BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak belajar lebih baik melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika ia “mengalami” dari pada hanya “mengetahui”. Seperti yang dituliskan banyak para ahli pendidikan, bahwa yang pada intinya pesan itu adalah “mendengar aku lupa, melihat aku tahu, melakkukan aku faham”.
Dengan perubahan zaman di Indonesia, maka harus berubah pula paradigma Belajar-Mengajar di Indonesia. Jika dahulu hanya berparadigma “Dari Tidak Tahu Menjadi Tahu” maka kini haruslah berparadigma “Dari Tahu Menjadi Bisa”.Karena kriteria keberhasilan bukan lagi hanya ditinjau dari sisi kognitif, namun bagaimana ia bisa menerapkan dari pengetahuan kognitif menjadi keahlian afektif dan kinestik. Dengan Model Pembelajaran Kontekstual diharapkan anak didik dapat mengimplementasikan apa yang dialami (pengalaman) dapat menjadi bahan pelajaran (teori) yang dapat menghubungkan materi yang hendak disampaikan seorang guru.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Landasan Teori CTL?
2. Apa Contextual Teaching and Learning?
3. Bagaimana Penerapan Model Pembelajaran CTL?
4. Apa Peran Guru dan Siswa dalam Model Pembelajaran CTL?
C. Tujuan
1. Mengetahui akan Landasan dan Konsep CTL
2. Memahami akan Pengertian dan Hakikat CTL
3. Mengenal dan Dapat Melakukan Model Pembelajaran CTL
4. Memahami akan Peran Guru dan Siswa dalam CTL
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan dan Konsep Teori CTL
Contekstual Teaching and Learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami.Pertama, CTL menekankan untuk keterlibatan siswa untuk menemukan materi, dalam artian proses belajar diorientasikan pada pengalaman siswa secara langsung. Dalam proses ini diharapkan siswa mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menghubugkan antara materi pelajaran dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut dapat mengetahui antara pengalaman belajar dengan kehidupan nyata. Dengan ini materi yang dipelajari akan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, artinya siswa tidak hanya dituntut untuk memahami materi tetapi bagaimana materi tersebut dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.Materi pelajaran dala konteks CTL bukan untuk disimpan dalam otak kemudian dilupakan melainkan untuk bekal dalam mengarungi kehidupan nyata.
1. Latar Belakang Filosofis
CTL banyak diperngaruhi oleh filsafat Konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruksivisme berangkat dari pemikiran epistimologi Giambatista Vico (suparno, 1997). Vico mengungkapkan: “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya.” Mengetahui, menurut Vico berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu, menurutnya pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep yang mengamati.Selanjutnya pandangan konstruksivisme tentang hakikat pengetahuan memengaruhi konsep tentang belajar, bahwa belajar bukanlah sekedar menghapal, tetapi proses pengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.
2. Latar Belakang Psikologis
Sesuai denagan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjektif. Peran aktif ini dapat dipandang dari sudut psikologis. CTL berpijak pada aliran psikologi kognitif. Menurut aliran ini, proses belajar terjadi karena pemahaman individu mengenai lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak pada dasarnya adalah wujud dari dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya factor pendorong yang ada di belakang gerakan fisik tersebut. Karena, manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya.Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.
3. Kecenderungan Pemikiran Tentang Belajar
Pendekatan konstektual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
a. Proses Belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghapal.Siswa harua mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.Anak belajar dari mengalami.Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru dan bukan diberi begitu saja oleh guru.Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapai sesuatu baru. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri, dan bergelut dengan ide-ide
b. Transfer belajar
Siswa belajar dari mengalami sendiri buka dari pemberian dari orang lain. Ketrampilan dan pengetahuan itu harus dikembangkan dan diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit demi sedkit. Penting bagi siswa untuk “Tahu Apa” ia belajar, dan “Bagaimana” ia menggunkan pengetahuan dan ketrampilan.
c. Siswa sebagai pembelajar
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu dan seseorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.akan tetapi, untuk hal hal yang suli strategi belajar amat penting.
d. Pentingnya lingkungan belajar
Belajar efktif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa dari “guru acting di depan kelas, siswa menonton” ke “siswa acting bekerja dan berkarya, guru yang mengarahkan”. Pengajaran harus berpusat pada “bagaimana cara” siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingdibanding hasilnya. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment)yang benar. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
B. Pengertian Contekstual Teaching and Learning
Pengertian dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotovasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.
Pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep pembelajaran baru.Pada tahun 1916 Dewey menerapkan pembelajaran kontekstual dikelas-kelas Amerika dan mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa.
Perkembangan pemahaman yang diperoleh selama mengadakan telah pustaka menjadi semakin jelas bahwa CTL merupakan suatu perpaduan dari banyak “praktik yang baik” dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan penggunan fungsional pendidikan untuk semua siswa.
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswanya untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan.
Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sdeng diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggungjawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga kerja. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan erat dengan pengalaman sesungguhnya.
1. Elemen Belajar Yang Konstruktivistik
Menurut Zahorik (1995: 14-22) ada lima yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual:
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (Activating Knowledge).
2) Pemerolehan pengetahuan baru (Acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dahulu,kemudian memerhatikan detainya.
3) Pemahaman pengetahuan pengetahuan (Understanding Knowledge), yaitu dengan cara menyusun: konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut.
Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
2. Karakteristik CTL
Selain elemen pokok pada CTL juga memiliki karakteristik yang membedakan denagan model pembelajaaran lainnya, yaitu: kerja sama; salaing menunjang; menyenangkan; tidak membosankan (joyfull, comfortable); belajar dengan bergairah; pembelajaran intregritas dan; menggunakan berbagai sumber siswa aktif.
C. Penerapan Model Pembelajaran CTL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruksivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, modeling, refleksi, penilaian sebenarnya. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajaran. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Depdiknas, 2002).
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengontruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belaja belajar (belajar kelompok-kelompok)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan denagan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.
Berikut penjelasan tujuh komponen utama.
1. Konstruktivisme (Constructivisme)
Salah satu landasan teoritis pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajara mengajar lebih diwarnai student centered dari pada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktifitas siswa.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan membari makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan suau permasalahan, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan berhelut engan ide-ide. Guru tidak mampu memberikan semua pengeahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori kontruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan menstranformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
2. Inkuiri (Inquiri)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.Pengetahuan dari ketrampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkan.
Siklus inkuiri: Observation, Question, Hipotesis, Data Gathering, Conclusion. Langkah-langkah kegiatan menemukan (Inquiry):
a. Merumuskan masalah.
b. Mengamati atau melakukan observasi.
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar laporan, bagan, table, atau karya lainnya.
d. Mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pambaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain.
3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya.Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL.Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai guru untuk mendorong, membimbing, dan mnilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan berguna untuk:
a. Menggali informasi baik administrasi maupun akademis.
b. Mengecek pemahaman mahasiswa.
c. Membangkitkan respon kepada siswa.
d. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
e. Mengetahui sejauh mana keinginan tahuan siswa.
f. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
g. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.
h. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Leraning Community)
Konsep leraning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil dari belajar diperoleh sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru mengajar siswanya bukanlah contoh masyarakat belajar.Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa bukan guru. Dalam masyarakat belajar dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam masyarakat belajar memberi informasi yang diperluka olehteman bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlkan dari teman belajarnya.
Praktik metode ini dalam pembelajaran terwujud dalam:
a. Pembentukan kelompok kecil
b. Pembentukan kelompok besar
c. Mendatangkan ahli ke kelas
d. Bekerja dengan kelas sederajat
e. Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
f. Bekerja dengan msayarakat
5. Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan dan pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olahraga, contoh karya tulis, cara melafalkan, dan sebagainya. Atau guru memberikan contoh mengerjakan sesuatu.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh teman-temannya cara melafalkan suatu kata. Contoh itu, disebut sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus dicapai.
6. Refleksi (Reflection)
Refleki adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau dipikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru, yang merupakan pengayaan aau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan rspons terhadap kejadian, aktifitas atau pengetahuan baru yang diterimanya.
Pengetahuan yang bermakana dari pross.Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelejaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membanu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang memiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. kunci dari itu semua adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang pernah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejeneaka agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:
a. Pernyataan langsung apa-apa yang diperolehnya hari itu.
b. Catatan atau jurnal di buku siswa.
c. Kesan dan saran mengenai pembelajaran hari itu.
d. Diskusi.
e. Hasil karya.
7. Penilaian Autentik (Autentik Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembngan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa yang mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera dapat mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar tetapi dilakukan bersama dengan scara terintegritas dari kegiatan pembelajaran.
Karakteristik Authentik Assessment:
a. Dilaksanakan selama dan sesudah pross pembelajaran berlangsung.
b. Bisa digunakan untuk informative maupun sumatif.
c. Yang diukur ketrampilan dan performasi, bukan, mengingat fakta.
d. Berkesinambungan.
e. Terintegritas.
f. Dapat digunakan untuk sebagai feed back.
D. Peran Guru dan Siswa dalam CTL
Setiap siswa mempunyai gaya belajar yang berbeda. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi Deporter (1992) dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Menurutnya tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu: tipe Visual, tipe Auditorial dan tipe Kinestik. Dalam proses pembelajara dengan model kontekstual, setiap guru harus memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai system penindasan.
Sehubung dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru yang hendak melakukan pendekatan CTL.
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Denagan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. oleh karena itu belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memiilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi sisa adalah proses mencari keterkaitan atau ketehubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalamanbaru denan pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asmilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model pembelajaran aktif tentu sangat banyak macam, salah satu diantaranya adalah kontektual teaching and learning, yang asas landasannya adalah kontruktivisme yang di kembangkan oleh para ahli pendidikan.
CTL adalah model pembelajaran yang dimana actionnya berpusat pada student centered. Peran seorang guru lebih banyak sebagai pembimbing, mengarahkan dan menjadi sebagai penengah dari kegiatan belajar.Dengan beberapa landasa, menjadikan CTL paa dewasa ini, sanagat diminati dan sering dilakukan oleh para guru dalam hal model pembelajaran.
Dengan tetap memperhatikan pada karakter, tujuan serta langkah-langkah dalam menerapkan model ini, diharapakan dapat mengubah bagaiman cara belajar-mengajar serta hasil dari belajarnya.
B. Saran dan Pesan
Dari pembahasan diatas, telah kita pahami akan pentingnya cara bagaimana kita mengajar, mendidik anak didik kita. Untuk realita sekarang, akan lebih baiknya jika terus mencari akan bagaimana cara untuk dapat mencapai tujuan kita dalam pendidikan. Seperti paradigm yang telah menjadi pedoman kita “ dari tahu menjadi bisa”.
Dalam penulisan makalah ini tentu jauh dari kata sempurna, meski sudah berusaha dengan harapan hasil yang optimal. Oleh karena itu, dengan lapang dada akan saran dan kritik untu kemajuan kami dalam penulisan ilmiah. Kami yang telah menyandang title mahasiswa yang sudah selayaknya untuk terus memperbaiki diri, dari sisi akademik maupun non akademik.Dan semoga usaha ini bermanfaat bagi kita semua. Amin..
DAFTAR PUSTAKA
Trianto.(2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana
Riyanto, Yatim. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran.Jakarta: Kencana
Junaedi, dkk.(2008). Strategi Pembelajaran.Learning Assistance Program for Islamic Schools
Kurdi, Syueb. (2006). Model Pembelajaran Efektif Pendidikan Agama Islam Di SD dan MI. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak belajar lebih baik melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika ia “mengalami” dari pada hanya “mengetahui”. Seperti yang dituliskan banyak para ahli pendidikan, bahwa yang pada intinya pesan itu adalah “mendengar aku lupa, melihat aku tahu, melakkukan aku faham”.
Dengan perubahan zaman di Indonesia, maka harus berubah pula paradigma Belajar-Mengajar di Indonesia. Jika dahulu hanya berparadigma “Dari Tidak Tahu Menjadi Tahu” maka kini haruslah berparadigma “Dari Tahu Menjadi Bisa”.Karena kriteria keberhasilan bukan lagi hanya ditinjau dari sisi kognitif, namun bagaimana ia bisa menerapkan dari pengetahuan kognitif menjadi keahlian afektif dan kinestik. Dengan Model Pembelajaran Kontekstual diharapkan anak didik dapat mengimplementasikan apa yang dialami (pengalaman) dapat menjadi bahan pelajaran (teori) yang dapat menghubungkan materi yang hendak disampaikan seorang guru.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Landasan Teori CTL?
2. Apa Contextual Teaching and Learning?
3. Bagaimana Penerapan Model Pembelajaran CTL?
4. Apa Peran Guru dan Siswa dalam Model Pembelajaran CTL?
C. Tujuan
1. Mengetahui akan Landasan dan Konsep CTL
2. Memahami akan Pengertian dan Hakikat CTL
3. Mengenal dan Dapat Melakukan Model Pembelajaran CTL
4. Memahami akan Peran Guru dan Siswa dalam CTL
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan dan Konsep Teori CTL
Contekstual Teaching and Learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami.Pertama, CTL menekankan untuk keterlibatan siswa untuk menemukan materi, dalam artian proses belajar diorientasikan pada pengalaman siswa secara langsung. Dalam proses ini diharapkan siswa mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menghubugkan antara materi pelajaran dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut dapat mengetahui antara pengalaman belajar dengan kehidupan nyata. Dengan ini materi yang dipelajari akan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, artinya siswa tidak hanya dituntut untuk memahami materi tetapi bagaimana materi tersebut dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.Materi pelajaran dala konteks CTL bukan untuk disimpan dalam otak kemudian dilupakan melainkan untuk bekal dalam mengarungi kehidupan nyata.
1. Latar Belakang Filosofis
CTL banyak diperngaruhi oleh filsafat Konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruksivisme berangkat dari pemikiran epistimologi Giambatista Vico (suparno, 1997). Vico mengungkapkan: “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya.” Mengetahui, menurut Vico berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu, menurutnya pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep yang mengamati.Selanjutnya pandangan konstruksivisme tentang hakikat pengetahuan memengaruhi konsep tentang belajar, bahwa belajar bukanlah sekedar menghapal, tetapi proses pengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.
2. Latar Belakang Psikologis
Sesuai denagan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjektif. Peran aktif ini dapat dipandang dari sudut psikologis. CTL berpijak pada aliran psikologi kognitif. Menurut aliran ini, proses belajar terjadi karena pemahaman individu mengenai lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak pada dasarnya adalah wujud dari dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya factor pendorong yang ada di belakang gerakan fisik tersebut. Karena, manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya.Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.
3. Kecenderungan Pemikiran Tentang Belajar
Pendekatan konstektual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
a. Proses Belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghapal.Siswa harua mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.Anak belajar dari mengalami.Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru dan bukan diberi begitu saja oleh guru.Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapai sesuatu baru. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri, dan bergelut dengan ide-ide
b. Transfer belajar
Siswa belajar dari mengalami sendiri buka dari pemberian dari orang lain. Ketrampilan dan pengetahuan itu harus dikembangkan dan diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit demi sedkit. Penting bagi siswa untuk “Tahu Apa” ia belajar, dan “Bagaimana” ia menggunkan pengetahuan dan ketrampilan.
c. Siswa sebagai pembelajar
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu dan seseorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.akan tetapi, untuk hal hal yang suli strategi belajar amat penting.
d. Pentingnya lingkungan belajar
Belajar efktif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa dari “guru acting di depan kelas, siswa menonton” ke “siswa acting bekerja dan berkarya, guru yang mengarahkan”. Pengajaran harus berpusat pada “bagaimana cara” siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingdibanding hasilnya. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment)yang benar. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
B. Pengertian Contekstual Teaching and Learning
Pengertian dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotovasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.
Pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep pembelajaran baru.Pada tahun 1916 Dewey menerapkan pembelajaran kontekstual dikelas-kelas Amerika dan mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa.
Perkembangan pemahaman yang diperoleh selama mengadakan telah pustaka menjadi semakin jelas bahwa CTL merupakan suatu perpaduan dari banyak “praktik yang baik” dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan penggunan fungsional pendidikan untuk semua siswa.
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswanya untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan.
Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sdeng diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggungjawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga kerja. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan erat dengan pengalaman sesungguhnya.
1. Elemen Belajar Yang Konstruktivistik
Menurut Zahorik (1995: 14-22) ada lima yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual:
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (Activating Knowledge).
2) Pemerolehan pengetahuan baru (Acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dahulu,kemudian memerhatikan detainya.
3) Pemahaman pengetahuan pengetahuan (Understanding Knowledge), yaitu dengan cara menyusun: konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut.
Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
2. Karakteristik CTL
Selain elemen pokok pada CTL juga memiliki karakteristik yang membedakan denagan model pembelajaaran lainnya, yaitu: kerja sama; salaing menunjang; menyenangkan; tidak membosankan (joyfull, comfortable); belajar dengan bergairah; pembelajaran intregritas dan; menggunakan berbagai sumber siswa aktif.
C. Penerapan Model Pembelajaran CTL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruksivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, modeling, refleksi, penilaian sebenarnya. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajaran. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Depdiknas, 2002).
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengontruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belaja belajar (belajar kelompok-kelompok)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan denagan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.
Berikut penjelasan tujuh komponen utama.
1. Konstruktivisme (Constructivisme)
Salah satu landasan teoritis pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajara mengajar lebih diwarnai student centered dari pada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktifitas siswa.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan membari makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan suau permasalahan, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan berhelut engan ide-ide. Guru tidak mampu memberikan semua pengeahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori kontruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan menstranformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
2. Inkuiri (Inquiri)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.Pengetahuan dari ketrampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkan.
Siklus inkuiri: Observation, Question, Hipotesis, Data Gathering, Conclusion. Langkah-langkah kegiatan menemukan (Inquiry):
a. Merumuskan masalah.
b. Mengamati atau melakukan observasi.
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar laporan, bagan, table, atau karya lainnya.
d. Mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pambaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain.
3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya.Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL.Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai guru untuk mendorong, membimbing, dan mnilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan berguna untuk:
a. Menggali informasi baik administrasi maupun akademis.
b. Mengecek pemahaman mahasiswa.
c. Membangkitkan respon kepada siswa.
d. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
e. Mengetahui sejauh mana keinginan tahuan siswa.
f. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
g. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.
h. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Leraning Community)
Konsep leraning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil dari belajar diperoleh sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru mengajar siswanya bukanlah contoh masyarakat belajar.Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa bukan guru. Dalam masyarakat belajar dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam masyarakat belajar memberi informasi yang diperluka olehteman bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlkan dari teman belajarnya.
Praktik metode ini dalam pembelajaran terwujud dalam:
a. Pembentukan kelompok kecil
b. Pembentukan kelompok besar
c. Mendatangkan ahli ke kelas
d. Bekerja dengan kelas sederajat
e. Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
f. Bekerja dengan msayarakat
5. Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan dan pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olahraga, contoh karya tulis, cara melafalkan, dan sebagainya. Atau guru memberikan contoh mengerjakan sesuatu.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh teman-temannya cara melafalkan suatu kata. Contoh itu, disebut sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus dicapai.
6. Refleksi (Reflection)
Refleki adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau dipikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru, yang merupakan pengayaan aau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan rspons terhadap kejadian, aktifitas atau pengetahuan baru yang diterimanya.
Pengetahuan yang bermakana dari pross.Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelejaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membanu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang memiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. kunci dari itu semua adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang pernah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejeneaka agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:
a. Pernyataan langsung apa-apa yang diperolehnya hari itu.
b. Catatan atau jurnal di buku siswa.
c. Kesan dan saran mengenai pembelajaran hari itu.
d. Diskusi.
e. Hasil karya.
7. Penilaian Autentik (Autentik Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembngan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa yang mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera dapat mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar tetapi dilakukan bersama dengan scara terintegritas dari kegiatan pembelajaran.
Karakteristik Authentik Assessment:
a. Dilaksanakan selama dan sesudah pross pembelajaran berlangsung.
b. Bisa digunakan untuk informative maupun sumatif.
c. Yang diukur ketrampilan dan performasi, bukan, mengingat fakta.
d. Berkesinambungan.
e. Terintegritas.
f. Dapat digunakan untuk sebagai feed back.
D. Peran Guru dan Siswa dalam CTL
Setiap siswa mempunyai gaya belajar yang berbeda. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi Deporter (1992) dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Menurutnya tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu: tipe Visual, tipe Auditorial dan tipe Kinestik. Dalam proses pembelajara dengan model kontekstual, setiap guru harus memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai system penindasan.
Sehubung dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru yang hendak melakukan pendekatan CTL.
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Denagan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. oleh karena itu belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memiilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi sisa adalah proses mencari keterkaitan atau ketehubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalamanbaru denan pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asmilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model pembelajaran aktif tentu sangat banyak macam, salah satu diantaranya adalah kontektual teaching and learning, yang asas landasannya adalah kontruktivisme yang di kembangkan oleh para ahli pendidikan.
CTL adalah model pembelajaran yang dimana actionnya berpusat pada student centered. Peran seorang guru lebih banyak sebagai pembimbing, mengarahkan dan menjadi sebagai penengah dari kegiatan belajar.Dengan beberapa landasa, menjadikan CTL paa dewasa ini, sanagat diminati dan sering dilakukan oleh para guru dalam hal model pembelajaran.
Dengan tetap memperhatikan pada karakter, tujuan serta langkah-langkah dalam menerapkan model ini, diharapakan dapat mengubah bagaiman cara belajar-mengajar serta hasil dari belajarnya.
B. Saran dan Pesan
Dari pembahasan diatas, telah kita pahami akan pentingnya cara bagaimana kita mengajar, mendidik anak didik kita. Untuk realita sekarang, akan lebih baiknya jika terus mencari akan bagaimana cara untuk dapat mencapai tujuan kita dalam pendidikan. Seperti paradigm yang telah menjadi pedoman kita “ dari tahu menjadi bisa”.
Dalam penulisan makalah ini tentu jauh dari kata sempurna, meski sudah berusaha dengan harapan hasil yang optimal. Oleh karena itu, dengan lapang dada akan saran dan kritik untu kemajuan kami dalam penulisan ilmiah. Kami yang telah menyandang title mahasiswa yang sudah selayaknya untuk terus memperbaiki diri, dari sisi akademik maupun non akademik.Dan semoga usaha ini bermanfaat bagi kita semua. Amin..
DAFTAR PUSTAKA
Trianto.(2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana
Riyanto, Yatim. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran.Jakarta: Kencana
Junaedi, dkk.(2008). Strategi Pembelajaran.Learning Assistance Program for Islamic Schools
Kurdi, Syueb. (2006). Model Pembelajaran Efektif Pendidikan Agama Islam Di SD dan MI. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar