BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Persoalan
yang pertama-tama timbul dalam teologi islam adalah masalah iman dan kufur.
Persoalan itu pertama kali dimunculkan oleh kaum khawarij ketika mencap kafir
sejumlah tokoh sahabat Nabi Muhammad SAW yang dianggap telah berbuat dosa
besar, antara lain Ali bin Abi Thalib, Mu’wiyah bin Abi Sufyan, Abu Hasan
al-Asy’ari, dan lain-lain. Masalah ini lalu dikembangkan oleh khawarij dengan
tesis utamanya bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir.
Aliran
lain seperti Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’riyah, dan Maturidiyah turut ambil
bagian dalam masalah tersebut bahkan tidak jarang terdapat perbedaan pandangan
di antara sesame pengikut masing-masing aliran. Perbincangan konsep iman
menurut tiap-tiap aliran teologi islam sering kali lebih menitik beratkan pada
satu aspek saja, yaitu iman atau kufur. Lebih jelasnya akan dibahas dalam
makalah.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
konsep iman masing-masing aliran teologi islam?
2. Bagaimanakah
pendapat masing-masing aliran teologi islam mengenai status pelaku dosa besar
|
C. Tujuan
1. Mengetahui
konsep iman masing-masing aliran teologi islam
2. Mengetahui
pendapat masing-masing aliran teologi islam mengenai status pelaku dosa besar.
|
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Iman
Perkataan iman berasal
dari bahasa arab yang berarti tashdiq (membenarkan). Menurut Hasan Hanafi, ada
empat istilah kunci yang biasanya dipergunakan oleh para teolog muslim dalam
membicarakan konsep iman, yaitu:
1. Ma’rifah
bi al-aql, ( mengetahui dengan akal)
2. Amal,
perbuatan baik atau patuh
3. Iqrar,
pengakuan secara lisan, dan
4. Tashdiq,
membenarkan dengan hati, termasuk pula di dalamnya ma’rifah bi al-qalb (
mengetahui dengan hati).
Dan kemudian di dalam
pembahasan ilmu kalam, konsep iman ini terpilih menjadi tiga pendapat:
1. Iman
adalah tashdiq di dalam hati. Menurut konsep iman ini, iman adalah semata-mata
urusan hati, bukan terlihat dari luar. Jika seseorang sudah tashdiq
(membenarkan/meyakini) akan adanya Allah SWT, ia sudah disebut beriman,
sekalipun perbuatannya tidak sesui dengan ajaran agama.
Konsep iman ini dianut
oleh aliran Murji’ah, sebagian penganut Jahmiah, dan sebagian kecil Asy’ariyah.
|
2. Iman
adalah tashdiq di dalam hati dan di ikrarkan dengan lidah. Dengan kata lain,
seseorang bisa disebut beriman jika ia mempercayai dalam hatinya akan
keberadaan Allah dan mengikrarkan (mengucapkan) kepercayaannya itu dengan
lidah. Konsep iman ini juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan
manusia. Yang penting tashdiq dan ikrar.
Konsep iman seperti ini
dianut oleh sebagian penganut Maturidiyah.
3. Iman
adalah tashdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan, dan dibuktikan dengan
perbuatan, konsep ketiga ini mengaikatkan perbuatan manusia dengan iman. Oleh
karena itu, keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep
iman ini dianut oleh Mu’tazilah, Khawarij, dan lain-lain.
Akibat dari perbedaan pandangan mengenai unsure-unsur iman,
maka timbulah aliran-aliran teologi yang mengemukakan persoalan siapa yang
beriman dan siapa yang kafir. Adapun aliran-aliran tersebut adalah Khawarij,
Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah, Ahlus Sunnah, dan lain-lain.
a. Aliran Khawarij
Aliran Khawarij berpandangan bahwa iman tidak semata-mata
percaya kepada Allah. Mengerjakan kewajiban dan larangan agama juga merupakan bagian
dari iman.
|
Mereka berpandangan bahwa siapapun yang
menyatakan dirinya beriman kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak
melaksanakan kewajiban agama dan melakukan dosa, maka ia termasuk orang kafir.(Abdul
Rozak dan Rosihan Anwar, 2011: 143)
b. Aliran Murji’ah
Berdasarkan pandangan mereka tentang iman, aliran Murji’ah
terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu Murji’ah Sunnah (moderat) dan
Murji’ah Bid’ah (ekstrim).
1. Murji’ah Moderat
Murji’ah moderat berpandangan bahwa iman adalah tashdiq secara
qalbu saja, atau ma’rifah (mengetahui) Allah dengan qalbu saja. Di samping itu, mereka juga
memasukan ikrar sabagai bagian dari iman. Mereka nerpandangan bahwa perbuatan
tidak menggambarkan apa yang ada di hati.
2. Murji’ah Ekstrim
|
c. Aliran Mu’tazilah
Aliran mu’tazilah berpandangan bahwa iman adalah apa yang
mereka identifikasikan sebagai ma’rifah ( pengetahuan dan akal ). Mu’tazilah
sangat menekankan pentingnya pemikiran logis atau penggunaan akal bagi
keimanan, karena mu’tazilah mempunyaifpandangan yang bercorak rasional. Dengan
demikian, menurut mereka, iman seseorang dapat dikatakan benar apabila
didasarkan pada akal bukan karena taqlid kepada orang lain..(Abdul Rozak dan
Rosihan Anwar, 2011: 147)
d. Aliran
Asy’ariyah
Aliran asy’ariyah
berpandangan bahwa iman adalah tashdiq. Tashdiq menurut asy’ariyah merupakan
pengakuan dalam hati yang mengandung ma’rifah terhadap Allah (qaulun bi an-nafs
wa ta dhammu ma’rifatulla). Mengenai penuturan dengan lidah (iqrar bi al-lisan)
merupakan syarat iman, tetapi tidak termasuk hakikat iman yaitu tashdiq.
e. Aliran
Maturidiyah
Dalam masalah konsep
iman, aliran maturidiyah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Maturidiyah
Samarkand dan Maturidiyah Bukhara.
|
1. Maturidiyah
Samarkand
Maturidiyah Samarkand
berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan hanya iqrar bi
al-lisan. Apa yang diucapkan lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal
bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Menurut mereka, tashdiq harus diperoleh
dari ma’rifah. Tashdiq hasil ma’rifah ini didapatkan melalaui penalaran akal,
bukan sekedar berdasarkan wahyu. Meskipun demikian, ma’rifah menurut mereka
sama sekali tidak termasuk esensi iman, melainkan hanya faktor penyebab
kehadiran iman.
2. Maturidiyah
Bukhara
Maturidiyah Bukhara
berpandangan bahwa iman adlah tashduq bi al-qalb dan tashdiq bi al-lisan.
Tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam hati tenteng ke esaan
Allah SWT dan nabi Muhammad SAW. Sedangkan tashdiq bi al-lisan adalah mengakui
kebenaran seluruh ajaran islam secara verbal..(Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, 2011: 177-178)
f. Aliran
Ahlus Sunnah
Ahlus Sunnah
berpandangan bahwa iman adalah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan
hati. Iman yang sempurna adalah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan
hati, dan mengerjakan dengan anggota.
|
B. Status
Pelaku Dosa Besar
Dosa, merupakan istilah yang berasal
dari agama Hindu. Kata ini digunakan oleh umat Islam Indonesia untuk
menerjemahkan kata ism, zanb dan wazr yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Dalam pandangan Islam, dosa muncul
sebagai akibat dari kesalahan yang dilakukan terhadap Allah SWT, atau perbuatan
melanggar hukum karena mengabaikan apa yang diperintahkan ataupun karena
melanggar larangan-Nya. Karena itu, dosa merupakan kotoran batin yang
mengakibatkan timbulnya keegangan antara pelaku dengan kemauan Tuhan. Disamping
itu, dosa pun dapat diartikan sebagai manifestasi dari suatu perbuuatan jahat.
Yang
termasuk dalam kategori dosa besar adalah: syirik, sumpah palsu, zina, dsn
durhaka. (Mustofa, 2010:74)
Persoalan tentang
status pelaku dosa besar adalah persoalan menyangkut siapa yang kafir dan siapa
yang bukan kafir, dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang
masih tetap islam. Cara berpikir yang digunakan tiap-tiap aliran ternyata
mewarnai pandangan mereka tentang status pelaku dosa besar. Di bawah ini adalah
pandangan tiap-tiap aliran kalam mengenai pelaku dosa besar:
1. Aliran
Khawarij
|
2. Aliran
Murji’ah
Aliran murji’ah
berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin, bukan kafir.
Adapun dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah untuk diampuni atau tidak.
3. Aliran
Mu’tazilah
Aliran mu’tazilah
berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar bukan kafir dan juga bukan
mukmin,tetapi dihukumi sebagai orang fasiq.
yang terkenal dengan istilah Manzilah
baina al Manzilatain.(Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, 2011: 133-137).
Pendapat ini merupakan jalan tengah antara vonis yang dijatuhkan oleh pengikut
khawarij yang mengafirkan pelaku dosa besar, dengan pendapat kaum murji’ah yang
menganggap pelaku dosa besar tetap seorang mukmin. ( Adeng Muchtar Ghazali,
2005 : 95-96)
4. Aliran
Asy’ariyah
Aliran asy’ariyah
berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar dan meninggal dunia sebelum
sempat bertaubat, tetap dihukumi mukmin, tidak kafir, tidak pula berada
diantara mukmin dan kafir, dan di akhirat ada beberapa kemungkinan:
a. Ia
mendapat ampunan dari Allah SWT dengan rahmat-Nya sehingga pelak dosa besar
tersebut masuk ke dalam surge.
b.
|
c. Allah memberi hukuman kepadanya dengan
dimasukkan ke dalam neraka sesuai dengan dosa besar yang dilakukannya, kemudian
Allah memasukkannya ke surga. (Muhammad Ahmad, 2009 : 180)
5. Aliran
Maturidiyah
Alian maturidiyah
mempunyai pendapat yang sepaham dengan asy’ariyah bahwa orang yang melakukan
dosa besar tetap mukmin, dan mengenai dosa besar yang dilakukannya akan
ditentukan Allah kelah di akherat. Aliran ini pun menolak paham posisi menengah
kaum mu’tazilah. ( Harun Nasution, 2002 : 78)
6. Aliran
Ahlus Sunnah
Aliran ahlus sunnah
berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak keluar dari keimanannya. Di dunia
tetap beriman tetapi kurang imannya, sedangkan di akherat dia berada di bawah
masyi’ah Allah, artinya, bila Allah menghendaki, akan diampuni dan bila Allah
menghendaki sebaliknya, maka dia akan disiksa sesuai dengan dosa besar yang
dilakukannya.
|
BAB III
PENUTUP
Dalam perkembangannya, Ilmu kalam berkembang
dengan berbagai permasalahannya yang menyangkut berbagai aspek kehidupan
manusia, mulai dari permasalahan pelaku dosa besar, penentuan iman dan kufurnya
manusia, dan juga tentang perbuatan Tuhan dan manusia yang aliran-aliran dalam
Ilmu Kalam mempunyai pendapat yang berlainan.
Aliran-aliran dalam Ilmu Kalam masing-masing
mempunyai pendapat yang berlandaskan kepada dalil-dalil Naqli dan Aqli, oleh
sebab itu masing-masing mereka tidak dapat disalahkan atau bahkan mencap salah
satu mereka adalah aliran sesat.
Siapa yang benar dan salah, hanyalah Allah yang
tahu semuanya, dan kita akan mengetahui semuanya itu kelak di negeri akhirat.
|
Daftar Pustaka
Nasution, Harun. 2002. teologi islam: aliran-aliran
sejarah, analisa perbandingan. Jakarta: UI Press.
Anwar, Rosihan dan Abdul Rozak. Ilmu kalam. Bandung: Pustaka Setia, 2001
Ahmad, Muhammad. tauhid ilmu kalam. Bandung: Pustaka
Setia, 2009
Mustofa.
2010. Madzhab-madzhab Ilmu Kalam. Cirebon:
Nurjati IAIN-Publisher.
Ghazali, Adeng Muchtar.
2005. Perkembengan Ilmu Kalam Dari Klasik
Hingga Modern. Bandung : Pustaka Setia
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar