JUAL BELI
MAKALAH
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah Fiqih Sosial
Pada
jurusan PAI Semester III
Tahun
Akademik 2011/2012
Disusun
Oleh :
Kelompok
: I (PAI II)
Ahmad
Badrudin (NIM. 14111110006)
Amin
Halim (NIM. 14111110008)
Bahrudin
(NIM. 14111110011)
Dosen
Pengampu :
Drs.
H. Abdul Ghofar, M. A.
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH
NURJATI CIREBON
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah
SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah makalah Fiqih Sosial tentang Kitab
Jual Beli ini dapat kami susun dengan baik. Makalah
ini sengaja kami susun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Fiqih Sosal
di semester III.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut
serta dalam penyusunan makalah Fiqih Sosial ini. Khususnya kepada Bapak Drs. H.
Abdul Ghofar, M.A. yang telah memberikan tugas ini. Semoga Allah membalasnya
dengan pahala yang lebih banyak. Amin.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, demi kesempurnaan
makalah-makalah yang akan kami susun selanjutnya. Semoga penyusunan makalah ini
dapat memberi manfaat untuk kita semua, khususnya kami sebagai penyusun.
Cirebon,
30 September 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada dasarnya, syariat Islam mengandung ketentuan-ketentuan atau
peraturan-peraturan tentang amaliah atau perbuatan manusia. Perbuatan manusia
secara garis besar ada dua, yaitu perbuatan yang menyangkut hubungan manusia dengan
Allah swt. Yang disebut ibadah dan hubungan manusia dengan sesamanya dalam
pergaulan hidup bermasyarakat yang disebut muamalah.
Ibadah
dalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah
swt. dengan cara mengingat kebesaran dan keagungan-Nya. Muamalah adalah
perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat dengan tiga
pengertian : muamalah merupakan wujud kerja sama antarsesama manusia, muamalah
juga menyangkut dan kelestarian dan pemanfaatan alam, muamalah juga sebagai
ibadah.
Muamalah
adalah hukum yang mengatur hubungan antarsesama manusia. Hubungan itu bisa
terjadi dalam segala bidang, termasuk perekonomian (jual beli). Dalam makalah
ini akan dibahas lebih detail segala sesuatu yang berhubungan dengan jual beli.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan jual beli?
2.
Apa
yang dimaksud dengan khiyar?
3.
Apa
yang dimaksud dengan riba?
4.
Apa
yang dimaksud dengan salam?
5.
Apa
yang dimaksud dengan syarikat?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan jual beli dan hal-hal yang berkaitan dengan jual beli.
2.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan khiyar dan hal-hal yang berkaitan dengan khiyar.
3.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan riba dan hal-hal yang berkaitan dengan riba.
4.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan salam dan hal-hal yang berkaitan dengan salam.
5.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan syarikat dan hal-hal yang berkaitan dengan syarikat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jual
Beli
Pengertian Jual Beli
Jual beli atau
dalam bahasa Arab al-bai’ menurut etimologi adalah:
مُقَابَلَةُ شَيْءٍ بِشَيْءٍ
Tukar-menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.[1]
Secara
terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan oleh para
ulama fiqh, diantaranya:
1.
Hanafiah
mendefinisikan bahwa jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas
dan perak) dan semacamnya, atau tukar- menukar barang dengan uang atau
semacamnya menurut cara yang khusus.
2.
Malikiyah
mendefinisikan bahwa jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas
selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan
salah satu imbalannya bukan emas bukan perak, objeknya jelas dan bukan utang.
3.
Syafi’iyah
mendefinisikan bahwa jual beli adalah suatu akad yang mengandung tukar- menukar
harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh
kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya.
4.
Hanabilah
mendefinisikan bahwa jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta, atau
tukar-menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu
selamanya, bukan riba dan bukan utang.
Dari beberapa definisi di
atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua
belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai
dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Inti dari
beberapa pengertian tersebut
mempunyai kesamaan dan mengandunghal-hal antara lain :
1.
Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar- menukar
2.
Tukar-menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti
barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
3.
Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak
sah untuk diperjualbelikan.
4.
Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak
memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual
beli dengan kepemilikan abadi.
Dasar Hukum Jual Beli
Dilihat dari aspek hukum, jual beli hukumnya mubah kecuali jual
beli yang dilarang oleh syara’, hal ini berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan
Ijma’. Adapun dasar hukum dari Al-Qur’an antara lain:
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
Allah Telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
§øs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4
Tidak ada dosa
bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.
HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4
Kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dasar hukum
berdasarkan Sunnah:
Hadits yang
diriwayatkan oleh Rifa’ah Ibn Rafi’:
سُئِلَ اَلنّبِيُّ صلى الله عليه وسلم :
اَيُّ الْكسْبِ اَطْيَبُ ؟ فَقَالَ :عَمَلُ الْرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ
مَبْرُوْرٍ. (رواه بزار والحاكم)
Rasulullah saw ditanya mengenai pekerjaan apa yang paling baik.
Rasulullah saw menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang
diberkahi.
اِنَّمَا ألْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ (رواه
البيهقي)
Jual beli itu didasarkan atas suka sama suka.
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Umar:
اَلتَّاجِرُ اَلصَّدُوْقُ اَلاَمِيْنُ
اَلْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه ابن ماجه)
Pedagang yang jujur, dapat dipercaya, dan muslim, beserta para syuhada
pada hari kiamat.
Para ulama dan seluruh umat islam dudunia sepakat
tentang kebolehannya jual beli, Karen hal ini sangat dibutuhkan oleh manusia
pada umumnya. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari tidak semua manusia
memiliki apa yang dibutuhkannya. Apa yang dibutuhkannya kadang-kadang berada
ditangan orang lain. Dengan jalan jual beli, maka manusia saling
tolong-menolong untuk memenuhi kebutuhannya.[2]
Hukum-Hukum Jual Beli
1.
Mubah,
yaitu kebolehan seseorang untuk melakukan jual beli. Mubah merupkan hukum asal
jual beli.
2.
Wajib,
yaitu kewajiban seseorang untuk melakukan jual beli. Contohnya adalah wali
menjual harta anak yatim apabila terpaksa, kewajiban seorang hakim untuk
menjual harta orang muflis, yaitu orang yang utangnya lebih banyak dari
hartanya.
3.
Haram,
yaitu larangan bagi seseorang untuk melakukan jual beli. Sebagaimana pada
rupa-rupa jual beli yang terlarang.
4.
Sunat,
yaitu ajuran bagi seseorang untuk melakukan jual beli. Misalnya jual beli
kepada sahabat atau famili yang dikasihi, dan kepada orang yang sangat membutuhkan
barang itu.[3]
Aturan Jual Beli
1.
Rukun
jual beli
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu
a.
Penjual
dan pembeli
Syaratnya
adalah :
1) Para pihak
(penjual dan pembeli) berakal.
Bagi setiap orang yang hendak
melakukan kegiatan tukar menukar sebagai penjual atau pembeli hendaknya
memiliki pikiran yang sehat. Dengan pikiran yang sehat dirinya dapat menimbang
kesesuaian antara permintaan dan penawaran yang dapat menghasilkan persamaan
pendapat. Maksud berakal disini yaitu dapat membedakan atau memilih yang
terbaik bagi dirinya, dan apabila salah satu pihak tidak berakal maka jual beli
tersebut tidak sah.
2) Atas
kehendak sendiri.
Niat penuh kerelaan yang ada bagi
setiap pihak untuk melepaskan hak miliknya dan memperoleh ganti hak milik orang
lain harus diciptakan dalam kondisi suka sama suka. Maksudnya adalah bahwa
dalam melakukan perbuatan jual beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan
suatu tekanan atau paksaan terhadap pihak lainnya, sehingga apabila terjadi
transaksi jual beli bukan atas kehendak sendiri tetapi dengan adanya paksaan,
3) Bukan
pemboros (mubazir)
Maksudnya adalah bahwa para pihak
yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli tersebut bukanlah orang yang
pemboros, karena orang yang pemboros dalam hukum dikategorikan sebagai orang
yang tidak cakap bertindak hukum, artinya ia tidak dapat melakukan sendiri
suatu perbuatan hukum walaupun hukum itu menyangkut kepentingannya sendiri.
4)
Baligh
b.
Uang
dan benda yang dibeli
Syaratnya
adalah :
1) Suci
barangnya
Artinya adalah barang yang
diperjual belikan bukanlah barang yang dikategorikan barang najis atau barang
yang diharamkan, oleh syara’ barang yang diharamkan itu
seperti minuman keras dan kulit binatang yang belum disamak.
2) Dapat
dimanfaatkan
Maksudnya adalah setiap benda
yang akan diperjualbelikan sifatnya dibutuhkan untuk kehidupan manusia pada
umumnya. Bagi benda yang tidak mempunyai kegunaan dilarang untuk
diperjualbelikan atau ditukarkan dengan benda yang lain, karena termasuk dalam
arti perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT yaitu menyia-nyiakan harta. Akan
tetapi, pengertian barang yang dapat dimanfaatkan ini sangat relatif. Sebab,
pada hakekatnya seluruh barang yang dijadikan objek jual beli adalah barang
yang dapat dimanfaatkan, baik untuk dikonsumsi secara langsung ataupun tidak.
Sejalan dengan perkembangan zaman yang makin canggih, banyak orang yang semula
dikatakan tidak bermanfaat kemudian dinilai bermanfaat.
3) Milik
orang yang melakukan akad
Maksudnya adalah bahwa orang yang
melakukan transaksi jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah dari barang
tersebut atau orang yang telah mendapat izin dari pemilik sah barang. Dengan
demikian, jual beli barang oleh seseorang yang bukan pemilik sah atau berhak
berdasarkan kuasa si pemilik sah, dipandang sebagai jual beli yang batal.
4) Dapat
diserahkan
Maksudnya adalah bahwa barang
yang ditransaksikan dapat diserahkan pada waktu akad terjadi, tetapi hal ini
tidak berarti harus diserahkan seketika. Maksudnya adalah pada saat yang telah
ditentukan objek akad dapat diserahkan karena memang benar-benar ada di bawah
kekuasaan pihak yang bersangkutan.[4]
c.
Lafaz
dan ijab qabul
Ijab
adalah pernyataan yang timbul dari orang yang memberikan kepemilikan, meskipun
keluarnya belakangan.
Qobul adalah pernyataan yag timbul
dari orang yang akan menerima hak milik, meskipun keluarnya pertama.[5]
Menurut
ulama yang mewajibkan lafaz, lafaz itu diwajibkan memenuhi beberapa syarat. Dan
apabila syaratnya kurang maka jual beli dianggap tidak sah.
Berikut ini
adalah syarat lafaz yang wajib dipenuhi :
a.
Keadaan
ijab dan qabul berhubungan
b.
Makna
keduanya hendaklah mufakat
c.
Keduanya
tidak disangkutkan dengan urusan yang lain
d.
Tidak
berwaktu[6]
Jual Beli yang Dilarang
1.
membeli
barang dengan harga yang lebih mahal daripada harga pasaran semata-mata supaya
orang lain tidak dapat membeli barang tersebut
2.
membeli
barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiyar
3.
mencegat
orang-orang yang datang dari desa diluar kota, lalu membeli barangnya sebelum
mereka sampai kepasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar
4.
membeli
barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sedangkan
masyarakat umummemerlukan barang itu
5.
menjual
sesuatu barang yang berguna, tetapi dijadikan alat maksiat oleh yang membelinya
6.
jual
beli yang disertai tipuan[7]
B.
Khiyar
Pengertian Khiyar
Khiyar secara bahasa berarti pilihan.
Sedangkan menurut istilah syara’, khiyar adalah mencari yang lebih baik dari
dua urusan baik berupa meneruskan atau membatalkannya.
Hukum Khiyar
Hukum
khiyar dalam pandangan ulama fiqih mubah (diperbolehkan), karena suatu
keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak
yang melakukan transaksi.
Macam-macam Khiyar
1.
Khiyar
majelis
Khiyar
majelis artinya si penjual dan pembeli boleh memilih antara dua perkara tadi selama
keduanya masih berada ditempat jual beli. Khiyar majelis dapat digunakan dalam
segala jual beli.
Sabda
Rassulullah SAW :
اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَالَمْ
يَتَفَرَّقَا
Artinya : “dua
orang yang berjual beli boleh memilih (akan meneruskan jual beli atau tidak)
selama keduanya belum bercerai dari tempat akad.” (H.R Bukhari - Muslim)
Habislah khiyar
majelis apabila,
a.
keduanya
memilih akan meneruskan akad
b.
keduanya
terpisah dari jual belis
2.
Khiyar
syarat
Khiyar
syarat artinya khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh keduanya atau oleh
salah seorang. Khiyar syarat boleh dilakukan dalam segala macam jual beli,
kecuali barang yang wajib diterima ditempat jual beli. Masa khiyar syarat
paling lama hanya tiga hari tiga malam, terhitung dari waktu akad.
اَنْتَ بِالْخِيَارِ فِى كُلِّ سِلْعَةٍ
اِبْتَعْتَهَا ثَلَاثَ لَيَالٍ.
رواه البيهقى
Artinya :
“engkau boleh khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari
tiga malam.” (H.R Baihaqi dan Ibnu Majah)
3.
Khiyar
‘aibi (cacat)
Khiyar
cacat artinya pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya apabila barang
itu terdapat suatu cacat yang mengurangi kualitas barang itu, atau mengurangi
harganya, sedangkan biasanya barang yang seperti itu baik, dan sewaktu akad
cacatnya itu sudah ada, tetapi pembeli tidak tahu atau terjadi sesudah akad
yaitu sebelum diterimanya. Keterangannya adalah ijma’.
اَلْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمُ لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ
اَخِيْهِ بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ اِلاَّبَيَّنَهُ. رواه ابن ماجه عن عقبة ابن
عامر
Sesama muslim
itu bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual barangnya kepada muslim
lain, padahal barang itu terdapat aib / cacat.[8]
C.
Riba
Pengertian Riba
Asal
makna riba menurut bahasa arab ialah lebih (bertambah). Sedangkan menuut
istilah syara’ riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu,
tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’ atau terlambat
menerimanya.
Dalil Dilarangya Riba
Firman Allah
SWT
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿyè»ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Ali
Imran : 130)
Sabda nabi Muhammad SAW
عَنْ جَا بِرٍ
لَعَنَ رُسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اَكِلَ الرِّبَا وَمُؤْ كِلَهُ
وَكَا تِبَهُ وَشَا هِدَيْهِ.
رواه مسلم
Artinya : “dari
Jabir Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba, wakilnya,
penulisnya, dan dua saksinya” (H.R Muslim)
Macam-macam Riba
Menurut sebagian ulama riba itu terbagi
menjadi empat macam :
1.
Riba
fuduli adalah riba yang disebabkan penukaran barang sejenis yang tidak sama
ukuran atau jumlahnya.
2.
Riba
qardi adalah riba dalam hal utang. caranya dengan syarat ada keuntungan bagi
yang memberi utang.
3.
Riba
yad adalah riba karena terpisahnya penjual dan pembeli sebelum timbang terima
barang dagangan.
4.
Riba
nasia’h adalah riba yang disebabkan penundaaan atau penangguhan pembayaran
hutang.[9]
Sebagian
ulama lain membagi riba menjadi tiga macam yaitu riba fadli, riba yad dan riba
nasa’. Sementara riba qardi sudah
termasuk dalam riba nasa’. Barang-barang yang berlaku dalam riba yaitu emas,
perak dn makanan yang mengenyangkan atau yang berguna untuk mengenyangkan
semisal garam. Jual beli barang tersebut jika sama jenisnya maka diperlukan
tiga syarat yaitu : (1) tunsi, (2) serah terima (3) sama timbangannya. Jika
jenisnya berlainan tetapi ‘ilat ribanya satu maka boleh tidak sama timbangannya
tetapi harus tunai dan serah terima. Jika jenis dan ‘ilat ribanya berlainan
maka tidak diperlukan suatu syarat.[10]
D.
Salam
Pengertian Salam
Salam adalah salah satu bentuk jual beli
dimana uang harga barang dibayarkan tunai, sedangkan barang yang dibeli belum
ada, hanya sifat-sifat, jenis, dan ukurannya sudah disebutkan pada waktu
perjanjian dibuat.
Dasar Hukum Salam
Salam
merupakan akad yang diperbolehkan, meskipun objeknya tidak ada di majelis akad,
sebagai pengecualian daari persyaratan jual beli yang berkaitan objeknya. Dasar
hukum diperbolehkannya salam adalah:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) LäêZt#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Q.S Al-Baqarah : 282)
... فَقَالَ : مَنْ اَسْلَفَ فِى تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ
فِى كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَآ اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ. متّفق عليه
… Nabi bersabda : barang siapa yang memesan buah kurma maka
hendaklah ia memesannya dalam takaran tertentu, dan timbangan tertentu serta
waktu tertentu.[11]
Rahasia Salam
Orang yang mempunyai peusahaan sering
membutuhkan uang untuk keperluan perusahaan mereka, bahkan sewaktu-waktu
kegiatan perusahaannya sampai terhambat sampai kekurangan bahan pokok.
Sedangkan pembeli selain akan mendapat barang yang sesuai dengan barang diinginkannya,
ia pun sudah menolong kemajuan perusahaan saudaranya. Maka untuk kepentingan
tersebut Allah mengadakan peraturan salam.
Rukun Salam
1.
Ada
penjual dan pembeli
2.
Ada
barang dan uang
3.
Ada
sigat (lafaz akad)
Syarat Salam
1.
Uang
hendaklah dibayar ditempat akad
2.
Barangnya
menjadi utang bagi penjual
3.
Barang
diberikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan
4.
Barang
tersebut harus sesuai dengan ukuran menurut macamnya
5.
Diketahui
dan disebutkan sifat-sifat barangnya
6.
Disebutkan
tempat menerimanya.[12]
E.
Syarikat
Pengertian Syarikat
Syirkah,
menurut bahasa, adalah ikhthilath (berbaur). Adapun
menurut istilah syirkah (kongsi) ialah
perserikatan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang didorong oleh
kesadaran untuk meraih keuntungan.
Dasar hukum syarikat:
1.
Al-Qur’an
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$#
Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
2.
Hadits
Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi saw. berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah.
Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah
bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi
saw. membenarkannya. Nabi saw. bersabda,
sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.:
Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua
pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya.
Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya. (HR Abu Dawud,
al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).
Hukum Syarikat:
Untuk
serikat ‘inan para ulama telah sepakat tentang sahnya,tetapi terdapat sedikit
perbedaan paham tentang syarat-syarat dan cara-caranya. Adapun serikat kerja
menurut madzhab syafi’i tidak sah dan tidak boleh, tetapi madzhab yang lain
berpendapat boleh dan sah.
Macam Syarikat:
1.
Syarikat
Harta
Artinya
akad dari dua orang atau lebih untuk berserikat harta yang ditentukan oleh
keduanya dengan maksud mendapat keuntungan (tambahan), dan keuntungan itu untuk
mereka yang berserikat itu.
Sabda Rasulullah SAW :
قَالَ اَللَّهُ: أَنَا ثَالِثُ اَلشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ
أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ, فَإِذَا خَانَ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا. رواه ابوداود والحاكم
Allah SWT telah
berfirman (dalam hadits qudsi) “Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah seorang diantaranya tidak berkhianat terhadap temannya.
Apabila salah seorang diantara eduanya berkhianat, maka Aku keluar dari
perserikatan keduanya.(H.R Abu Dawud dan Hakim)
Berarti Allah
SWT akan menolong kemajuan perserikatan selama orang yang berserikat itu tetap
ikhlas. Tetapi apabila timbul penghianatan diantara mereka, maka Allah akan
mencabut kemajuan perserikatan mereka.[13]
Syarikat harta
memiliki tiga rukun, yaitu:
1.
Sigat
Sigat adalah
kalimat yang mengadung arti izin untuk menjalankan barang persyerikatan.
2.
Orang
yang bersyarikat
Syarat orang
yang bersyarikat:
a.
Akil
(berakal)
b.
Balig
(dewasa)
c.
Merdeka
(bukan hamba sahaya)
d.
Tidak
dipaksa
3.
Modal
Syarat modal:
a.
Berupa
uang atau barang yang dapat diukur atau ditakar
b.
Berupa
uang atau barang dan bukan piutang
c.
Besar
kecilnya modal akan menentukan besar kecilnya keuntungan yang diterima atau
kerugian yang diderita.[14]
2.
Syarikat
Kerja
Artinya
kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan usaha yang hasilnya
dibagi menurut perjanjian. Syarikat kerja merupakan sarana yang baik untuk
meraih kemajuan dan kemakmuran bersama. Banyak pekerjaan yang penting, sulit,
dan tidak mungkin dikerjakan seorang diri dapat dikerjakan dengan baik melalui
syarikat kerja.
Syarikat kerja
memiliki beberapa bentuk, diantaranya :
a.
Mudarabah
(Qirad)
Qirad
ialah memberikan modal dari seseorang kepada orang lain untuk modal usaha,
sedangkan keuntungan unuk keduanya menurut perjanjian antara keduanya sewaktu
akad.
Rukun Qirad:
1)
Harta
(modal), modal harus berupa uang tunai yang diketahui jumlahnya.
2)
Pekerjaan,
hal-hal yang mengenai pekerjaan, seperti tempat, waktu, dan jenis barang
dagangan tidak dibatasi.
3)
Keuntungan,
keuntungan harus ditentukan cara pembagiannya.
4)
Pemilik
dan penerima modal.
Cara
bekerja:
Pekerja hendaklah bekerja
dengan ikhlas, tidak boleh mengutangkan barang kecuali dengan izin yang punya
modal. Selain itu pekerja juga tidak boleh membelanjakan uang qirad untuk
dirinya sendiri, bersedekah dari uang qirad pun tidak boleh.
Karena orang yang bekerja
wajib ikhlas dalam segala urusan yang bersangkutan dengan qirad, hendaklah ia
dibenarkan dengan sumpahnya apabila ia mengatakan tidakmendapat keuntungan atau
hanya memperoleh keuntungan sedikit. Begitu juga tentang banyak sedikitnya
modal atau ia mengatakan bahwa modalnya hilang.
Akad qirad adalah akad
saling pecaya, maka apabila ada barang yang hilang yang bekerja tidak wajib
mengganti kecuali jika karena kelalaiannya. Kerugian hendaklah ditutup dengan
keuntungan. Kalau masih juga rugi, kerugian itu hendaknya dipikul oleh yang
punya modal sendiri, artinya pekerja tidak dituntut mengganti kerugian.[15]
b.
Musaqoh
(Paroan kebun)
Musaqah ialah pemilik kebun
yang memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya dan
pennghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya menurut
perjanjian keduanya sewaktu akad.
Akad ini diharuskan
(diperbolehkan) oleh agama karena banyak yang membutuhkannya. Memang banyak
orang yang memiliki kebun tetapi tidak dapat memeliharanya, sedangkan yang lain
tidak memiliki kebun tetapi sanggup bekerja. Maka dengan adanya peraturan ini
keduanya dapat hidup dengan baik, hasil negarapun bertambah banyak dan
masyarakat bertambah makmur.
Rukun Musaqoh:
1)
Masa
perjanjian, masa perjanjian ditentukan menurut waktu kegiatan panen.
2)
Hasil,
pembagian hasil harus ditentukan saat terjadinya akad.
3)
Pihak
yang berakad.
Musaqah mempunyai beberapa
manfaat tolong-menolong yang saling menguntungkan. Banyak orang yang memiliki
kebun yang luas, tetapi tidak mampu mengurusnya. Sebaliknya, banyak orang yang
mengurus kebun, tetapi tidak memiliki lahan. Dengan system musaqah, keduanya
dapat dapat bekerja sama sehingga sama-sama mendapatkan keuntungan.[16]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli atau
dalam bahasa Arab al-bai’ menurut etimologi adalah Tukar-menukar sesuatu dengan sesuatu yang
lain. Sedangkan menurut istilah syara’, jual beli ialah suatu
perjanjian tukar-menukar benda atau barang
yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau
ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Dasar hukum jual beli: Surat Al-Baqoroh ayat
275 dan 198, surat An-Nisaa ayat 29 serta hadits riwayat Rifa’ah ibn Rafi’.
Hukum asal jual beli adalah mubah, tetapi bisa sunah, wajib dan haram.
Rukun jual beli : penjual dan pembeli, benda
yang dijual atau dibeli dan ijab Kabul. Jual beli yang dilarang seperti jual
beli yang disertai unsure penipuan, membeli barang yang ssudah dibeli orang
lain, dll.
Khiyar adalah memilih untuk meneruskan atau
membatalkan jual beli. Khiyar terbagi atas tiga, yaitu khiyar majlis, khiyar
‘aibi dan khiyar syarat. Riba adalah
kelebihan atau tambahan pembayaran tapa ada ganti atau imbalan yang
disyaratkan bagi salah satu orang yang melakukan akad. Riba terbagi menjadi 4
macam, yaitu: riba fuduli, riba qardi, riba nasi’ah, dan riba yad.
Salam adalah salah satu
bentuk jual beli dimana uang harga barang dibayarkan tunai, sedangkan barang
yang dibeli belum ada, hanya sifat-sifat, jenis, dan ukurannya sudah disebutkan
pada waktu perjanjian dibuat.
Rukun Salam
1.
Ada
penjual dan pembeli
2.
Ada
barang dan uang
3.
Ada
sigat (lafaz akad)
Syarat Salam
1.
Uang
hendaklah dibayar ditempat akad
2.
Barangnya
menjadi utang bagi penjual
3.
Barang
diberikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan
4.
Barang
tersebut harus sesuai dengan ukuran menurut macamnya
5.
Diketahui
dan disebutkan sifat-sifat barangnya
6.
Disebutkan
tempat menerimanya.
Syarikat
adalah perjanjian antara dua orang atau lebih untuk menjalankan usaha dengan
tujuan membagi keuntungan. Syarikat terbagi menjadi dua macam, syarikat harta
dan syarikat kerja. Rukun syarikat terdiri dari: sigat, orang yag bersyarikat,
modal.
Syarikat
kerja terdiri dari, mudharabah atau qirad dan musaqah. Qirad adalah pemberian
modal oleh seseorang kepada orang lain untuk diperdagangkan, sedangkan
keuntungan dan kerugian dibagi bersama sesuai dengan perjanjian. Rukun qirad:
modal, pekerjaan, keuntungan dan pemilik dan penerima modal. Sedangkan musaqah
adalah bentuk kerja sama antara pemilik kebun dan penggarap kebun dengan
perjanjian bagi hasil. Jumlahnya ditentukan sesuai kesepakatan pada saat akad.
Rukun musaqah: masa perjanjian, hasil dan pihak yang berakad.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqh
Islam. Bandung : Sinar Baru Algesindo
Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh
Muamalat. Jakarta : Amzah
Haludhi, Khuslan dan Abdurrahim
Sa’id. 2008. Agama Islam. Solo : Tiga Serangkai
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk. 2010. Fiqh
Muamalat. Jakarta : Kencana
[1]
Ahmad Wardi Muslich. Fiqh Muamalat (Jakarta, Amzah : 2010). Hlm, 173. Lihat
pula Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalat (Jakarta, Kencana : 2010). Hlm,
67
[2]
Op. cit. Ahmad Wardi Muslich. Hlm, 161
[3]
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Bandung, Sinar Baru Algesindo: 2011). Hlm, 289 dan
Khuslan Haludhi dan Abdurrahman Sa’id. Agama Islam (Solo, Tiga Serangkai:
2008). Hlm, 57
[4]
Op. cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 279-281
[5]
Op. cit. Ahmad Wardi Muslich. Hlm, 181
[6] Op.
cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 282
[7]
Op. cit. Khuslan Haludhi dan Abdurrahman Sa’id. Hlm, 58
[8]
Op. cit. Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Hlm, 99-102
[9]
Op. cit. Khuslan Haludhi dan Abdurrahim Sa’id. Hlm, 59-60
[10]
Op. cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 290
[11]
Op. Cit. Ahmad Wardi Muslich. Hlm, 242-243
[12]
Op. Cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 295-296
[13]
Op. Cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 296-297
[14]
Op. Cit. Khuslan Haludhi dan Abdurrahim Sa’id. Hlm, 61
[15]
Op. Cit. Sulaima Rasjid. Hlm, 299-300
[16]Op.
Cit. Khuslan Haludhi dan Abdurrahim Sa’id. Hlm, 62-63
Tidak ada komentar:
Posting Komentar