah: Psikologi Perkembangan
Dosen
: Patimah, M.Ag.
Disusun oleh:
1.
Ahmad Badrudin
NIM : 14111110006
2.
Linda Apriani
NIM : 14111110051
3.
Melati Zabranti
NIM : 14111110058
4.
M.Munawir Gozhali
NIM : 14111110056
5.
Siti Hardiyanti
NIM : 14111131299
Kelompok : 8
TARBIYAH /
PAI-B / SEMESTER II
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk menjadi orang dewasa, sebagaimana yang diketahui kebanyakan
orang tua, bukanlah proses yang mudah, namun hal itu bukan berarti penuh dengan kesulitan dan krisis. Ini
merupakan proses pengertian, pendefinisian, dan kemudian mendorong semangat
anak untuk mengetahui apa arti sesungguhnya menjadi dewasa. Karena masyarakat
kita (Barat) tidak memiliki “upacara perayaan” untuk menandai masa peralihan
dari masa anak-anak ke dewasa, kita cenderung mengaitkan kedewasaan seorang
anak dengan hak-hak istimewa (seperti boleh menyetir mobil, memakai make up,
atau memberikan suara dalam pemilu) atau semua perilaku lain yang tidak dapat
disebut “positif”, seperti berpacaran, minum beralkohol, dan lain-lain.
Sebenarnya benih-benih kemandirian sudah ada semenjak anak masih sangat muda ,
yaitu ketika anak pertama kali dapat mengikatkan tali sepatunya, atau ada pada
waktu ia bisa berpakaian sendiri. Tetapi anak tumbuh dewasa dan akan
mengekspresikan kebutuhan kemandiriannya seringkali dengan cara
berperilaku “buruk”.
Jalan menuju kedewasaan tidaklah selalu mulus. Usaha-usaha normal
dan wajar seorang anak menuju kemandirian dapat dicapai melalui langkah-langkah
besar berupa perilaku positif yang terlihat, atau sedikit terlihat , namun
masih dengan cara positif . Atau , keinginan untuk tidak tergantung dari orang
tuanya , untuk menjadi orang yang mandiri, dapat diwujudkan dengan perilaku
menyimpang dan perkataan-perkataan
seperti “Saya tidak mau melakukan itu, Ibu tidak dapat menyuruh saya” dan “saya
sudah dewasa. Ibu tidak dapat menyuruh saya lagi mengenai apa yang harus saya
lakukan.”
Tetapi,
alih-alih para orangtua mengambil langkah untuk menghilangkan berbagai kejadian
yang dapat memisahkan antara orangtua dan anak , dan memberi dorongan semangat
kepada perilaku positif dan menjadi dewasa yang benar-benar mengarah pada
kemandirian anak, orangtua justru memusatkan perhatian pada perbuatan-perbuatan
atau kata-kata yang mengganggu mereka, karena perjuangan memasuki dunia dewasa
memang penuh tantangan. Peranan orangtua adalah mempersiapkan anak menuju kedewasaan. Karena itu peranan
orangtua sangat dibutuhkan dalam membentuk kedewasaan seorang anak.[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah masa perkembangan dewasa ?
2.
Apa ciri-ciri perkembangan dewasa ?
3.
Bagaimana cara menjalani perkembangan dewasa?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian masa perkembangan dewasa
2.
Mengetahui ciri-ciri perkembangan dewasa
3.
Mengetahui bagaimana menjalani perkembangan dewasa
BAB II
PEMBAHASAN
Bila
mengartikan masa dewasa sebagai suatu
keadaan bertumbuhnya ukuran-ukuran tubuh dan mencapai kekuatan maksimal serta
siap “berproduksi” maka dapat dibilang bahwa hal tersebut ditinjau dari segi
biologis atau psikologis. Dari segi ini, seperti juga pandangan diatas, sering
berbeda takarannya antara masyarakat satu ke masyarakat lainnya. Masyarakat
“seberang” (khususnya Amerika), usia 21 tahun disebut awal masa dewasa. Sering
pula mereka hitung sejak 7 atau 8 tahun setelah seseorang mencapai kematangan
seksual atau sejak mulainya masa pubertas. Mereka sebut sebagai “adult”(dewasa)
atau “adulthood”
(status dalam
kedewasaan). Sejak itu, sampai seseorang meninggal dunia, menurut salah seorang
ahli “bangsa seberang”, merupakan masa dewasa (E.B. Hurluck; “Developmental
Psychology,” 1968).[2]
Dewasa
boleh dikenakan kepada individu-individu yang telah memiliki kekuatan tubuh
secara maksimal dan siap bereproduksi dan telah dapat diharapkan memiliki
kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta dapat diharapkan memainkan
peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.[3]
Istilah
adult berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolescene-adolescere-
yang berarti “tumbuh menjadi kedewasaan”. Akan tetapi, kata adult
berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang
berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah
menjadi dewasa”. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah
menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat
bersama dengan orang dewasa lainnya. Belum lama ini, dalam kebudayaan Amerika
seorang anak belum resmi dianggap dewasa kalau ia belum mencapai 21 tahun.
Sekarang umur 18 tahun merupakan umur dimana seseorang dianggap dewasa secara
syah. Dengan meningkat lamanya hidup atau panjangnya usia rata-rata orang maka
masa dewasa sekarang mencakup waktu yang paling lama dalam rentang hidup.[4]
Dalam
kebudayaan Indonesia, seseorang dianggap resmi mencapai status dewasa apabila
sudah menikah, meskipun usianya belum mencapai 21 tahun. Terlepas dari
perbedaan dalam penentuan waktu dimulainya status kedewasaan tersebut, pada
umumnya psikolog menetapkan sekitar usia 20 tahun sebagai awal masa dewasa dan
berlangsung sampai sekitar usia 40-45, dan pertengahan masa dewasa berlangsung
dari sekitar 40-45 sampai sekitar usia 65 tahun, serta masa dewasa lanjut atau
masa tua berlangsung dari sekitar usia 65 tahun sampai meninggal(Feldman, 1996)[5].
Ciri kematangan dipetik dari pendapat Anderson, yang menyusun 7 ciri
kematangan, diantaranya:
1.
Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego
Minat orang matang berorientasi pada tugas-tugas yang
dikerjakannya, dan tidak condong pada perasaan sendiri atau kepentingan
pribadi.
2.
Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien
Seseorang yang matang melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya
secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefinisikannya secara cermat dan
tahu mana yang pantas dan tidak serta bekerja secara terbimbing menuju arahnya.
3.
Mengendalikan perasaan pribadi
Seseorang yang matang dapat menyetir perasaan-perasaan sendiri dan
tidak dikuasai oleh perasaan-perasaanya dalam mengerjakan sesuatu atau
berhadapan dengan orang-orang lain. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri,
tetapi mempertimbangkan pula perasaan-perasaan orang lain.
4.
Keobjektifan
Orang matang memiliki sikap obyektif yaitu berusaha mencapai
keputusan dalam keadaan yang bersesuaian dengan kenyataan.
5.
Menerima kritik dan saran ;
Orang matang memiliki kemauan yang realistis, paham bahwa dirinya
tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik-kritik dan saran-saran
orang lain demi penigkatan dirinya.
6.
Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi
Orang yang matang mau memberi
kesempatan pada orang lain membantu usaha-usahanya untuk mencapai tujuan.
Secara realistis diakuinya bahwa beberapa hal tentang usahanya tidak selalu
dapat dinilainya secara sungguh-sungguh, sehingga untuk itu dia menerima
bantuan orang lain, tetapi tetap dia bertanggungjawab secara pribadi terhadap
usaha-usahanya.
7.
Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru
Orang yang matang memiliki
ciri fleksibel dan dapat menempatkan diri seirama dengan kenyataan-kenyataan
yang dihadapinya dalam situasi-situasi baru (J.E. Anderson ; “Psychology of
Development and Personal Adjustmen”1951)
Dapat
dikatakan bahwa orang dewasa belum tentu memilki kematangan psikis. Beberapa
masyarakat berbicara tentang perilaku dewasa yang kekanak-kanakan. Karena itu
seseorang yang menghadapi masalah-masalahnya dengan “temper tantrums” umumnya
disebut sebagai belum matang karena “tantrums” merupakan tipe anak-anak yang
membedakannya dengan orang dewasa. Bagi orang yang tidak mempunyai pendirian,
umumnya juga disebut sebagai tidak matang, sebab anak-anak muda, berpindah dari
minat satu ke minat yang lainnya, yang bagi orang-orang tua cenderung untuk
tetap pada jabatan selama ia dapat melakukannya. Suatu ketidakstabilan emosi bagi seseorang
juga dapat disebut sebagai tidak matang, sebab anak-anak kebanyakan lebih menunjukkan
reaksi emosi yang ekstrem terhadap stimuli yang bermacam-macam dibandingkan
dengan orang dewasa. Lagi pula, banyak orang dewasa terlihat dalam berbagai
situasi bertindak kegila-gilaan dan menunjukkan perilaku yang tidak
matang.(J.E. Anderson;1951)[6].
Dilihat dari perkembangan fisik, pada awal masa dewasa kemampuan fisik mencapai
puncaknya, dan sekaligus mengalami penurunan selama periode ini, diantaranya
meliputi:
a.
Kesehatan Badan
Mulai dari sekitar usia 18 hingga 25 tahun, individu memiliki kekuatan
yang terbesar, gerak-geak reflek mereka sangat cepat. Lebih dari itu, kemampuan
reproduktifnya berada pada tingkat paling tinggi. Meskipun begitu selama
periode ini terjadi penurunan juga. Sejak usia 25 tahun, perubahan-perubahan
fisik mulai terlihat. Secara berangsur-angsur kekuatan fisik mengalami
kemunduran , sehingga lebih mudah terserang penyakit. Akan tetapi , bagaimana
pun juga seseorang masih tetap cukup mampu untuk melakukan aktivitas normal.
Bahkan bagi orang-orang yang selalu menjaga kesehatan dan melakukan olahraga
secara rutin masih terlihat bugar.
b.
Perkembangan Sensori
Pada masa dewasa awal belum begitu kentara terlihat penurunan
fungsi penglihatan dan pendengaran. Akan tetapi, pada masa dewasa tengah
perubahan-perubahan dalam penglihatan dan pendengaran merupakan dua perubahan
fisik yang paling menonjol.
c.
Perkembangan otak
Pada masa ini sel-sel otak juga berkurang secara berangsur-angsur
berkurang. Hilangnya sel-sel otak dari sejumlah orang dewasa diantaranya
disebabkan oleh serangkaian pukulan kecil, tumor otak, atau karena terlalu
banyak minum-minuman beralkohol. Semua ini akan semakin merusak otak,
menyebabkan terjadinya erosi mental, yang sering disebut dengan kepikunan(senility).
d.
Perkembangan Kognitif
Pada umumnya orang percaya bahwa proses kognitif-belajar, memori,
dan intelegensi-mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia.
Akan tetapi, belakangan sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan
tentang terjadinya kemerosotan proses kognitif bersamaan dengan penurunan
kemmpuan fisik, sebenarnya hanyalah satu dari stereotif budaya yang meresap
dalam diri kita.Sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa baru pada masa
dewasalah individu menata pemikiran operasional formal mereka. Mereka mungkin
merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja,
tetapi mereka lebih sistematis ketika mendekati masalah sebagai orang dewasa.
e.
Perkembangan Psikososial
Cinta dalam masa orang dewasa diungkapkan
dalam bentuk kepedulian terhadap orang lain.[7]
Masa Dewasa dini adalah masa pencarian kemantapan dan masa
reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan
emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan
perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang
baru[8], dimulai pada umur 18-40 tahun, saat perubahan
fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.[9]
Ciri-ciri
dewasa awal :
1.
Usia Reproduktif atau
“Reproduktive Age”
2.
Usia memantapkan letak
kedudukan atau “Setting-down Age”
3.
Usia banyak masalah atau
“Problem Age”
4.
Usia tegang dalam hal emosi
atau “Emosional Tension”
Dr. M.J. Langeveld memberikan ciri-ciri kedewasaan seseorang antara
lain:
1.
Dapat berdiri sendiri dalam
kehidupannya. Ia tidak selalu minta pertolongan orang
lain. Dan jika ada bantuan orang lain tetap
pada tanggung jawabnya, dalam
menyelesaikan tugas-tugas
hidup.
2.
Dapat bertanggung jawab
dalam arti sebenarnya terutama moral.
3.
Memiliki sifat-sifat yang
konstruktif terhadap masyarakat, dimana ia berada.[10]
R.J. Havighurst (1953), tugas perkembangan dalam masa dewasa awal :
1.
Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau isteri)
2.
Belajar hidup bersama dengan suami atau isteri
3.
Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
4.
Belajar mengasuh anak
5.
Mengelola rumah-tangga
6.
Mulai bekerja dalam suatu jabatan
7.
Mulai bertanggungjawab sebagai warga negara secara layak
8.
Memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai
pahamnya.[11]
Perkembangan Fisik Dewasa Muda Awal
Dewasa Muda sebagai Masa Transisi
A. Transisi Fisik
Dari pertumbuhan fisik, menurut
Santrock (1999) diketahui bahwa dewasa muda sedang mengalami peralihan dari
masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini, seorang individu tidak lagi
disebut sebagai masa tanggung (akil balik), tetapi sudah tergolong sebagai
seorang pribadi yang benar-benar dewasa (maturity). la tidak lagi
diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja, tetapi sebagaimana layaknya
seperti orang dewasa lain-nya. Penampilan fisiknya benar-benar matang sehingga
siap melakukan tugas-tugas seperti orang dewasa lainnya, misalnya bekerja,
menikah, dan mempunyai anak. la dapat bertindak secara bertanggung jawab untuk
dirinya ataupun orang lain (termasuk keluarganya). Segala tindakannya sudah
dapat dikenakan aturan-aturan hukum yang berlaku, artinya bila terjadi
pelanggaran, akibat dari tindakannya akan memperoleh sanksi hukum (misalnya
denda, dikenakan hukum pidana atau perdata).
B. Transisi Intelektual
Menurut anggapan Piaget (dalam
Grain, 1992; Miller, 1993; Santrock, 1999; Papalia, Olds, & Feldman, 1998),
kapasitas kognitif dewasa muda tergolong masa operational formal, bahkan
kadang-kadang mencapai masa post-operasi formal (Turner &
Helms, 1995). Taraf ini
menyebabkan, dewasa muda mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan
kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional. Dari sisi intelektual,
sebagian besar dari mereka telah lulus dari SMU dan masuk ke perguruan tinggi
(uniiversitas/akademi). Kemudian, setelah lulus tingkat universitas, mereka
mengembangkan karier untuk meraih puncak prestasi dalam pekerjaannya. Namun
demikian, dengan perubahan zaman yang makin maju, banyak di antara mereka yang
bekerja, sambil terns melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, misalnya
pascasarjana. Hal ini mereka lakukan sesuai tuntutan dan kemajuan perkembangan
zaman yang ditandai dengan masalah-masalah yang makin kompleks dalam pekerjaan
di lingkungan sosialnya.
C. Transisi Peran Sosial
Pada masa ini, mereka akan
menindaklanjuti hubungan dengan pacarnya (dating), untuk segera menikah
agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga yang baru, yakni terpisah
dari kedua orang tuanya. Di dalam kehidupan rumah tangga yang baru inilah,
masing-masing pihak baik laki-laki maupun wanita dewasa, memiliki peran ganda,
yakni sebagai individu yang bekerja di lembaga pekerjaan ataupun sebagai ayah
atau ibu bagi anak-anaknya. Seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga,
sedangkan seorang wanita sebagai ibu rumah tangga, tanpa me-, ninggalkan tugas
karier tempat mereka bekerja. Namun demikian, tak sedikit seorang wanita mau
meninggalkan kariernya untuk menekuni
tugas-tugas kehidupan sebagai ibu rumah tangga (domestic tasks), agar
dapat mengurus dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Sebagai anggota
masyarakat, mereka pun terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial, misalnya
dalam kegiatan pendidikan kesejahteraan keluarga (PKK) dan pengurus RT/RW.
Aspek-aspek perkembangan fisik meliputi:
A. Kekuatan dan Energi
Selepas dari bangku pendidikan tinggi, seorang dewasa muda
berusaha menyalurkan seluruh potensinya untuk mengembangkan diri melalui jalur
karier. Kehidupan karier, sering kali menyita perhatian dan energi bagi seorang
individu. Hal ini karena mereka sedang rnerintis dan membangun kehidupan
ekonomi
agar benar-benar mandiri dari orang tua. Selain itu,
mereka yang menikah harus rnemikirkan kehidupan ekonomi keluarga. Oleh karena
itu, mereka memiliki energi yang tergolong luar biasa, seolah-olah mempunyai
kekuatan ekstra bila asyik dengan pekerjaannya.
B. Ketekunan
Untuk dapat mencapai kemapanan ekonomis (economically established),
seseorang harus memiliki kemauan kerja keras yang disertai ketekunan.
Ketika menemukan posisi kerja yang sesuai dengan minat, bakat, dan latar
belakang pendidikannya, mereka umumnya akan tekun mengerjakan tanggung jawab
pekerjaannya dengan baik.Ketekunan merupakan salah satu kunci dari kesuksesan
dalam meraih suatu karier pekerjaan. Karier yang cemerlang akan mempengaruhi
kehidupan ekonomi keluarga yang baik pula. Sebaliknya bila karier yang suram
(gagal), kehidupan ekonomi seseorang pun suram. Namun, tak sedikit seorang
individu yang belum cocok dengan pekerjaan dan penghasilan yang diperoleh, tak
segan-segan mereka segera pindah dan mencari pekerjaan lain yang dianggap
cocok. Hal ini biasanya dilakukan mereka yang masih membujang atau belum
menikah. Kalau mereka telah menikah, umumnya akan menekuni bidang kariernya
walaupun hasil gajinya masih pas-pasan, dengan alasan sulitnya mencari jenis
pekerjaan yang baru dan takut dibayangi kegagalan.
C. Motivasi
Maksud dari motivasi di sini ialah dorongan yang berasal dari
kesadaran diri sendiri untuk dapat meraih keberhasilan dalam suatu pekerjaan.
Dengan kata lain, motivasi yang dimaksudkan ialah motivasi internal. Orang yang
merniliki motivasi Internal, biasanya ditandai dengan usaha kerja keras tanpa
dipengarahi lingkungan eksternal, biasanya seseorang akan bekerja secara tekun
sampai benar-benar mencapai suatu tujuan yang diharapkan, tanpa putus asa
walaupun memperoleh hambatan atau rintangan dari lingkungan eksternal.
Masa perkembangan dewasa muda (young adulthood] ditandai
dengan keinginan mengaktualisasikan segala ide pemikiran yang dimatangkan
selama mengikuti pendidikan tinggi (universitas/akademi). Mereka bersemangat
untuk meraih tingkat kehidupan ekonomi yang tinggi (mapan). Karena itu, mereka
beriomba dan bersaing dengan orang lain guna membuktikan kemampuannya. Segala
daya upaya yang berorientasi untuk mencapai keberhasilan akan selalu ditempuh
dan diikuti sebab dengan keberhasilan itu, ia akan meningkatkan harkat dan
martabat hidup di mata orang lain.
Ketika memasuki masa dewasa muda, biasanya individu telah mencapai
penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang matang. Dengan modal itu,
seorang individu akan siap untuk menerapkan keahlian tersebut ke dalam dunia
pekerjaan. Dengan demikian, individu akan mampu memecahkan masalah secara
sistematis dan mampu mengembangkan daya inisiatif-kreatifnya sehingga ia akan
memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Dengan pengalaman-pengalaman tersebut,
akan semakin mematangkan kualitas mentalnya.
Teori Perkembangan Mental Menurut Turner dan Helms
Para ahli psikologi perkembangan, seperti Turner
dan Helms (1995) mengemukakan bahwa ada dua dimensi perkembangan mental, yaitu
1. Dimensi Mental Kualitatif (Qualitative Mental Dimensions)
Untuk mengetahui sejauh mana kualitas perkembangan mental yang
dicapai seorang dewasa muda, perlu diperbandingkan dengan taraf mental yang
dicapai individu yang berada pada tahap remaja atau anak-anak. Walaupun Piaget mengatakan
bahwa remaja ataupun dewasa muda sama-sama berada pada tahap operasi formal,
yang membedakan adalah bagaimana kemampuan individu dalam memecahkan suatu
masalah. Bagi remaja, kadang kala masih mengalami hambatan, terutama cara memahami
suatu persoalan masih bersifat harfiah, artinya individu memahami suatu permasalahan
yang tersurat pada Tuhan dan belum memahami sesuatu yang tersirat dalam masalah
tersebut. Hal ini bisa dipahami karena sifat-sifat karakteristik kognitif ini
merupakan kelanjutan dari tahap operasi konkret sebelumnya.
Sementara itu, menurut
Turner dan Helms (1995), dewasa muda bukan hanya mencapai taraf operasi formal,
nielainkan telah memasuki penalaran postformal (post-formal reasoning). Kemampuan
ini ditandai dengan pemikiran yang bersifat dialektikal (dialectical
thought], yaitu kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mencari titik
temu dari ide-ide, gagasan-gagasan, teori-teori, pendapat-pendapat, dan
pemikiran-pemikiran yang saling kontradiktif (bertentangan) sehingga individu mampu
menyintesiskan dalam pemikiran yang baru dan kreatif. Gisela Labouvie-Vief
(dalam Turner dan Helms, 1995} setuju kalau operasi formal lebih tepat untuk
remaja, sedangkan dewasa muda mampu memahami masalah-masalah secara logis dan
mampu mencari intisari dari hal-hal yang bersifat paradoksal sehingga diperoleh
pemikiran baru.
Menurut seorang ahli
perkembangan kognitif, Jan Sinnot (1984, 1998, dikutip dari Papalia, Olds, dan
Feldman, 2001)
Ada empat ciri
perkembangan kognitif masa post-formal
a.
Shifting gears.
Shifting
gears adalah kemampuan mengaitkan penalaran abstrak (abstracts reasoning)
dengan hal-hal yang bersifat praktis. Artinya, individu bukan hanya mampu
melahirkan pemikiran abstrak, melain-kan juga mampu menjelaskanya menjabarkan
hal-hal abstrak (konsep ide) menjadi sesuatu yang praktis yang dapat diterapkan
langsung. Dalam hal ini akan dikenal dengan ungkapan seperti, “This might
work on paper but not in real life”.
b. Multiple causality, multiple solutions.
Seorang individu mampu memahami suatu masalah
tidak disebabkan satu faktor, tetapi berbagai faktor (multiple factors). Karena
itu, untuk dapat menyelesaikannya, diperlukan kemampuan berpikir untuk mencari
berbagai alternatif solusi (divergent thinking). Dengan demikian,
seorang individu tidak berpikir kaku (rigid thinking] pada satu jenis
penyelesaian saja. Oleh karena itu, masa ini dikenal dengan istilah, “Let’s
try it your way, if that doesn’t work, we can try my way”.
c. Pragmatism.
Orang yang berpikir
postformal biasanya ber-ikap pragmatis, artinya ia mampu
menyadari dan memilih
beberapa solusi yang terbaik dalam memecahkan suatu masalah. Pemikiran praktis
yang dilahirkan dalam memecahkan suatu masalah pada tahap ini harus
benar-benar mengenai sasaran (goal oriented). Namun, dalam hal ini,
individu dapat menghargai pilihan solusi orang lain. Sebab, cara penyelesaian
masalah bagi tiap orang berbeda-beda, tergantung cara orang itu berpikir.
Ungkapan yang tepat untuk masa pragmatisme ini adalah, “If you want the most
practical solution, do this. If you want the quickest solution, do that”.
d. Awareness of paradox.
Seorang yang memasuki masa postformal benar-benar
menyadari bahwa sering kali ia menemukan hal-hal yang bersifat paradoks
(kontradiktif) dalam mengambil suatu keputusan guna menyelesaikan suatu
masalah. Yang dimaksud paradoks (kontradiktif) adalah penyelesaian suatu
masalah akan dihadapkan suatu dilema yang saling bertentangan antara dua hal
dari masalah tersebut Bila ia mengambil suatu keputusan, keputusan tersebut
akan memberi dampak positif ataupun negatif bagi diri sendiri dan orang lain.
Hal yang positif tentunya akan memberi keuntungan diri-sendiri, tetapi mungkin
akan merugikan orang lain. Atau sebaliknya, hal yang negatif akan merugikan
diri sendiri, tetapi akan memberi keuntungan bagi orang lain. Oleh karena itu,
dibutuhkan keberanian (ketegasan) untuk menghadapi suatu konflik, tanpa harus
melanggar prinsip kebenaran ataupun keadilan. Dalam hal ini, dikenal ungkapan, “Doing
this will give him what he wants, but it will only make him unhappy in the
end”.
2. Dimensi Mental Kuantltatif (Quantitative Mental Dimensions)
Biasanya, menurut Turner dan Helms (1995), untuk menge-tahui
kemampuan mental secara kuantitatif diperlukan suatu pengukuran yang
menggunakan skala angka secara eksak atau pasti. Dalam suatu penelitian
longitudinal yang dilakukan sekitar tahun 1930 dan 1940, ditemukan bahwa taraf
inteligensi cenderung menurun. Latar belakang proses penurunan ini dikarenakan
perbedaan faktor pendidikan ataupun status sosial ekonomi (status
of econo-sociafy). Individu yang memiliki latar belakang pendidikan ataupun
status sosio-ekonomi rendah karena jarang memperoleh tantangan tugas yang
mengasah kemampuan kecerdasan sehingga cenderung menurun kemampuan
intelektualnya secara kuantitatif. Sebaliknya, individu yang memiliki taraf
pendidikan ataupun status sosio-ekonomi yang mapan, berarti ketika bekerja
banyak menuntut aspek pemikiran intelektual sehingga intelektualnya terasah.
Dengan demikian, kemampuan kecerdasannya makin baik.
Tugas-tugas perkembangan
dewasa muda
A.
Mencari
dan Menemukan Calon Pasangan Hidup
Setelah melewati masa remaja, golongan dewasa muda semakin
memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas
reproduksi,yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya,asalkan
memenuhi persyaratan yang syah (perkawinan resmi)
B. Membina Kehidupan Rumah Tangga
Sebagian besar dari mereka yang telah menyelesaikan pendidikan,
umumnya telah memasuki dunia pekerjaan guna meraih karier tertinggi. Dari sini,
mereka mem-persiapkan dan membukukan diri bahwa mereka sudah mandiri secara
ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang
mandiri ini merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan
sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Namun, lebih
dari itu, mereka juga harus dapat membentuk, membina, dan mengembangkan
kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan
hidup. Mereka harus
dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan
pasangan hidup masing-masing. Mereka juga harus dapat melahirkan, membesarkan,
mendidik, dan membina anak-anak dalam keluarga. Selain itu, tetap menjalin
hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara.
C. Meniti Karier dalam Rangka Memantapkan Kehidupan Ekonomi Rumah
Tangga
Usai menyelesaikan pendidikan formal setingkat SMU, akademi atau
universitas, umumnya dewasa muda memasuki dunia kerja, guna menerapkan ilmu dan
keahliannya. Mereka berupaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat
yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Bila mereka
merasa cocok dengan kriteria tersebut, mereka akan merasa puas dengan pekerjaan
dan tempat kerja. Sebaliknya, bila tidak atau belum cocok antara minat/ bakat
dengan jenis pekerjaan, mereka akan berhenti dan mencari jenis pekerjaan yang
sesuai dengan selera. Tetapi kadang-kadang ditemukan, meskipun tidak cocok
dengan latar belakang ilmu, pekerjaan tersebut memberi hasil keuangan yang
layak (baik), mereka akan bertahan dengan pekerjaan itu. Sebab dengan
penghasilan yang layak (memadai), mereka akan dapat membangun kehidupan ekonomi
rumah tangga yang mantap dan mapan. Masa dewasa muda adalah masa untuk mencapai
puncak prestasi. Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka
bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua)
untuk menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik,
mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur sejahtera bagi keluarganya. Melakukan
tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya,
asalkan memenuhi persyaratan yang sah (perkawinan resmi). Untuk sementara
waktu, dorongan biologis tersebut, mungkin akan ditahan terlebih dahulu. Mereka
akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan
dalam perkawinan ataupun untuk membentuk kehidupan rumah tangga berikutnya.
Mereka akan menentukan kriteria usia, pendidikan, pekerjaan, atau suku bangsa
tertentu, sebagai prasyarat pasangan hidupnya. Setiap orang mempunyai kriteria
yang berbeda-beda.
D. Menjadi Warga Negara yang Bertanggung Jawab
Warga negara yang baik adalah dambaan bagi setiap orang yang ingin
hidup tenang, damai, dan bahagia di tengah-tengah masyarakat. Warga negara yang
baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini diwujudkan dengan cara-cara, seperti
(1)
Mengurus dan memiliki
surat-surat kewarganegaraan
KTP, akta kelahiran, surat paspor/visa bagi yang
akan pergi ke luar negeri
(2)
Membayar pajak
Pajak televisi, telepon, listrik, air,pajak
kendaraan bermotor, pajak penghasilan
(3)
Menjaga ketertiban dan
keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar
tidak tercela di mata masyarakat
(4) Mampu menyesuaikan diri
dalam pergaulan sosial di masyarakat
Ikut terlibat dalam
kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan, memperbaiki jalan,
dan sebagainya.Tugas-tugas
perkembangan tersebut merupakan tuntutan yang harus dipenuhi seseorang, sesuai
dengan norma sosial-budaya yang berlaku di masyarakat. Bagi orang tertentu,
yang menjalani ajaran agama , mungkin tidak mengikuti tugas perkembangan
bagian, yaitu mencari pasangan hidup dan bagian B membina kehidupan rumah
tangga. Baik disadari atau tidak, bagian C dan D, setiap orang dewasa muda akan
melakukan tugas perkembangan tersebut dengan baik.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masa dewasa
adalah masa peralihan dari masa remaja.Dimana dalam masa dewasa banyak
masalah-masalah yang akan kita hadapi. Seseorang dapat dikatakan dewasa apabila
ia bisa menyelesaikan masalahnya dan bisa bertanggungjawab atas apa yang telah
diperbuat. Karena itu seseorang yang menghadapi masalah-masalahnya dengan
“temper tantrums” umumnya disebut sebagai belum matang karena“tantrums”
merupakan tipe anak-anak yang membedakannya dengan orang dewasa.
B.
Saran
Alhamdulillah kelompok kami telah menyelesaikan tugas ini dengan
waktu yang telah ditentukan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca
khususnya untuk materi pekembangan masa dewasa.
Dan kami juga menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian
makalah ini, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar kita
semua menjadi lebih baik.
C.
DAFTAR PUSTAKA
Mappiare, Andi.1983.Psikologi Orang Dewasa.Surabaya: Usaha
Nasional.
Hurlock, Elizabeth B.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Desmita.2007.Psikologi Perkembangan.Bandung:Rosda Karya.
Azzerad,Jacob.2005.Membangun Masa Depan Anak.Bandung:Nusamedia.
Ahmadi,Abu;Drs.Munawar.2005.Psikologi
Perkembangan.Jakarta:Rineka cipta.
Http://qalbinur.wordpress.com/2008/03/27/periodisasi-perkembangan-masa-dewasa-awal/
[1] Azzerad,Jacob.2005.Membangun
Masa Depan Anak.Bandung:Nusamedia.Hlm.166-169
[2] Mappiare, Andi.1983.Psikologi Orang Dewasa.Surabaya:
Usaha Nasional. Hlm.16
[3] Ibid, hlm.17
[4] Hurlock, Elizabeth B.Psikologi Perkembangan
suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.Hlm.246
[5] Desmita.2007.Psikologi Perkembangan.Bandung:Rosda
Karya.Hlm.234
[7] Op.Cit. hlm 234-243
[8] Op.Cit.hlm 272
[9] Ibid.hlm 246
[11] Op.Cit. Hlm.31-32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar