Minggu, 06 Januari 2013

jual beli


JUAL BELI
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Fiqih Sosial
Pada jurusan PAI Semester III
Tahun Akademik 2011/2012
Disusun Oleh :
Kelompok : I (PAI II)
Ahmad Badrudin (NIM. 14111110006)
Amin Halim (NIM. 14111110008)
Bahrudin (NIM. 14111110011)

Dosen Pengampu :
Drs. H. Abdul Ghofar, M. A.

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah makalah Fiqih Sosial tentang Kitab Jual Beli ini dapat kami susun dengan baik. Makalah ini sengaja kami susun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Fiqih Sosal di semester III.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut serta dalam penyusunan makalah Fiqih Sosial ini. Khususnya kepada Bapak Drs. H. Abdul Ghofar, M.A. yang telah memberikan tugas ini. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang lebih banyak. Amin.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, demi kesempurnaan makalah-makalah yang akan kami susun selanjutnya. Semoga penyusunan makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua, khususnya kami sebagai penyusun.

Cirebon, 30 September 2012


                                                                                                 Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada dasarnya, syariat Islam mengandung ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan tentang amaliah atau perbuatan manusia. Perbuatan manusia secara garis besar ada dua, yaitu perbuatan yang menyangkut hubungan manusia dengan Allah swt. Yang disebut ibadah dan hubungan manusia dengan sesamanya dalam pergaulan hidup bermasyarakat yang disebut muamalah.
Ibadah dalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan cara mengingat kebesaran dan keagungan-Nya. Muamalah adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat dengan tiga pengertian : muamalah merupakan wujud kerja sama antarsesama manusia, muamalah juga menyangkut dan kelestarian dan pemanfaatan alam, muamalah juga sebagai ibadah.
Muamalah adalah hukum yang mengatur hubungan antarsesama manusia. Hubungan itu bisa terjadi dalam segala bidang, termasuk perekonomian (jual beli). Dalam makalah ini akan dibahas lebih detail segala sesuatu yang berhubungan dengan jual beli.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan jual beli?
2.      Apa yang dimaksud dengan khiyar?
3.      Apa yang dimaksud dengan riba?
4.      Apa yang dimaksud dengan salam?
5.      Apa yang dimaksud dengan syarikat?


C.     Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan jual beli dan hal-hal yang berkaitan dengan jual beli.
2.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan khiyar dan hal-hal yang berkaitan dengan khiyar.
3.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan riba dan hal-hal yang berkaitan dengan riba.
4.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan salam dan hal-hal yang berkaitan dengan salam.
5.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan syarikat dan hal-hal yang berkaitan dengan syarikat.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Jual Beli
Pengertian Jual Beli
Jual beli atau dalam bahasa Arab al-bai’ menurut etimologi adalah:
مُقَابَلَةُ شَيْءٍ بِشَيْءٍ
Tukar-menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.[1]
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, diantaranya:
1.      Hanafiah mendefinisikan bahwa jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar- menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus.
2.      Malikiyah mendefinisikan bahwa jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas bukan perak, objeknya jelas dan bukan utang.
3.      Syafi’iyah mendefinisikan bahwa jual beli adalah suatu akad yang mengandung tukar- menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya.
4.      Hanabilah mendefinisikan bahwa jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta, atau tukar-menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang.
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan mengandunghal-hal antara lain :
1.      Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar- menukar
2.      Tukar-menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
3.      Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak sah untuk diperjualbelikan.
4.      Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli dengan kepemilikan abadi.

Dasar Hukum Jual Beli
Dilihat dari aspek hukum, jual beli hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara’, hal ini berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Adapun dasar hukum dari Al-Qur’an antara lain:
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.
HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4
Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dasar hukum berdasarkan Sunnah:
Hadits yang diriwayatkan oleh Rifa’ah Ibn Rafi’:
سُئِلَ اَلنّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : اَيُّ الْكسْبِ اَطْيَبُ ؟ فَقَالَ :عَمَلُ الْرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ. (رواه بزار والحاكم)
Rasulullah saw ditanya mengenai pekerjaan apa yang paling baik. Rasulullah saw menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkahi.
اِنَّمَا ألْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ (رواه البيهقي)
Jual beli itu didasarkan atas suka sama suka.
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Umar:
اَلتَّاجِرُ اَلصَّدُوْقُ اَلاَمِيْنُ اَلْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه ابن ماجه)
Pedagang yang jujur, dapat dipercaya, dan muslim, beserta para syuhada pada hari kiamat.
Para ulama dan seluruh umat islam dudunia sepakat tentang kebolehannya jual beli, Karen hal ini sangat dibutuhkan oleh manusia pada umumnya. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari tidak semua manusia memiliki apa yang dibutuhkannya. Apa yang dibutuhkannya kadang-kadang berada ditangan orang lain. Dengan jalan jual beli, maka manusia saling tolong-menolong untuk memenuhi kebutuhannya.[2]
Hukum-Hukum Jual Beli
1.      Mubah, yaitu kebolehan seseorang untuk melakukan jual beli. Mubah merupkan hukum asal jual beli.
2.      Wajib, yaitu kewajiban seseorang untuk melakukan jual beli. Contohnya adalah wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa, kewajiban seorang hakim untuk menjual harta orang muflis, yaitu orang yang utangnya lebih banyak dari hartanya.
3.      Haram, yaitu larangan bagi seseorang untuk melakukan jual beli. Sebagaimana pada rupa-rupa jual beli yang terlarang.
4.      Sunat, yaitu ajuran bagi seseorang untuk melakukan jual beli. Misalnya jual beli kepada sahabat atau famili yang dikasihi, dan kepada orang yang sangat membutuhkan barang itu.[3]

Aturan Jual Beli
1.      Rukun jual beli
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu
a.       Penjual dan pembeli
Syaratnya adalah :
1)      Para pihak (penjual dan pembeli) berakal.
Bagi setiap orang yang hendak melakukan kegiatan tukar menukar sebagai penjual atau pembeli hendaknya memiliki pikiran yang sehat. Dengan pikiran yang sehat dirinya dapat menimbang kesesuaian antara permintaan dan penawaran yang dapat menghasilkan persamaan pendapat. Maksud berakal disini yaitu dapat membedakan atau memilih yang terbaik bagi dirinya, dan apabila salah satu pihak tidak berakal maka jual beli tersebut tidak sah.
2)      Atas kehendak sendiri.
Niat penuh kerelaan yang ada bagi setiap pihak untuk melepaskan hak miliknya dan memperoleh ganti hak milik orang lain harus diciptakan dalam kondisi suka sama suka. Maksudnya adalah bahwa dalam melakukan perbuatan jual beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan suatu tekanan atau paksaan terhadap pihak lainnya, sehingga apabila terjadi transaksi jual beli bukan atas kehendak sendiri tetapi dengan adanya paksaan,
3)      Bukan pemboros (mubazir)
Maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli tersebut bukanlah orang yang pemboros, karena orang yang pemboros dalam hukum dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap bertindak hukum, artinya ia tidak dapat melakukan sendiri suatu perbuatan hukum walaupun hukum itu menyangkut kepentingannya sendiri.
4)      Baligh
b.      Uang dan benda yang dibeli
Syaratnya adalah :
1)      Suci barangnya
Artinya adalah barang yang diperjual belikan bukanlah barang yang dikategorikan barang najis atau barang yang diharamkan, oleh syara’ barang yang diharamkan itu seperti minuman keras dan kulit binatang yang belum disamak.
2)      Dapat dimanfaatkan
Maksudnya adalah setiap benda yang akan diperjualbelikan sifatnya dibutuhkan untuk kehidupan manusia pada umumnya. Bagi benda yang tidak mempunyai kegunaan dilarang untuk diperjualbelikan atau ditukarkan dengan benda yang lain, karena termasuk dalam arti perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT yaitu menyia-nyiakan harta. Akan tetapi, pengertian barang yang dapat dimanfaatkan ini sangat relatif. Sebab, pada hakekatnya seluruh barang yang dijadikan objek jual beli adalah barang yang dapat dimanfaatkan, baik untuk dikonsumsi secara langsung ataupun tidak. Sejalan dengan perkembangan zaman yang makin canggih, banyak orang yang semula dikatakan tidak bermanfaat kemudian dinilai bermanfaat.
3)      Milik orang yang melakukan akad
Maksudnya adalah bahwa orang yang melakukan transaksi jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah dari barang tersebut atau orang yang telah mendapat izin dari pemilik sah barang. Dengan demikian, jual beli barang oleh seseorang yang bukan pemilik sah atau berhak berdasarkan kuasa si pemilik sah, dipandang sebagai jual beli yang batal.
4)      Dapat diserahkan
Maksudnya adalah bahwa barang yang ditransaksikan dapat diserahkan pada waktu akad terjadi, tetapi hal ini tidak berarti harus diserahkan seketika. Maksudnya adalah pada saat yang telah ditentukan objek akad dapat diserahkan karena memang benar-benar ada di bawah kekuasaan pihak yang bersangkutan.[4]
c.       Lafaz dan ijab qabul
Ijab adalah pernyataan yang timbul dari orang yang memberikan kepemilikan, meskipun keluarnya belakangan.
Qobul adalah pernyataan yag timbul dari orang yang akan menerima hak milik, meskipun keluarnya pertama.[5]
Menurut ulama yang mewajibkan lafaz, lafaz itu diwajibkan memenuhi beberapa syarat. Dan apabila syaratnya kurang maka jual beli dianggap tidak sah.
Berikut ini adalah syarat lafaz yang wajib dipenuhi :
a.       Keadaan ijab dan qabul berhubungan
b.      Makna keduanya hendaklah mufakat
c.       Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain
d.      Tidak berwaktu[6]

Jual Beli yang Dilarang
1.      membeli barang dengan harga yang lebih mahal daripada harga pasaran semata-mata supaya orang lain tidak dapat membeli barang tersebut
2.      membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiyar
3.      mencegat orang-orang yang datang dari desa diluar kota, lalu membeli barangnya sebelum mereka sampai kepasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar
4.      membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sedangkan masyarakat umummemerlukan barang itu
5.      menjual sesuatu barang yang berguna, tetapi dijadikan alat maksiat oleh yang membelinya
6.      jual beli yang disertai tipuan[7]
B.     Khiyar
Pengertian Khiyar
      Khiyar secara bahasa berarti pilihan. Sedangkan menurut istilah syara’, khiyar adalah mencari yang lebih baik dari dua urusan baik berupa meneruskan atau membatalkannya.
Hukum Khiyar
Hukum khiyar dalam pandangan ulama fiqih mubah (diperbolehkan), karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
Macam-macam Khiyar
1.      Khiyar majelis
Khiyar majelis artinya si penjual dan pembeli boleh memilih antara dua perkara tadi selama keduanya masih berada ditempat jual beli. Khiyar majelis dapat digunakan dalam segala jual beli.
Sabda Rassulullah SAW :
اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا
Artinya : “dua orang yang berjual beli boleh memilih (akan meneruskan jual beli atau tidak) selama keduanya belum bercerai dari tempat akad.” (H.R Bukhari - Muslim)
Habislah khiyar majelis apabila,
a.       keduanya memilih akan meneruskan akad
b.      keduanya terpisah dari jual belis

2.      Khiyar syarat
Khiyar syarat artinya khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh keduanya atau oleh salah seorang. Khiyar syarat boleh dilakukan dalam segala macam jual beli, kecuali barang yang wajib diterima ditempat jual beli. Masa khiyar syarat paling lama hanya tiga hari tiga malam, terhitung dari waktu akad.
اَنْتَ بِالْخِيَارِ فِى كُلِّ سِلْعَةٍ اِبْتَعْتَهَا ثَلَاثَ لَيَالٍ. رواه البيهقى
Artinya : “engkau boleh khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam.” (H.R Baihaqi dan Ibnu Majah)
3.      Khiyar ‘aibi (cacat)
Khiyar cacat artinya pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya apabila barang itu terdapat suatu cacat yang mengurangi kualitas barang itu, atau mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang yang seperti itu baik, dan sewaktu akad cacatnya itu sudah ada, tetapi pembeli tidak tahu atau terjadi sesudah akad yaitu sebelum diterimanya. Keterangannya adalah ijma’.
اَلْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمُ لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ اَخِيْهِ بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ اِلاَّبَيَّنَهُ. رواه ابن ماجه عن عقبة ابن عامر
Sesama muslim itu bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual barangnya kepada muslim lain, padahal barang itu terdapat aib / cacat.[8]
C.     Riba
Pengertian Riba
Asal makna riba menurut bahasa arab ialah lebih (bertambah). Sedangkan menuut istilah syara’ riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’ atau terlambat menerimanya.
Dalil Dilarangya Riba
Firman Allah SWT
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Ali Imran : 130)
Sabda nabi Muhammad SAW
عَنْ جَا بِرٍ لَعَنَ رُسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اَكِلَ الرِّبَا وَمُؤْ كِلَهُ
 وَكَا تِبَهُ وَشَا هِدَيْهِ. رواه مسلم
Artinya : “dari Jabir Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba, wakilnya, penulisnya, dan dua saksinya” (H.R Muslim)
Macam-macam Riba
      Menurut sebagian ulama riba itu terbagi menjadi empat macam :
1.      Riba fuduli adalah riba yang disebabkan penukaran barang sejenis yang tidak sama ukuran atau jumlahnya.
2.      Riba qardi adalah riba dalam hal utang. caranya dengan syarat ada keuntungan bagi yang memberi utang.
3.      Riba yad adalah riba karena terpisahnya penjual dan pembeli sebelum timbang terima barang dagangan.
4.      Riba nasia’h adalah riba yang disebabkan penundaaan atau penangguhan pembayaran hutang.[9]
Sebagian ulama lain membagi riba menjadi tiga macam yaitu riba fadli, riba yad dan riba nasa’.  Sementara riba qardi sudah termasuk dalam riba nasa’. Barang-barang yang berlaku dalam riba yaitu emas, perak dn makanan yang mengenyangkan atau yang berguna untuk mengenyangkan semisal garam. Jual beli barang tersebut jika sama jenisnya maka diperlukan tiga syarat yaitu : (1) tunsi, (2) serah terima (3) sama timbangannya. Jika jenisnya berlainan tetapi ‘ilat ribanya satu maka boleh tidak sama timbangannya tetapi harus tunai dan serah terima. Jika jenis dan ‘ilat ribanya berlainan maka tidak diperlukan suatu syarat.[10]
D.    Salam
Pengertian Salam
      Salam adalah salah satu bentuk jual beli dimana uang harga barang dibayarkan tunai, sedangkan barang yang dibeli belum ada, hanya sifat-sifat, jenis, dan ukurannya sudah disebutkan pada waktu perjanjian dibuat.
Dasar Hukum Salam
Salam merupakan akad yang diperbolehkan, meskipun objeknya tidak ada di majelis akad, sebagai pengecualian daari persyaratan jual beli yang berkaitan objeknya. Dasar hukum diperbolehkannya salam adalah:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Q.S Al-Baqarah : 282)
... فَقَالَ : مَنْ اَسْلَفَ فِى تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِى كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَآ اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ. متّفق عليه
Nabi bersabda : barang siapa yang memesan buah kurma maka hendaklah ia memesannya dalam takaran tertentu, dan timbangan tertentu serta waktu tertentu.[11]
Rahasia Salam
      Orang yang mempunyai peusahaan sering membutuhkan uang untuk keperluan perusahaan mereka, bahkan sewaktu-waktu kegiatan perusahaannya sampai terhambat sampai kekurangan bahan pokok. Sedangkan pembeli selain akan mendapat barang yang sesuai dengan barang diinginkannya, ia pun sudah menolong kemajuan perusahaan saudaranya. Maka untuk kepentingan tersebut Allah mengadakan peraturan salam.
Rukun Salam
1.      Ada penjual dan pembeli
2.      Ada barang dan uang
3.      Ada sigat (lafaz akad)
Syarat Salam
1.      Uang hendaklah dibayar ditempat akad
2.      Barangnya menjadi utang bagi penjual
3.      Barang diberikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan
4.      Barang tersebut harus sesuai dengan ukuran menurut macamnya
5.      Diketahui dan disebutkan sifat-sifat barangnya
6.      Disebutkan tempat menerimanya.[12]
E.     Syarikat
Pengertian Syarikat
Syirkah, menurut bahasa, adalah ikhthilath (berbaur). Adapun menurut istilah syirkah (kongsi) ialah perserikatan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang didorong oleh kesadaran untuk meraih keuntungan.
Dasar hukum syarikat:
1.      Al-Qur’an
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$#
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
2.      Hadits
Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi saw. berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi saw. membenarkannya. Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.:
Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).
Hukum Syarikat:
Untuk serikat ‘inan para ulama telah sepakat tentang sahnya,tetapi terdapat sedikit perbedaan paham tentang syarat-syarat dan cara-caranya. Adapun serikat kerja menurut madzhab syafi’i tidak sah dan tidak boleh, tetapi madzhab yang lain berpendapat boleh dan sah.
Macam Syarikat:
1.      Syarikat Harta
Artinya akad dari dua orang atau lebih untuk berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud mendapat keuntungan (tambahan), dan keuntungan itu untuk mereka yang berserikat itu.
Sabda Rasulullah SAW :
قَالَ اَللَّهُ: أَنَا ثَالِثُ اَلشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ, فَإِذَا خَانَ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا. رواه ابوداود والحاكم
Allah SWT telah berfirman (dalam hadits qudsi) “Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah seorang diantaranya tidak berkhianat terhadap temannya. Apabila salah seorang diantara eduanya berkhianat, maka Aku keluar dari perserikatan keduanya.(H.R Abu Dawud dan Hakim)
Berarti Allah SWT akan menolong kemajuan perserikatan selama orang yang berserikat itu tetap ikhlas. Tetapi apabila timbul penghianatan diantara mereka, maka Allah akan mencabut kemajuan perserikatan mereka.[13]
Syarikat harta memiliki tiga rukun, yaitu:
1.      Sigat
Sigat adalah kalimat yang mengadung arti izin untuk menjalankan barang persyerikatan.
2.      Orang yang bersyarikat
Syarat orang yang bersyarikat:
a.       Akil (berakal)
b.      Balig (dewasa)
c.       Merdeka (bukan hamba sahaya)
d.      Tidak dipaksa
3.      Modal
Syarat modal:
a.       Berupa uang atau barang yang dapat diukur atau ditakar
b.      Berupa uang atau barang dan bukan piutang
c.       Besar kecilnya modal akan menentukan besar kecilnya keuntungan yang diterima atau kerugian yang diderita.[14]
2.      Syarikat Kerja
Artinya kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan usaha yang hasilnya dibagi menurut perjanjian. Syarikat kerja merupakan sarana yang baik untuk meraih kemajuan dan kemakmuran bersama. Banyak pekerjaan yang penting, sulit, dan tidak mungkin dikerjakan seorang diri dapat dikerjakan dengan baik melalui syarikat kerja.
Syarikat kerja memiliki beberapa bentuk, diantaranya :
a.       Mudarabah (Qirad)
Qirad ialah memberikan modal dari seseorang kepada orang lain untuk modal usaha, sedangkan keuntungan unuk keduanya menurut perjanjian antara keduanya sewaktu akad.
Rukun Qirad:
1)      Harta (modal), modal harus berupa uang tunai yang diketahui jumlahnya.
2)      Pekerjaan, hal-hal yang mengenai pekerjaan, seperti tempat, waktu, dan jenis barang dagangan tidak dibatasi.
3)      Keuntungan, keuntungan harus ditentukan cara pembagiannya.
4)      Pemilik dan penerima modal.
Cara bekerja:
  Pekerja hendaklah bekerja dengan ikhlas, tidak boleh mengutangkan barang kecuali dengan izin yang punya modal. Selain itu pekerja juga tidak boleh membelanjakan uang qirad untuk dirinya sendiri, bersedekah dari uang qirad pun tidak boleh.
  Karena orang yang bekerja wajib ikhlas dalam segala urusan yang bersangkutan dengan qirad, hendaklah ia dibenarkan dengan sumpahnya apabila ia mengatakan tidakmendapat keuntungan atau hanya memperoleh keuntungan sedikit. Begitu juga tentang banyak sedikitnya modal atau ia mengatakan bahwa modalnya hilang.
  Akad qirad adalah akad saling pecaya, maka apabila ada barang yang hilang yang bekerja tidak wajib mengganti kecuali jika karena kelalaiannya. Kerugian hendaklah ditutup dengan keuntungan. Kalau masih juga rugi, kerugian itu hendaknya dipikul oleh yang punya modal sendiri, artinya pekerja tidak dituntut mengganti kerugian.[15]
b.      Musaqoh (Paroan kebun)
  Musaqah ialah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya dan pennghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya menurut perjanjian keduanya sewaktu akad.
  Akad ini diharuskan (diperbolehkan) oleh agama karena banyak yang membutuhkannya. Memang banyak orang yang memiliki kebun tetapi tidak dapat memeliharanya, sedangkan yang lain tidak memiliki kebun tetapi sanggup bekerja. Maka dengan adanya peraturan ini keduanya dapat hidup dengan baik, hasil negarapun bertambah banyak dan masyarakat bertambah makmur.
Rukun Musaqoh:
1)      Masa perjanjian, masa perjanjian ditentukan menurut waktu kegiatan panen.
2)      Hasil, pembagian hasil harus ditentukan saat terjadinya akad.
3)      Pihak yang berakad.
  Musaqah mempunyai beberapa manfaat tolong-menolong yang saling menguntungkan. Banyak orang yang memiliki kebun yang luas, tetapi tidak mampu mengurusnya. Sebaliknya, banyak orang yang mengurus kebun, tetapi tidak memiliki lahan. Dengan system musaqah, keduanya dapat dapat bekerja sama sehingga sama-sama mendapatkan keuntungan.[16]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jual beli atau dalam bahasa Arab al-bai’ menurut etimologi adalah Tukar-menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut istilah syara’, jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Dasar hukum jual beli: Surat Al-Baqoroh ayat 275 dan 198, surat An-Nisaa ayat 29 serta hadits riwayat Rifa’ah ibn Rafi’. Hukum asal jual beli adalah mubah, tetapi bisa sunah, wajib dan haram.
Rukun jual beli : penjual dan pembeli, benda yang dijual atau dibeli dan ijab Kabul. Jual beli yang dilarang seperti jual beli yang disertai unsure penipuan, membeli barang yang ssudah dibeli orang lain, dll.
Khiyar adalah memilih untuk meneruskan atau membatalkan jual beli. Khiyar terbagi atas tiga, yaitu khiyar majlis, khiyar ‘aibi dan khiyar syarat. Riba adalah  kelebihan atau tambahan pembayaran tapa ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi salah satu orang yang melakukan akad. Riba terbagi menjadi 4 macam, yaitu: riba fuduli, riba qardi, riba nasi’ah, dan riba yad.
      Salam adalah salah satu bentuk jual beli dimana uang harga barang dibayarkan tunai, sedangkan barang yang dibeli belum ada, hanya sifat-sifat, jenis, dan ukurannya sudah disebutkan pada waktu perjanjian dibuat.
Rukun Salam
1.      Ada penjual dan pembeli
2.      Ada barang dan uang
3.      Ada sigat (lafaz akad)
Syarat Salam
1.      Uang hendaklah dibayar ditempat akad
2.      Barangnya menjadi utang bagi penjual
3.      Barang diberikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan
4.      Barang tersebut harus sesuai dengan ukuran menurut macamnya
5.      Diketahui dan disebutkan sifat-sifat barangnya
6.      Disebutkan tempat menerimanya.
Syarikat adalah perjanjian antara dua orang atau lebih untuk menjalankan usaha dengan tujuan membagi keuntungan. Syarikat terbagi menjadi dua macam, syarikat harta dan syarikat kerja. Rukun syarikat terdiri dari: sigat, orang yag bersyarikat, modal.
Syarikat kerja terdiri dari, mudharabah atau qirad dan musaqah. Qirad adalah pemberian modal oleh seseorang kepada orang lain untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dan kerugian dibagi bersama sesuai dengan perjanjian. Rukun qirad: modal, pekerjaan, keuntungan dan pemilik dan penerima modal. Sedangkan musaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik kebun dan penggarap kebun dengan perjanjian bagi hasil. Jumlahnya ditentukan sesuai kesepakatan pada saat akad. Rukun musaqah: masa perjanjian, hasil dan pihak yang berakad.








DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algesindo
Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta : Amzah
Haludhi, Khuslan dan Abdurrahim Sa’id. 2008. Agama Islam. Solo : Tiga Serangkai
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta : Kencana


[1] Ahmad Wardi Muslich. Fiqh Muamalat (Jakarta, Amzah : 2010). Hlm, 173. Lihat pula Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalat (Jakarta, Kencana : 2010). Hlm, 67
[2] Op. cit. Ahmad Wardi Muslich. Hlm, 161
[3] Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Bandung, Sinar Baru Algesindo: 2011). Hlm, 289 dan Khuslan Haludhi dan Abdurrahman Sa’id. Agama Islam (Solo, Tiga Serangkai: 2008). Hlm, 57
[4] Op. cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 279-281
[5] Op. cit. Ahmad Wardi Muslich. Hlm, 181
[6] Op. cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 282
[7] Op. cit. Khuslan Haludhi dan Abdurrahman Sa’id. Hlm, 58
[8] Op. cit. Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Hlm, 99-102
[9] Op. cit. Khuslan Haludhi dan Abdurrahim Sa’id. Hlm, 59-60
[10] Op. cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 290
[11] Op. Cit. Ahmad Wardi Muslich. Hlm, 242-243
[12] Op. Cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 295-296
[13] Op. Cit. Sulaiman Rasjid. Hlm, 296-297
[14] Op. Cit. Khuslan Haludhi dan Abdurrahim Sa’id. Hlm, 61
[15] Op. Cit. Sulaima Rasjid. Hlm, 299-300
[16]Op. Cit. Khuslan Haludhi dan Abdurrahim Sa’id. Hlm, 62-63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar