Selasa, 08 Januari 2013

konsep iman dan pelaku dosa besar


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Persoalan yang pertama-tama timbul dalam teologi islam adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu pertama kali dimunculkan oleh kaum khawarij ketika mencap kafir sejumlah tokoh sahabat Nabi Muhammad SAW yang dianggap telah berbuat dosa besar, antara lain Ali bin Abi Thalib, Mu’wiyah bin Abi Sufyan, Abu Hasan al-Asy’ari, dan lain-lain. Masalah ini lalu dikembangkan oleh khawarij dengan tesis utamanya bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir.
Aliran lain seperti Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’riyah, dan Maturidiyah turut ambil bagian dalam masalah tersebut bahkan tidak jarang terdapat perbedaan pandangan di antara sesame pengikut masing-masing aliran. Perbincangan konsep iman menurut tiap-tiap aliran teologi islam sering kali lebih menitik beratkan pada satu aspek saja, yaitu iman atau kufur. Lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah konsep iman masing-masing aliran teologi islam?
2.      Bagaimanakah pendapat masing-masing aliran teologi islam mengenai status pelaku dosa besar



1
 
 
C.     Tujuan
1.      Mengetahui konsep iman masing-masing aliran teologi islam
2.      Mengetahui pendapat masing-masing aliran teologi islam mengenai status pelaku dosa besar.


















2
 
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Iman
Perkataan iman berasal dari bahasa arab yang berarti tashdiq (membenarkan). Menurut Hasan Hanafi, ada empat istilah kunci yang biasanya dipergunakan oleh para teolog muslim dalam membicarakan konsep iman, yaitu:
1.      Ma’rifah bi al-aql, ( mengetahui dengan akal)
2.      Amal, perbuatan baik atau patuh
3.      Iqrar, pengakuan secara lisan, dan
4.      Tashdiq, membenarkan dengan hati, termasuk pula di dalamnya ma’rifah bi al-qalb ( mengetahui dengan hati).

Dan kemudian di dalam pembahasan ilmu kalam, konsep iman ini terpilih menjadi tiga pendapat:
1.      Iman adalah tashdiq di dalam hati. Menurut konsep iman ini, iman adalah semata-mata urusan hati, bukan terlihat dari luar. Jika seseorang sudah tashdiq (membenarkan/meyakini) akan adanya Allah SWT, ia sudah disebut beriman, sekalipun perbuatannya tidak sesui dengan ajaran agama.
Konsep iman ini dianut oleh aliran Murji’ah, sebagian penganut Jahmiah, dan sebagian kecil Asy’ariyah.

3
 
 
2.      Iman adalah tashdiq di dalam hati dan di ikrarkan dengan lidah. Dengan kata lain, seseorang bisa disebut beriman jika ia mempercayai dalam hatinya akan keberadaan Allah dan mengikrarkan (mengucapkan) kepercayaannya itu dengan lidah. Konsep iman ini juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan manusia. Yang penting tashdiq dan ikrar.
Konsep iman seperti ini dianut oleh sebagian penganut Maturidiyah.
3.      Iman adalah tashdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan, konsep ketiga ini mengaikatkan perbuatan manusia dengan iman. Oleh karena itu, keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep iman ini dianut oleh Mu’tazilah, Khawarij, dan lain-lain.

Akibat dari perbedaan pandangan mengenai unsure-unsur iman, maka timbulah aliran-aliran teologi yang mengemukakan persoalan siapa yang beriman dan siapa yang kafir. Adapun aliran-aliran tersebut adalah Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah, Ahlus Sunnah, dan lain-lain.

a.       Aliran Khawarij
Aliran Khawarij berpandangan bahwa iman tidak semata-mata percaya kepada Allah. Mengerjakan kewajiban dan larangan agama juga merupakan bagian dari iman.
4
 
 
Mereka berpandangan bahwa siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan melakukan dosa, maka ia termasuk orang kafir.(Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, 2011: 143)

b.      Aliran Murji’ah
Berdasarkan pandangan mereka tentang iman, aliran Murji’ah terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu Murji’ah Sunnah (moderat) dan Murji’ah Bid’ah (ekstrim).
1.      Murji’ah Moderat
Murji’ah moderat berpandangan bahwa iman adalah tashdiq secara qalbu saja, atau ma’rifah (mengetahui) Allah dengan qalbu saja. Di samping itu, mereka juga memasukan ikrar sabagai bagian dari iman. Mereka nerpandangan bahwa perbuatan tidak menggambarkan apa yang ada di hati.

2.      Murji’ah Ekstrim
5
 
Murji’ah ekstrim berpandangan bahwa iman adalah tashdiq secara qalbu saj, bukan secara demonstrative, baik dalam ucapan maupun tindakan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa jika seseorang telah beriman dalam hatinya, ia tetap dipandang sebagai seorang yang beriman walaupun menampakkan tingkah laku seperti yahudi atau nasrani. Hal ini disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa iqrar dan amal bukanlah bagian dari iman.

c.       Aliran Mu’tazilah
Aliran mu’tazilah berpandangan bahwa iman adalah apa yang mereka identifikasikan sebagai ma’rifah ( pengetahuan dan akal ). Mu’tazilah sangat menekankan pentingnya pemikiran logis atau penggunaan akal bagi keimanan, karena mu’tazilah mempunyaifpandangan yang bercorak rasional. Dengan demikian, menurut mereka, iman seseorang dapat dikatakan benar apabila didasarkan pada akal bukan karena taqlid kepada orang lain..(Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, 2011: 147)

d.      Aliran Asy’ariyah
Aliran asy’ariyah berpandangan bahwa iman adalah tashdiq. Tashdiq menurut asy’ariyah merupakan pengakuan dalam hati yang mengandung ma’rifah terhadap Allah (qaulun bi an-nafs wa ta dhammu ma’rifatulla). Mengenai penuturan dengan lidah (iqrar bi al-lisan) merupakan syarat iman, tetapi tidak termasuk hakikat iman yaitu tashdiq.
e.       Aliran Maturidiyah
Dalam masalah konsep iman, aliran maturidiyah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara.
6
 
 
1.      Maturidiyah Samarkand
Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan hanya iqrar bi al-lisan. Apa yang diucapkan lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Menurut mereka, tashdiq harus diperoleh dari ma’rifah. Tashdiq hasil ma’rifah ini didapatkan melalaui penalaran akal, bukan sekedar berdasarkan wahyu. Meskipun demikian, ma’rifah menurut mereka sama sekali tidak termasuk esensi iman, melainkan hanya faktor penyebab kehadiran iman.
2.      Maturidiyah Bukhara
Maturidiyah Bukhara berpandangan bahwa iman adlah tashduq bi al-qalb dan tashdiq bi al-lisan. Tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam hati tenteng ke esaan Allah SWT dan nabi Muhammad SAW. Sedangkan tashdiq bi al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh ajaran islam secara verbal..(Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, 2011: 177-178)

f.       Aliran Ahlus Sunnah
Ahlus Sunnah berpandangan bahwa iman adalah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati. Iman yang sempurna adalah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan mengerjakan dengan anggota.

7
 
 
B.     Status Pelaku Dosa Besar
            Dosa, merupakan istilah yang berasal dari agama Hindu. Kata ini digunakan oleh umat Islam Indonesia untuk menerjemahkan kata ism, zanb dan wazr yang terdapat dalam Al-Qur’an.
            Dalam pandangan Islam, dosa muncul sebagai akibat dari kesalahan yang dilakukan terhadap Allah SWT, atau perbuatan melanggar hukum karena mengabaikan apa yang diperintahkan ataupun karena melanggar larangan-Nya. Karena itu, dosa merupakan kotoran batin yang mengakibatkan timbulnya keegangan antara pelaku dengan kemauan Tuhan. Disamping itu, dosa pun dapat diartikan sebagai manifestasi dari suatu perbuuatan jahat.
Yang termasuk dalam kategori dosa besar adalah: syirik, sumpah palsu, zina, dsn durhaka. (Mustofa, 2010:74)

            Persoalan tentang status pelaku dosa besar adalah persoalan menyangkut siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir, dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih tetap islam. Cara berpikir yang digunakan tiap-tiap aliran ternyata mewarnai pandangan mereka tentang status pelaku dosa besar. Di bawah ini adalah pandangan tiap-tiap aliran kalam mengenai pelaku dosa besar:

1.      Aliran Khawarij
8
 
Aliran khawarij berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir, artinya mereka telah keluar dari islam ( murtad ). Oleh karena itu mereka wajib dibunuh..(Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, 2011: 133)Kaum khawarij adalah kelompok muslim pertama yang melakukan takfir (pengafiran) terhadap mayoritas muslim yang mereka pandang sudah corrupt, berdosa besar, dan tidak berpedoman lagi kepada hukum Allah. ( Adeng Muchtar Ghazali, 2005 : 85)
2.      Aliran Murji’ah
Aliran murji’ah berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin, bukan kafir. Adapun dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah untuk diampuni atau tidak.
3.      Aliran Mu’tazilah
Aliran mu’tazilah berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar bukan kafir dan juga bukan mukmin,tetapi dihukumi sebagai orang fasiq. yang terkenal dengan istilah Manzilah baina al Manzilatain.(Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, 2011: 133-137). Pendapat ini merupakan jalan tengah antara vonis yang dijatuhkan oleh pengikut khawarij yang mengafirkan pelaku dosa besar, dengan pendapat kaum murji’ah yang menganggap pelaku dosa besar tetap seorang mukmin. ( Adeng Muchtar Ghazali, 2005 : 95-96)
4.      Aliran Asy’ariyah
Aliran asy’ariyah berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar dan meninggal dunia sebelum sempat bertaubat, tetap dihukumi mukmin, tidak kafir, tidak pula berada diantara mukmin dan kafir, dan di akhirat ada beberapa kemungkinan:
a.       Ia mendapat ampunan dari Allah SWT dengan rahmat-Nya sehingga pelak dosa besar tersebut masuk ke dalam surge.
b.     
9
 
Ia mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW
c.        Allah memberi hukuman kepadanya dengan dimasukkan ke dalam neraka sesuai dengan dosa besar yang dilakukannya, kemudian Allah memasukkannya ke surga. (Muhammad Ahmad, 2009 : 180)

5.      Aliran Maturidiyah
Alian maturidiyah mempunyai pendapat yang sepaham dengan asy’ariyah bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin, dan mengenai dosa besar yang dilakukannya akan ditentukan Allah kelah di akherat. Aliran ini pun menolak paham posisi menengah kaum mu’tazilah. ( Harun Nasution, 2002 : 78)
6.      Aliran Ahlus Sunnah
Aliran ahlus sunnah berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak keluar dari keimanannya. Di dunia tetap beriman tetapi kurang imannya, sedangkan di akherat dia berada di bawah masyi’ah Allah, artinya, bila Allah menghendaki, akan diampuni dan bila Allah menghendaki sebaliknya, maka dia akan disiksa sesuai dengan dosa besar yang dilakukannya.






10
 
 
BAB III
PENUTUP
Dalam perkembangannya, Ilmu kalam berkembang dengan berbagai permasalahannya yang menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari permasalahan pelaku dosa besar, penentuan iman dan kufurnya manusia, dan juga tentang perbuatan Tuhan dan manusia yang aliran-aliran dalam Ilmu Kalam mempunyai pendapat yang berlainan.
Aliran-aliran dalam Ilmu Kalam masing-masing mempunyai pendapat yang berlandaskan kepada dalil-dalil Naqli dan Aqli, oleh sebab itu masing-masing mereka tidak dapat disalahkan atau bahkan mencap salah satu mereka adalah aliran sesat.
Siapa yang benar dan salah, hanyalah Allah yang tahu semuanya, dan kita akan mengetahui semuanya itu kelak di negeri akhirat.












11
 
 
Daftar Pustaka
Nasution, Harun. 2002. teologi islam: aliran-aliran sejarah, analisa perbandingan. Jakarta: UI Press.
Anwar, Rosihan dan Abdul Rozak. Ilmu kalam. Bandung: Pustaka Setia, 2001
Ahmad, Muhammad. tauhid ilmu kalam. Bandung: Pustaka Setia, 2009
Mustofa. 2010. Madzhab-madzhab Ilmu Kalam. Cirebon: Nurjati IAIN-Publisher.
Ghazali, Adeng Muchtar. 2005. Perkembengan Ilmu Kalam Dari Klasik Hingga Modern. Bandung : Pustaka Setia





12
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar